Parkiran kampus nampaknya sudah kosong sore itu, matahari jingga belum jatuh dan burung-burung masih terbang ke sana-ke mari, kicaunya bersahutan seolah sedang bergembira dengan nyanyiannya diikuti dengan suara merdu dari sang keamanan kampus yang masih berada di tempat kerjanya. Terlihat ada beberapa orang di lapangan besar itu, angin sesekali menggeser dedaunan kering yang sudah berjatuhan.
Yusuf yang sedari tadi menghabiskan waktu di perpustakaan terlihat sedang mengemas barang-barang miliknya untuk segera pulang. Gedung lantai dua yang sangat panjang namun pandangan Yusuf tiba-tiba tertuju pada perempuan yang tidak asing baginya. Dilihatnya dengan jelas sosok Gee tengah duduk manis di taman kampus. Mata Yusuf yang sesaat memerhatikan perempuan itu berusaha untuk memahami mengapa Gee sendirian di tempat itu.
"Gee?" Yusuf mendekati Gee yang terlihat sedang menangis.
"Eh... Yusufff?" Gee segera menghapus air matanya.
"Kamu kenapa?" tanya Yusuf dengan suara lembut.
Gee hanya menggelengkan kepala seolah tidak ingin menyampaikan perasaannya saat itu.
"Kok belum pulang?" tanya Yusuf kembali.
"Lagi pengen di sini aja."
"Udah sore, ntar kamu pulangnya kemaleman, rumah baru kamu kan jauh dari sini." Ucap Yusuf, "eemmm, emmm aku tau dari Iko juga sih tentang rumah baru kamu."
"Iyaaa, " jawab Gee singkat.
"Ada masalah ya, Gee?"
Gee kembali terdiam.
"Maaf, Gee."
"Ga papa kok, Suf." Gee mulai tersenyum.
"Aku boleh duduk di situ?" tunjuk Yusuf pada bangku yang berhadapan dengan Gee.
"Iya duduk aja."
"Sore dan keindahannya, aku selalu suka. Matahari yang mulai teduh." Ucap Yusuf setelah baru saja ia duduk.
"Suf?" Gee menundukkan wajahnya.
"Iya?"
"Apa yang pernah membuat kamu bersedih, Suf?"
"Saat aku dipandang baik oleh banyak orang. Tapi kenyataannya aku tidak seperti itu."
"Kalau tentang patah hati?"
"Masalah hidup itu bukan hanya kisah patah hati, Gee. Banyak sekali hal berharga selain itu. Bukankah cinta itu membahagiakan? Bukan menyengsarakan. Kalau menyakitkan itu bukan cinta, Gee. Tapi luka yang kamu pandang seperti cinta."
"Apakah Iko mencintaiku, Suf? Kamu sahabatnya, kamu pasti tau, kan?"
"Kenapa tanya aku?"
"Ya karena kamu adalah satu-satunya orang yang sangat dekat dengannya."
"Sedekat apapun kita dengan orang, kita tidak akan mampu membaca hatinya dengan tepat, Gee. Emmm udahlaaaah. Kamu mau ikut aku sekarang?"
"Ikut ke mana?"
"Ada deh, ayoooo." Yusuf segera melangkahkan kakinya lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fii Amanillah (Telah Terbit)
روحانياتGee, gadis kelahiran Jakarta itu adalah satu-satunya anak perempuan dalam keluarganya. Orangtuanya melarang keras dirinya berpacaran, namun ia melakukan itu secara diam-diam. Hingga pada akhirnya semua telah hancur, begitu juga dengan hatinya. Itula...