Sang Penggoda

465 17 1
                                    



Kehidupan yang sangat keras mewarnai perjalanan ini. Sejak kecil aku tinggal bersama seorang ibu. Dari lahir tidak pernah tahu siapa sebenarnya ayah kandungku. Sampai kinipun ibu tidak pernah mengatakan siapa ayah. Menjadi single parent, karena hamil di luar nikah. Bahkan sampai sekarang masih menjadi misteri kenapa ibu bisa hamil. Semua menjadi rahasianya. 

Namaku Sita, usia 28 tahun. Wajah lumayan cantik, kulit kuning langsat, tubuh sintal memiliki rambut panjang lurus dengan tinggi 160 CM. Mendekati sempurna untuk ukuran wanita.  Sedikit manja, tatapan yang selalu menggoda cukup sebagai bekal menggaet hati lelaki. Bukan hanya sekali saja, tapi beberapa kali aku mengulang hal yang sama. Istilah sekarang pelakor. Bodo amat dengan omongan orang. Yang penting  bahagia.

Aku juga memiliki seorang sahabat bernama Nella. Sifatnya periang, wajah cukup cantik. Tinggi sama 160 cm. Dialah teman yang selalu ada. Susah senang kami bersama, bagai kakak adik. Kebetulan kami juga seprofesi. Usianya tiga tahun di bawahku. Bekerja sebagai SPG di mall Kelapa Gading membuatku bisa mengenal banyak orang dari semua kalangan. Hingga bisa menemukan target laki-laki mapan yang bisa dipacari.

Ibu selalu merahasiakan masa lalunya. Hingga aku mendengar kasak kusuk tetangga yang mengatakan ibu hamil karena di perkosa oleh seseorang yang punya pengaruh besar di kampung. Tidak ada yang berani mengungkap sosok ayah. Karena kuasanya.

Mendambakan sosok ayah hingga membuat aku harus mencintai laki-laki dewasa. Apalagi jika lelaki itu beristri dan kebapakkan. Ada kebanggaan tersendiri jika aku memenangkan hatinya. Karena trauma juga yang membuatku tidak menikah hingga kini, justru asyik dengan permainan yang kujalani.

Karena malu tanpa suami dan menjadi bahan gunjingan tetangga, akhirnya kami hijrah ke Jakarta. Di sanalah kami tinggal. Di sebuah rumah petak, yang kami kontrak untuk bernaung dari panas dan hujan.Ibu bekerja sebagai pembantu rumah tangga, namun karena kebutuhan ekonomi yang cukup tinggi akhirnya membuat ibu menggeluti dunia hitam.

Kehidupan kami berangsur membaik. Hingga kami memiliki rumah sendiri hasil dari kerja ibu di dunia malam. Rumah kecil tapi cukup asri dengan banyaknya bunga di halaman depan. Lantainya juga sudah keramik, tidak seperti tempat tinggal kami yang dulu. Di pinggiran kota Jakarta tempatnya. Kecantikan ibu membuat para tamu di tempatnya bekerja sangat diminati. Hingga bisa untuk memenuhi kebutuhan kami.

Kini kami hidup terpisah, aku memilih kos dekat kerjaanku. Supaya tidak kena macet setiap hari. Dan juga lebih bebas dengan laki-laki jika kos. Kalau masih tinggal sama ibu tidak enak dengan gunjingan tetangga karena selalu pulang ataupun pergi gonta-ganti pasangan.

Sebenarnya ibu melarang, tapi dengan bujuk rayu, dan juga alasan yang tepat dengan berat hati beliau mengikhlaskan anak semata wayangnya hidup di kos-kosan. Terkadang setiap libur aku pulang rumah, tapi jika sibuk sebulan sekali pulangnya. Gaji menjadi SPG sudah bisa memenuhi kebutuhanku. Apalagi di tambah transferan dari laki-laki yang aku pacari dan ibu. Hidup glamor, penuh dengan hura-hura mewarnai perjalanan hidup.

Menjadi seorang SPG, memang harus pandai bicara dan merayu. Apalagi kalau menjadi SPG sebuah brand produk baju terkenal. Kemeja dan celana panjang kusus cowok yang aku pegang. Bagai gayung bersambut, selain menawarkan produk, rayuanku mampu membius laki-laki hidung belang.Satu dayung, dua tiga pulau terlampaui. Produk di beli sehingga aku bisa memenuhi target penjualan. Juga menjadi simpanan mereka. Sudah cukup membuat bahagia. Hidup tanpa kekurangan seperti waktu kecil.

Suatu hari, ada om-om yang mampir membeli kemeja. Penampilannya sih, tajir. Bisa jadi target pikirku. Setelah perkenalan, tukar nomor ponsel akhirnya kami jadi dekat. Aku memanggilnya Mas Hendri. Dia orang yang cukup royal kalau soal duit.

Muara CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang