Malam kembali tiba setelah berminggu-minggu Yusuf tak pernah bertemu dengan sahabat baiknya itu. Kini waktu Iko dihabiskan bukan untuk bersama Yusuf lagi.
Yusuf melangkahkan kaki menuju taman samping rumahnya, ditemani gitar kesayangan yang selalu setia setiap malam. Beribu bintang menyaksikan kesedihan hati Yusuf.
Disertai angin malam yang mulai berembus perlahan, Yusuf menghentikan langkahnya dan segera duduk di rerumputan. Memeluk gitar dan memandang langit indah. Ia merasa bahwa selama ini Gee juga mencintainya, merasa Gee akan menjaga cinta juga untuknya. Namun sejak saat itu, pertanyaan hati Yusuf telah terjawab saat ia mengetahui bahwa Gee dan Iko telah bersama dan menjalin hubungan."Aku pikir kamu juga mencintaiku. Lalu bagaimana cara aku melindungi kamu Gee? Cukup dengan doa. Tak ada lagi. Aku pikir, kamu benar-benar paham maksud aku yang memintamu untuk menjaga diri waktu itu." Ucap Yusuf dengan suara lirihnya yang kemudian mulai memetik senar gitar sehingga mengeluarkan bunyi indah iramanya diiringi dengan suara khas memulai untuk menyanyikan sebuah lagu.
"Ku....
tak pernah kecewa jika apa yang hilang dariku memang benar hilang....
ku tak akan bersedih jika yang pergi tak akan pernah kembali....
karena ku tau....
karena ku yakin.....
takdirku lebih baik dari ini....
suka akan kembali....
abadi....
duka akan terkubur...
dan mati......
karena ku yakin......
takdirku lebih baik dari ini.""Suuuuuf." Teriak Iko yang sedang berdiri di lantai atas rumahnya melambaikan tangan.
"Hei, ada tetangga ternyata." Balas Yusuf dengan teriakan pula, "siniiii deh lu."
"Yaap tungguin gue di situ." Iko segera turun dari rumahnya dan menghampiri Yusuf.
"Lama, lu!." Ledek Yusuf kepada Iko yang baru saja menjatuhkan tubuh di sampingnya.
"Waduhhh, masih ada aja itu gitar tua, kalau ga salah itu dibeli pas lu lulus ujian SD kan? Gue kira udah lu kiloin di barang bekas."
"Enak aja, gitar kesayangan gue nih." Yusuf memeluk gitarnya kembali.
"Ngomong-ngomong, tumben lu malam-malam di sini sendiri, biasanya juga kalau mau ke sini ngajak gue dulu, Suf."
"Gue pikir lu ga ada di rumah lagi hari ini." Jawab Yusuf.
"Hm. Kangen juga gue sama lu. Baru malam ini nih gue ga ada ke mana-mana." Iko mulai memandang langit malam.
"Gimana lu sama Gee?" tanya Yusuf yang ikut memandang langit.
Iko mulai tersenyum, "Gee itu lucu deh, ada sesuatu di dalam dirinya, yang ga bisa gue jelasin ke siapapun, yang membuat gue merasa kalau dia adalah cinta terakhir gue."
"Jadiii, udah ketemu nih sama cinta terakhir?"
"Doain aja, semoga gue dan Gee bisa sama-sama terus."
"Ya udah kalau merasa cocok, nikahin aja dia, Ko."
"Nikah? Yakaleee gue nikah sekarang." Iko mengalihkan pandangannya kepada Yusuf.
Yusuf menganggukkan kepalanya.
"Lu sama kayak dia!"
"Sama apanya?"
"Ya sama, pikiran kalian berdua itu tentang pernikahan." Jawab Iko.
Yusuf terdiam beberapa saat, "kan kalau udah cocok, suka sama suka dan saling sayang jalan satu-satunya adalah menikah, secepatnya, daripada nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan."
"Iya gue tau kok, tapi kan gue masih mau ngejar mimpi gue dulu, Suf."
"Apa harus lu ngejar mimpi sendirian terus?"
"Tapi gue belum kepikiran untuk nikah, gue masih muda, Suf."
"Kalau enggan membicarakan tentang masa depan bersama, itu tandanya ada keinginan untuk meninggalkan. Udah cukup, udah cukup gue liat lu nyakitin perempuan, ninggalin mereka pas masih sayang-sayangnya, berkhianat dan mudah bohong, jangan jadikan Gee salah satunya."
"Ya, gue tau kok, Suf, gue ga mungkin nyakitin Gee, gue sayang sama dia."
"Kata-kata lu yang tadi, tentang lu yang ga mungkin nyakitin Gee, lu akan tetap nyakitin dia kalau lu mencintai dengan cara yang salah."
Iko mulai menundukkan wajahnya.
"Lu ngerti maksud gue kan, Ko?
Iko menganggukkan kepalanya beberapa kali.
