Jadi Tumbal

7.4K 600 5
                                    

Medina menuju ruang tamu dengan menggunakan jilbab terburu-buru. Dia baru saja selesai mandi saat mendengar pintu diketuk tanpa henti. Ketika papan kayu itu dibuka, sang mertua berdiri di sana.

"Mana Kemal?" Tanpa basa-basi Yatno langsung menyampaikan tujuannya datang. Wajahnya terlihat sedikit merah.

Medina menerka pria itu sedang menahan amarah, meski dia sedikit ragu akan tebakannya itu. Dia mundur, memberi jarak agar mertuanya bisa masuk.

"Kemal keluar sejak siang, Yah."

Rasa penasaran menyeruak di hati Medina, tapi dia tak berani bertanya mengapa. Jadi, dia hanya diam, membiarkan Yatno duduk di ruang tamu. Diam-diam memperhatikan lelaki paruh baya yang sedang memijat pelipis itu.

"Kemal memperlakukanmu dengan baik, ‘kan?"

Medina mengangguk. Meski sebenarnya di sudut terdalam hatinya dia ragu. Sikap Kemal tadi tidaklah masuk kategori baik. Namun, dia merasa tak pantas mengadu pada mertuanya. Biarlah, dia simpan sendiri.

Yatno menghela napas panjang, lalu menyandarkan punggungnya ke sofa. Sekali lagi mengurut pelipis sambil bergumam, "Semoga cuma gertakan Kemal saja."

"Gertakan apa, Yah?" Kali ini Medina tak bisa menahan rasa penasarannya lagi.

Yatno menegakkan posisi duduk, menatap Medina dari balik lensa kacamatanya. "Sebenarnya Ayah tidak ingin membicarakan ini, tapi sepertinya kamu perlu tahu," sahutnya. "Kemal minta dibelikan rumah. Waktu itu Ayah bilang, 'buat apa punya rumah kalau masih sendiri', tapi dia maksa. Jadi Ayah bilang, 'menikahlah.' Karena itu ... dia memutuskan menikah."

Seperti ada petir menyambar, Medina merasakan sengatan luar biasa dalam dirinya. Dia sama sekali tak tahu menahu soal itu bahwa menikah hanyalah sebuah syarat bagi Kemal. Ada sesuatu yang ingin lelaki itu tuju.

"Lalu?"

Sebisa mungkin, Medina berusaha untuk tenang. Dia butuh tahu sebanyak-banyaknya. Jangan sampai rasa paniknya justru menghalangi Yatno untuk bicara.

"Tadi Kemal menelepon, menagih janji. Tapi permintaannya bertambah. Bukan cuma rumah, dia juga menuntut tempat kerja sendiri dan mobil baru. Apa-apaan anak itu!"

Yatno diam sebentar. Dihirupnya udara sebanyak mungkin. Mana tahu emosinya bisa sedikit mereda.

Sementara, Medina masih setia menunggu dalam diam. Dia tahu dari Alia kalau selama ini Kemal bekerja di bawah pengawasan sang ayah. Entah apa alasan lelaki itu, tiba-tiba ingin pekerjaan terpisah. Belum lagi tentang mobil. Dia menggerutu dalam hati, bukankah mobil Kemal masih sangat layak pakai? Dasar lelaki tak tahu diri!

"Ayah cuma ingin menepati sesuai janji awal, tapi dia mengancam kalau yang diminta tak dituruti semua, dia akan memilih bercerai."

Medina tersentak hebat. Matanya berkilat marah. Berani-beraninya lelaki itu! Batinnya bergejolak. Namun, dia memilih tetap tenang menanggapi fakta yang sungguh tak pernah dia sangka.

"Jadi ... Dina ini umpan, ya?" Medina tersenyum masam. "Umpan kecil di kolam yang besar. Hebat sekali Kemal," lanjutnya.
Betapa dia telah abai, tak mencari informasi sebelum memutuskan menikah.

Bodoh! Bodoh! Bodoh! runtuk Medina dalam hati.

Yatno menggeleng. "Maaf, Medina. Ayah cuma ingin Kemal belajar bertanggung jawab, bukan bermaksud menjadikan kamu tumbal. Jangan khawatir, Ayah pastikan Kemal tidak akan bisa mempermainkan pernikahan ini."

Medina tersenyum lagi. Kali ini terkesan sinis. Dalam hatinya dia juga bersumpah tak akan membiarkan Kemal mempermainkannya.

***

KEMED : Marriage in MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang