//rasa pertama

619 68 20
                                    

___

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___

    "[Demi apa lo baru ngasih tau gue
sekarang?]" Tanya Anggie dari seberang telepon. Itu reaksinya, ketika Irel menceritakan soal hukuman aneh yang ia dapat dari seniornya tiga hari yang lalu.

    "Ya gimana, sempatnya sekarang." Jawab Irel singkat, disusul helaan napas berang dari temannya.

    "[Siapa sih kakel yang ngehukum elo? Ga jelas banget sumpah.]"

  "Kurang tau, tapi dia dipanggil Shan sama Kak Alvero."

    "[Anjir,]" umpat Anggie tiba-tiba. "[Ini mah berarti lo bukan dapet hukuman cuy, malah jadi makcomblang.]"

    "Hah?"

    "[Iya, gua yakin banget senior yang ngehukum elo itu pasti Kak Shania, dari jaman MPLS emang ngebet banget sama Bimo.]"

    Irel menyatukan alisnya seolah berpikir. Ia memang sudah bertanya-tanya sejak awal soal hukuman yang diberikan kepadanya, namun ia berharap  jawaban yang didapat lebih serius, bukan hal-hal sepele seperti ini. Jadi biro jodoh? Yang benar saja.

    "[Elo satu ekskul dan satu angkatan sama Bimo, wajar aja jadi inceran buat jadi dewa cupidnya dia apalagi lo murid baru jadi ga bakal Bimo curigain,]" kata Anggie melanjutkan. "[Dih ga habis pikir jelas-jelas udah ditolak sadar diri kek, jadi malu gua ngakuin dia salah satu kaum hawa]"

    Irel tertawa lepas mendengar perkataan temannya itu, tidak terasa sudah hampir dua jam keduanya saling berbagi cerita lewat aplikasi chat berwarna hijau tua itu. Irel sebenarnya ingin menceritakan soal dirinya yang dengan lugas berbahasa Jakarta di depan Bimo tadi siang, namun setelah dipikir ulang olehnya rasanya hal itu tidak terlalu penting. Mungkin hanya reflek, pikirnya.

    "Berarti kalo gini ceritanya, rencanaku buat ngewawancarai Bimo terang-terangan gagal dong? Mana mau dia jawab kalo aku bilang itu perintah dari Kak Shania," ucap Irel pasrah sambil mendecak kesal. "Udahlah aku minta hukuman lain aja sama se—"

    "[Oiii ntar dulu dong, masa nyerah? Lagipula, yakin lo dapet hukuman yang lebih ringan dari ini? Udah, alurin aja Rel.]" Kata Anggie cepat menyerobot, memotong perkataan Irel.

    "Ya terus aku harus bujuk apa biar dia mau jawab pertanyaan tentang hal-hal yg berkaitan sama dia?"

    "[Duh! Ya ganti rencana lah markonah.]"

    "Iya yang pro, saran dong." Kata Irel yang selanjutnya di hadiahi desisan frustasi dari seberang lalu disusul rentetan kata yang bahkan membuat Irel ragu soal keseriusan temannya saat mengucapkan kalimat itu.

MOSARELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang