Pagi minggu di Kalimantan. Iko mengayuh pedal sepedanya menuju kost Gee dengan penuh semangat. Earphone yang terpasang di telinga serta musik kesukaan yang didengarnya menambah kekuatan untuk segera tiba di tempat tujuan.Dari kejauhan terlihat Yusuf dengan sepeda kuningnya berusaha menyusul sahabatnya itu dengan kecepatan yang sangat maksimal sehingga dapat dikejarnya Iko dengan mudah. Dua laki-laki yang selalu terlihat mirip itu kini saling berusaha untuk saling balap. Pada saat itu Yusuf tidak mengetahui bahwa arah yang mereka tuju adalah kediaman sang kekasih Iko.
Tiba di perempatan jalan, Iko segera membelokkan sepedanya ke arah kiri dan Yusuf pun mengikutinya. Mereka menghentikan sepeda tepat di depan kost putri 77 dengan cat warna merah muda yang terlihat sangat lucu.
"Kok ke sini?" Yusuf terlihat heran.
"Ngomong apa lu barusan?" Tanya Iko yang baru saja melepas earphonenya.
"Ngapain kita ke siniiiii?" Ulang Yusuf dengan suara yang lebih keras.
"Ssststt berisik lu." Jawab Iko dengan kesal.
"Ikooooooo," dengan kaos kuning dan pashmina hitamnya, Gee segera membuka pagar dan menghampiri Iko dengan wajah gembira.
"Gee?" Yusuf semakin kebingungan.
"Hei, Gee. Kangen banget sama kamu."
"Sama aku kangen juga. Eh tapi kamu kok ga bilang kalo ke sini sama Yusuf, kalo tau biar aku bawain dua." Gee berbicara sambil mengeluarkan sesuatu dari saku celananya kemudian menyerahkan kotak kecil berisi cokelat kepada Iko.
"Wah cokelat, ya? Ga pa-pa kok ntar ini bisa dibagi dua buat aku sama Yusuf." Ulang Iko lagi.
"Em engga, kok. Itu buat lu aja, lagian gue ga suka cokelat. Kemanisan." Sahut Yusuf.
"Sejak kapan lu ga suka cokelat?" tanya Iko dengan heran.
"Sejak............"
"Aah lama lu ngomongnya." Potong Iko dengan canda.
"Oh iyaaa aku mau bilang, sekarang aku di sini sama bibiku dari Jakarta dan kita nanti juga bakalan pindah dari sini soalnya ayah udah beli rumah buat aku sama Bibi." Ungkap Gee.
"Bagus dong kalo begitu, kamu ga sendirian lagi dan ada yang ngurusin, kamu kan penakut hahahaha." Ledek Iko.
Yusuf hanya diam menyaksikan pembicaraan itu.
"Aah kamu mah suka banget nge-ledek." Ucap Gee dengan suara manjanya.
"Eehh ya udah, buruan naik ntar keburu siang, kan ga asik lagi." Pinta Iko kepada Gee agar kekasihnya itu naik ke sepedanya.
Tanpa pikir panjang, Gee segera naik ke sepeda bersama Iko, pada bagian belakang ia berdiri berpegang erat di pundak sang kekasih.
"Ookeee jalaaaaaaaaaaaan, ayoooo, Suf. Kita balapan lagi." Teriak Iko yang kemudian menjalankan sepedanya dengan cepat.
"Wwhaaaaaaaaaa asiiiik banget, ya." Gee ikut berteriak dengan tawa yang sangat lepas.
Yusuf mengayuh pedal sepeda namun enggan untuk berdekatan dengan Gee dan Iko. Matanya penuh makna menatap sepasang kekasih yang terlihat sangat bahagia di depannya. Wajah sedih yang berusaha untuk ditutupinya itu tetap saja terlihat meskipun tak mampu dibaca oleh orang-orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fii Amanillah (Telah Terbit)
SpiritualGee, gadis kelahiran Jakarta itu adalah satu-satunya anak perempuan dalam keluarganya. Orangtuanya melarang keras dirinya berpacaran, namun ia melakukan itu secara diam-diam. Hingga pada akhirnya semua telah hancur, begitu juga dengan hatinya. Itula...