Hening.
Naisa dan Ayla terlalu malas untuk melakukan beberapa hal. Hanya terduduk di kelas sambil terkadang memandang satu sama lain-iya emang kayak orang bego.
"Ah males gua nanti rapat paskib," ucap Naisa sambil mengacak-acak rambutnya.
"Emang udah nasib, terima aja," tanggapan Ayla membuat Naisa mengumpat dalam hati.
"Lu hari ini latihan karate, 'kan, La?"
"Hm,"
"Bisa banget latihan karate lu jadiin alesan nggak ikut rapat,"
"Lah bodo amat,"
"Balik ke rumah gua, La, home alone nih gua, orang tua pada sibuk kerja ke luar negeri, ditinggal mulu gua."
"Kalo gua nggak mager ya,"
"Ah, La," Naisa memasang puppy eyesnya memohon ke Ayla.
"Iya iya, jangan nangis lah, nangisin anak orang mulu gua," Ayla akhirnya mengiyakan ajakan Naisa.
Naisa menaikkan alisnya dengan senyum keberhasilan, sedangkan Ayla hanya menggeleng karena dia selalu kalah dengan jurus 'mau nangis' nya Naisa.
"Eh, Sa, bukannya ada Karra di rumah?"
"Iya, tapi kan kalo gua sendiri di rumah tapi ketawa-ketawa, terus kalo suara gua kedengeran di CCTV nanti gua dibilang gila sama satpam komplek,"
"Lah iya,"
"Udah intinya lu harus balik ke rumah gua abis lu latihan."
Ayla hanya menggangguk.
-
"Jadi, pada rapat hari ini, kita akan membahas persiapan acara kita yang sudah semakin dekat pada waktunya, kita akan mulai dari--" ketua ekskul-Shrenia-memulai rapat dan Naisa hanya duduk di bagian paling belakang ruangan, termangu, malas memperhatikan.
Hingga otaknya seakan memutar kembali sebuah rekaman memori. Saat pertama kalinya Naisa dan Ayla bertemu Karra.
-
"Hiks-nggak mau .. hiks-Naisa gak mau," tangis Naisa sesegukan. Ia terduduk dan menenggelamkan wajahnya dalam telapak tangan.
"Lu tuh kenapa? Gua gak akan ngerti kalo lu terus nangis kayak gini," Ayla terduduk disampingnya berusaha mengerti alasan Naisa menangis.
Naisa masih menangis, Ayla semakin bingung dan frustrasi melihatnya. Terlintas sebuah ide di kepala Ayla untuk menenangkan Naisa yang terus menerus menangis tak karuan.
"Sa, ayo ikut gue ke suatu tempat,"
Naisa tidak menjawab dan tidak bergerak juga dari tempatnya.
"Believe me, come on, you can tell why you so upset until you cry like this." Ayla berdiri, menjulurkan tangannya mengajak Naisa.
Naisa memegang tangan Ayla, membantunya berdiri. Ia berdiri dengan gemetar dan tatapan kosong. Tubuhnya dingin, wajahnya pucat pasi. Ayla terus menuntun Naisa ke tempat yang ia maksud.
Loteng sekolah.
Mereka berdua masuk dan terduduk di lantai kayu berdebu di loteng. Barang-barang lama teronggok di setiap sudut loteng, dihiasi debu yang tebal dan sarang laba-laba.

KAMU SEDANG MEMBACA
IRRÉELS
Novela Juvenililusi; ketika sesuatu yang nyata menampar mereka dengan hal yang dianggap tabu. 48% based on true story Start: April 04th - 2019