'Hanya sebatas pengagum, tapi sok-sok an mau move on. Dasar aku,'
-Liya-
***
Pak Ronald telah menapaki lantai kamar Sam beserta teman-teman lainnya dengan raut wajah sangat terkejut. Tapi, jika diteliti lagi wajah beliau sedikit berlebihan dan komok.
"Astaga, kalian!!" seru pak Ronald sedikit emosi karena melihat ruangan itu begitu berantakan seperti kandang sapi.
Seragam putih mereka tersampir dengan asal di tepi ranjang, bungkus makanan ringan yang tercecer di permukaan lantai, handuk yang menutupi meja belajar mereka dan masih banyak lagi kelakuan mereka yang membuat pak Ronald sampai geleng-geleng kepala.
"Kalian bapak kasih poin masing-masing sepuluh!" tutur pak Ronald yang langsung direspon keluhan Arya dan yang lainnya.
"Pak kita tadi habis ngerjain PR segunung, sekarang baru sempet ngeberesin kamar, pak. Masa bapak gak kasian ama kita." Arya mengeluh dengan nada suara dibuat semelas mungkin.
"Iya tuh, pak. Bu Mesy suka ngasih PR gak kira-kira. Sehari langsung numpuk kayak gunung Everest," sahut Sam santai sembari menutupi Liya yang tengah meliriknya tajam menggunakan selimut dan guling.
"Saya gak mau tau. Beresin kamar kalian, setelah itu tidur. Jangan ada yang keluyuran,"
"Assalamualaikum." Pak Ronald mengakhiri omelannya dengan salam lalu pergi begitu saja meninggalkan mereka yang sudah menghela nafas lega karena pak Ronald tidak menghukum mereka. Tapi, tetap saja. Poin mereka selalu jadi taruhannya. Mengenaskan.
"Tumben tuh garong kagak koar-koar. Biasanya mah beuh...," tutur Dean yang sudah memegang sapu dan mulai menyapu bagian kolong tempat tidurnya.
"Ye, si labil. Pak Ronald koar-koar mulu lu ngedumel. Giliran sekarang lagi baek aja protes. Maunya apa, nak?" tanya Arya yang sudah asyik dengan dunianya.
Dia lanjut main game ternyata. Dan hanya Dean yang bersih-bersih kamar tersebut tanpa ada yang mau membantunya.
"Lo pada asyik amat ama setan gepeng. Lupa yang tadi diomongin pak Ronald?" tanya Liya yang sudah menyembulkan kepalanya dari selimut dan langsung duduk menepi---menjauh dari Sam yang kini sama asyiknya seperti teman-temannya yang lain kecuali Dean.
Dalam hati, sebenarnya Liya ingin membantu. Hanya saja rasa gengsi selalu berhasil menguasainya. Masa gue ngeberesin sarang anak cowok? ogah amat.
"Sam," panggil Liya agak keras agar cowok itu mendengarkan suaranya.
Biasa kalau orang sudah fokus ke gadget-nya. Telinganya jadi budeg mendadak.
Sang empu alih-alih merespon, Liya bahkan tidak melihat Sam meliriknya sedetik pun.
"Sam! Woi!" panggil Liya mengulang dan itu berhasil membuat fokus Sam teralih kepadanya.
"Mo sekarang ngambilnya?"
"Ntar, lebaran badak. Ya sekarang lah, botak," rungut Liya mendelik tajam.
Mood-nya benar-benar menurun drastis seharian ini hanya gara-gara dua cowok yang membuatnya kesal sampai ke tulang kering.
"Pala aku ada rambutnya, seyenk," canda Sam hingga membuat Liya menyumpah nyerapahi cowok itu dalam hati.
Liya memutar bola matanya kesal. "Gece elah. Gue tonjok juga lu," gertak Liya yang sudah tak sabar ingin segera keluar dari kamar itu. Pengap dan gerah. Ia seperti disekap diruangan tanpa ventilasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because You I Pick You
Teen Fiction⚠Cerita ini tidak untuk plagiarisme⚠ *** Sebelumnya Liya berpikir ini akan mudah jika ia menyukai Sam diam-diam tanpa mengutarakan perasaannya. Liya terlalu pengecut dan acuh dengan perasaannya sampai rasa suka itu...