"Jangan pernah menjadi sosok laki-laki yang akan gagal di masa depan. Kita harus punya bekal untuk bahagia, Ko. Bahagia di jalan yang sebenarnya. Jangan pernah salah menilai jalan itu. Agama kita melarang berpacaran sebelum menikah. Hukumnya haram. Gue bicara seperti ini bukan karena gue sudah tak melakukan keburukan, Ko. Tapi gue mau ke jalan yang benar barengan sama lu. Gue ga mau sendiri doang."
"Tapi apa gue bisa menjadi sebaik yang lu inginkan?"
"Bisa. Jangan selalu dipandang ga bisa."
"Gue adalah orang yang buruk, Suf. Gue ga kayak lu."
"Bahkan orang munafik itu adalah diri gue sendiri, Ko. Gue yang selalu lu nilai baik."
Iko kembali terdiam.
"Sekarang berhenti menilai kalau diri lu itu buruk. Perbaiki semuanya."
"Suf, Gee adalah perempuan terakhir gue."
"Lu harus pegang omongan itu, Ko. Gue ga mau sahabat gue selalu melakukan hal buruk, apalagi sampai melukai perasaan orang lain, yang gue pikirin adalah lu, lu yang udah kayak saudara gue sendiri." Yusuf menepuk pundak sahabatnya, "Gue balik dulu, Ko." Yusuf pun bangkit dari duduknya dan segera melangkahkan kaki untuk kembali ke rumah.
"Makasih, Suf." Iko mengeluarkan suara setelah Yusuf hampir masuk ke dalam rumah.
Yusuf pun kembali menoleh ke arah sahabatnya dengan senyuman terbaik, seolah pertanda bahwa ucapan terimakasih Iko telah dijawabnya. Kemudian Yusuf kembali melangkahkan kaki menuju kamarnya.
Setibanya di kamar, diletakannya gitar kesayangan itu di bagian samping lemari dan Yusuf segera menjatuhkan diri di atas tempat tidur. Lampu jingga yang menerangi kamarnya sedikit redup malam itu. Yusuf kembali terbayang akan pertemuannya bersama Gee. Sosok perempuan pertama yang berhasil mencuri hatinya. Berkali-kali Yusuf berusaha untuk melupakan namun berkali-kali juga caranya sia-sia. Di dalam pikirannya terlintas wajah Gee yang sangat anggun itu.
"Astagfirullahaladzim." Yusuf mulai memejamkan matanya, "Ya Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, ampunilah dosa dan kesalahan hamba. Ampunilah kelalaian hamba dalam beribadah kepada-Mu. Ya Allah buanglah segala pikiran dan perilaku buruk yang ada di diri hamba. Sungguh, besarnya cinta ini hanya untuk mencintai-Mu Ya Allah. Ya Allah yang maha mengetahui, ketetapan-Mu adalah hal yang paling sempurna, jika memang dia jodoh hamba, biarkanlah cinta ini tetap suci atas nama-Mu, buatlah rasa itu hadir dalam diri kami berdua, bukan hanya salah satunya saja, agar kami dapat merasakan anugerah dari-Mu Ya Allah. Dan jika dia bukan jodoh hamba, hapuskanlah perasaan ini dan hapuskanlah ia dari ingatan hamba Ya Allah, Aamiiin."
Yusuf tak henti untuk berdoa di setiap sujud malamnya, ia selalu berusaha menerima apa pun yang telah terjadi. Sosok Yusuf semakin terlihat kuat karena dirinya terus yakin bahwa kelak ia akan menerima hadiah terbaik saat ia mampu melewati hari ini dengan ketulusan.
"Kata orang ikhlas itu memang sakit. Tapi sebenarnya belum ikhlas jika masih terasa sakit. Ikhlas yang sebenarnya ikhlas adalah tulus menerima semua hal karena Allah SWT, maka akan hilang rasa sakit itu. Bismillah."
Hati Yusuf yang sebenarnya teriris itu tak masalah baginya, saat ia lebih mementingkan ketetapan Allah perihal pendamping hidup dan berusaha untuk selalu berdoa agar perempuan yang telah tertanam dalam hatinya itu selalu dilindungi setiap waktu. Ikhlas, seperti Surah Al-Ikhlas, tidak ada kata ikhlas di dalamnya, namun hati akan selalu mengetahui kesakitan itu kecil dan hanya cinta Allah yang besar.
Mungkin semuanya akan berubah, entah sesuai yang diinginkan atau sesuai yang ditakutkan, seperti awan cerah yang kadang juga terlihat gelap, Namun awan tetap ada, kenapa masih ada? Karena Allah dibalik semuanya. Allah maha mengetahui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fii Amanillah (Telah Terbit)
EspiritualGee, gadis kelahiran Jakarta itu adalah satu-satunya anak perempuan dalam keluarganya. Orangtuanya melarang keras dirinya berpacaran, namun ia melakukan itu secara diam-diam. Hingga pada akhirnya semua telah hancur, begitu juga dengan hatinya. Itula...