Lembaran demi lembaran kertas putih dibagikan oleh para mahasiswa di sepanjang kampus. Tawa gembira dari semuanya membuat keramaian lagi-lagi tercipta. Terlihat Yusuf dan Iko yang baru saja keluar dari kelasnya segera mendekati lembaran pengumuman terbaru yang telah tertempel pada mading kampus.
“Wah, beneran ada ya program ini?” tanya Iko kepada Yusuf dengan tangan yang masih menunjuk ke arah lembar pengumuman tersebut.
Yusuf terdiam memandang lembaran yang tertempel di hadapannya itu. Jauh dari Gee mungkin akan lebih baik baginya. Tak bertemu dengan perempuan dambaannya yang benar-benar harus dilupakan itu.
“Suf, gimana ? Jadi, kan?” tanya Iko dengan wajah gembiranya, “ini kan yang kita tunggu-tunggu, sebentar lagi kita lulus, Suf.”
“Iya, gue tau kok.” Jawab Yusuf perlahan.
“Kita daftar kan, Suf?”
Yusuf menganggukkan kepalanya.
“Semoga kita bisa ikut program ini dan bisa wujudin mimpi kita kuliah di sana dengan beasiswa prestasi, Suf.”
“Aamiin….”
“Ehh tapi, Suf.”
“Tapi, kenapa?”
“Tapi gimana dengan Gee? Masa gue ninggalin dia di sini.”
“Kalau lu ga mau ninggalin Gee di sini, lu ajak dia ke sana.”
“Ngajak Gee ikut gue kuliah di Eropa?”
“Ya iya, lu kan ga mau ninggalin dia.”
“Suf…Suf. Ngaco deh lu. Apa kata orangtuanya kalo gue bawa anak orang buat keluar negeri.” Iko melangkahkan kaki menuju sebuah kursi di belakangnya.
“Lu belum ngerti ya apa maksud gue? Ya lu harus nikahin dia dulu dong, orang tua dia pasti percaya dan merasa aman.” Yusuf mengikuti langkah Iko.
“Masiiih aja lu ngomong ngeselin ya! Ga semudah itu kali, Suf.” Iko duduk dan memeluk lututnya.
“Mudah, lu aja yang buat semuanya jadi sulit. Lu serius ga sih mau jadiin Gee perempuan terakhir?”
Iko menatap Yusuf yang baru saja melontarkan sebuah pertanyaan. Matanya seolah menandakan bahwa ada sesuatu yang baru saja dipikirkannya, “mmm kalo gue coba mikir sekali lagiiii, ya udah, kalau memang menikah dengan Gee adalah jalan yang terbaik, gue akan lakuin.”
Sejenak, Yusuf terdiam mendengar jawaban yang keluar dari mulut Iko, antara senang dan sedih namun Yusuf telah melakukan hal terbaik agar sahabatnya mampu memilih jalan benar dan menyudahi status pacarannya.
“Gue akan nikahin dia secepatnya. Nanti setelah gue lulus S1 gue akan selalu ngasih semangat buat dia, gue akan pergi ke Eropa untuk melanjutkan kuliah kemudian setelah Gee lulus S1 gue akan kembali ke sini untuk bawa dia ikut sama gue. Kita akan bersama selamanya.”
“Iya, itu yang terbaik.” Sambung Yusuf dengan senyumannya yang sangat tulus “Mungkin dengan kau dimiliki oleh orang lain, aku akan lebih leluasa menghapusmu dari ingatan dan tentunya dari hatiku.” Suara hati Yusuf mengiringi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fii Amanillah (Telah Terbit)
SpiritualGee, gadis kelahiran Jakarta itu adalah satu-satunya anak perempuan dalam keluarganya. Orangtuanya melarang keras dirinya berpacaran, namun ia melakukan itu secara diam-diam. Hingga pada akhirnya semua telah hancur, begitu juga dengan hatinya. Itula...