———
Cowok ini, tidak waras.
Entah ini sudah keberapa kalinya, Irel mengucap kalimat itu dalam sela napas.
Petangnya tadi berjalan cukup normal, Irel bisa menghempaskan diri ke kasur empuknya sekitar pukul setengah enam sore setelah melewati drama pecah ban yang cukup panjang. Ya, terima kasih kepada Bimo yang sudah memanggilkan tukang tambal ban tepat waktu.
Setidaknya sikap pemuda itu tadi sore nyaris membuat dirinya bergelar hero di mata Irel.
Tapi lagi, anggapan itu tidak abadi ketika suara batu kerikil terdengar menghantam pelan jendela kamarnya. Awalnya Irel tidak berniat menggubris hal itu, namun hell itu terjadi berulang kali hingga terdengar seperti urutan nada yang teratur.
Sontak Irel langsung keluar menuju balkon kamarnya, berniat mengintip tanpa ingin mengintimidasi pelaku.
Dan pemandangan selanjutnya, sukses membuat Irel berang setengah mati.
Disana berdiri, Bimo dengan tampang watados, menyeringai memamerkan deretan gigi putihnya. Tangan yang hendak berayun melempar objek, langsung ia turunkan pelan sambil melempar asal batu yang semula dalam genggaman.
Irel dengan tatapan kelewat sinis menarik napas dalam—bersiap mencerca. Namun digagalkan oleh ucapan bernada manis itu,
"Bentar, jangan marah dulu," teriak Bimo dari bawah sambil memberi gestur tangan seolah sedang menahan sesuatu.
Dimana setelahnya cowok itu dengan cepat mengeluarkan ponsel dari saku dan menekan beberapa tombol hingga menghasilkan deringan pada ponsel Irel. Benar saja, itu Bimo yang menelpon.
Yang menjadikan Irel mendecak malas, lanjut menatap penuh kebencian ke cowok yang sekarang berdiri di luar pagar rumahnya.
Dan dering telepon tersambung yang sedari tadi masih mengisi pendengaran Bimo, seketika berhenti dan tergantikan teriakan dari seberang.
"MANFAATNYA LO KE RUMAH GUE APA?!" Sontak ponsel dijauhkan dari telinga, sambil mengernyit—terkejut dengan respon yang diberikan
"[Ada lah gunanya,]"
"Apa?"
"[Buat ngasih video rekaman latihan.]"
"Hidup di jaman batu, eh? Kenapa ga langsung kirim lewat pesan atau line atau apa lah, ga jelas alasan lo."
Bimo terkekeh kecil, sambil mengusap wajahnya dengan telapak kiri, lanjut berkacak pinggang. "[Tau, ngapain juga repot-repot ke sini kalo videonya udah siap dan tinggal di kirim,]"
"Hah? Emangnya belom?" Gelengan diberikan, "m-masih aja ga jelas ngapain lo ke rumah gue, mending lo ngerekam di rumah lo sendiri."
"[Justru itu, ga bisa, kalo bisa juga udah dari tadi. Makanya gua ke rumah lu, mau live,]" kata Bimo sambil mengangkat gitar yang terbalut tas hitam dari gendongannya. "[Jangan lupa rekam, biar ntar bisa lu puter berulang kali pas kangen.]"
KAMU SEDANG MEMBACA
MOSARELLA
Teen FictionBagaimana bisa hubungan yang awalnya hanya berlandas hukuman berubah menjadi cinta tanpa paksaan? "Gila, kok, hukumannya nagih?" --- Copyright© hanadulsetdet,2020