BAB VII

19 0 0
                                    

"Oh, ternyata apa yang lo tau, bukan berarti lo tau tentang semuanya."

"YAUDAH nih ya fix, gedung deket rumah lo aja, Yo?" tanya Edwin selaku koordinator acara futsal cup.

Gio mengangguk seraya melahap Cheetos miliknya. "Iya nanti gue minta ke yang punya biar di murahin."

Seluruh anak adundas mengangguk setuju setelah rapat kecil-kecilan di kantin, beberapa memutuskan untuk balik ke kelas meninggalkan Ivan, Edwin, dan Gio. Tadinya mereka ingin menghabiskan istirahatnya di WTS sambil menikmati sebatang rokok, ya memang kebiasaan buruk itu nggak bisa terlepas dari mereka semenjak SMA, memang mereka bukan perokok aktif yang menghabiskan beberapa bungkus per hari, hanya saat mereka menginginkannya saja, dan itu juga hanya sebatang.

Ivan bangkit dari bangkunya diikuti kedua temannya yang ikutan berdiri berniat ke WTS mengingat tujuan awal mereka saat istirahat kedua, namun ketika pandangannya melihat sosok cewek yang sepertinya sedang mencari tempat duduk di kantin yang penuh.

Tanpa berpikir lagi. "Gue mau makan aja deh, ga jadi sebat," kata Ivan kembali duduk.

Edwin dan Gio yang nggak tau, menatap Ivan aneh, pasalnya yang punya ide ini Ivan, kenapa tiba-tiba dirinya menolak.

"Yaudah gue sama Edwin duluan ya," kata Gio sambil menepuk bahu Ivan.

Baru beberapa langkah, Gio dihadang kedua cewek yang dimaksud Ivan.

"Mau kemana? Gue baru juga dateng," kata salah satu cewe berjilbab, Uci.

Ivan yang nggak ditanya nyosor menjawab pertanyaan Uci, dan yakin pasti jawabannya nggak disukai Uci. "Itu Ci, mau ngerokok di WTS."

Uci melotot ke arah Gio yang kelihatan gelagapan, sementara Edwin dan Nike diam di tempat tanpa suara. Uci nggak suka kelakuan buruk Gio, sudah berkali-kali Uci melarang Gio untuk merokok, tapi namanya cowok tetap bandel dengan merokok secara diam-diam.

"Enggak sayang, tadi Ivan yang ngajak duluan," jawab Gio membela diri, namun dengan cara yang halus.

Raut wajah Uci nampaknya kurang percaya, dan sekarang menatap Ivan seolah bertanya siapa yang benar.

Alis Ivan naik sebelah. "Apa? Glo liat sendiri gue dari tadi duduk, yang mau pergi kan mereka berdua," ucapnya sambil menunjuk Gio dan Edwin yang masih berdiri.

Gio melempar senyum ke arah Ivan, senyum mematikan seperti mengucapkan. "Makasih atas penjelasannya."

Ivan menyeringai menang.

"Udah sekarang duduk aja lo disini, temenin gue makan. Lo juga Edwin duduk sini aja." perintah Uci pada kedua cowok yang sudah memasang wajah menyerah sembari duduk di bangku.

Mereka berlima di satu meja yang sama, terlihat Nike udah mulai salah tingkah karena satu meja dengan Edwin contohnya saat Nike nggak sadar udah 6 sendok lebih ia mengambil sambal untuk baksonya, alhasil lidahnya terbakar, kepedesan. Ivan yang melihat hal itu berinisiatif membelikan minum, walaupun resikonya membelikan semua minum untuk yang lainnya.

Ivan kembali dengan membawa 5 minuman es sesuai pesanan temannya, Nike mengambil minuman yang sudah dibelikan Ivan, es Leci kesukaanya.

"Van gue kan pesennya es leci, bukan es lemon, asem ini mah," protes Edwin, yang memang pesan es leci.

"Bukannya lo tadi pesennya lemon ya? Apa gue salah denger?" kata Ivan bingung.

Nike yang melihat hal itu, bicara masih dengan lidah yang terbakar, "Gue yang pesen es lemon,"

Edwin mengangguk dan menyodorkan es lemon yang tadi di tangannya pada Nike yang sepertinya udah nggak kuat menahan pedas di mulutnya. Ivan makin bingung, karena Ivan yakin tadi Nike pesennya es leci.

Second ChancesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang