Saling membutuhkan adalah sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial.
Namun, ketika kebutuhan tersebut perlahan berubah menjadi ketergantungan ...
Kemudian melibatkan hidup dan mati, apa yang akan dilakukan?
***
Empat bulan kemudian.
"Bagaimana bisa nilaimu seperti ini? Bukannya tadi kamu menyalin tugasku Dip?"
"Aku sengaja, kalau aku mengerjakannya sungguh-sungguh. Kamu bisa jadi si nomor dua."
Pak Yanto, sopir yang telah bekerja lebih dari 10 tahun pada keluarga Jaya hanya terkekeh ringan mendengar perdebatan kedua tuan mudanya. Keriputan samar di ujung bibirnya makin kentara.
Sejak Andaru sadar dari koma panjangnya, dan kepala keluarga Jaya membawa pulang Dipa untuk mereka jadikan anggota keluarga baru. Keadaan keluarga Jaya membaik, dalam segala aspek.
Mereka lebih bahagia, tentu saja. Melihat buah hatinya kembali sehat dan mampu beraktivitas seperti anak sekolah menengah lainnya.
Tuan dan Nyonya Jaya tidak menyembunyikan fakta tentang Dipa Estu Jatmika. Semua penghuni kediamannya, mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Mereka paham apa yang harus mereka lakukan. Memperlakukan Dipa dengan baik, seperti mereka memperlakukan Andaru.
Juga larangan nomor satu yang tidak boleh mereka lupakan.
"Jangan biarkan Dipa dan Aru berjauhan, di mana ada Aru, di sana juga harus ada Dipa."
Persis seperti apa yang Tuan Jaya pernah katakan sebelumnya. Seluruh penghuni rumah hanya bisa mengangguk, menyanggupi, tidak ada satu pun yang berani menanyakan alasan di balik perintah lelaki gagah itu.
Termasuk Pak Yanto.
"Apa Mas Aru ingin mampir ke toko roti lagi hari ini?"
"Tentu sa..."
Andaru bahkan belum selesai dengan kalimatnya. Namun Dipa memotong ucapannya.
"Tidak, aku lelah Pak Yanto. Bisakah kita pulang saja sekarang?"
Pak Yanto, selalu ingat pesan tuannya. Tapi sikap angkuh dan kurang ajar Dipa selalu membuatnya jengkel. Ingin sesekali, dia menjauhkan Dipa dari Aru, untuk memberikan Dipa pelajaran. Untuk mengingatkan status Dipa, siapa dia dalam keluarga Jaya. Namun Pak Yanto tidak pernah mendapatkan sebuah kesempatan yang bagus.
Mungkin sekaranglah saat yang tepat, pikirnya.
"Bagaimana, sementara Mas Aru memilih roti saya antarkan Mas Dipa pulang lebih dahulu?"
"Tidak bisa!!"
Dipa dan Aru berseru kompak. Sampai Pak Yanto kaget mendengarnya, hampir saja dia kehilangan kendali pada kemudinya.
"Pak Yanto lupa pesan Papi?" tegur Aru, dia melirik curiga pada lelaki seumuran Ayahnya itu. Mata lebarnya menilisik lebih dalam pada ekspresi takut yang jelas tergambar dari kedua mata berkabut Pak Yanto.
Andaru memang lebih pintar dari Dipa, dia juga lebih sensitif. Sedikit saja ada yang aneh pada orang-orang di sekitarnya. Aru akan tahu hanya dengan sedikit analisa. Kata Dipa, Aru berlebihan. Tapi memang begitu adanya.
Sedangkan Dipa, dia lebih bersikap 'masa bodoh'. Dia terlalu malas, bahkan untuk berpikir. Dia tidak peduli pada orang-orang di sekitarnya. Selama dia di dekat Aru, dia akan terus sehat, dan tidak akan terjadi apa-apa pada jantungnya. Menyebalkan sekali.
"Maaf, Mas."
Saat itu, Aru merasa ada keanehan pada jawaban Pak Yanto. Ada sedikit rasa khawatir yang mulai muncul. Bukan pada dirinya, tapi pada Dipa.
Tidak seperti Aru yang hanya akan kembali terjatuh koma bila mereka berjauhan, tetapi keadaan Dipa jauh mengkhawatirkan. Dipa bisa saja terkena serangan jantung tiba-tiba, atau jantungnya mengalami kegagalan fungsi dan berujung pada kematian.
Karena memang dari awal, sebelum mereka ditakdirkan untuk bertemu. Jantung Dipa sudah dalam kondisi yang sangat lemah.
Aru melihat ke arah Dipa yang sudah tertidur di sebelahnya. Tubuh kurusnya terhuyung ke samping dan kepalanya sesekali terantuk pada jendela mobil. Padahal tinggal dua block lagi, dan mereka akan sampai di rumah. Itu artinya, Aru akan menggendong Dipa lagi kali ini.
Hubungan mereka berdua memang sudah sedekat itu. Bagai saudara kandung yang lama berpisah. Hanya ada sedikit canggung saat mereka berdua yang sebelumnya tidak saling mengenal harus tidur dalam satu kamar, belajar di kelas yang sama, dan tidak pernah berjauhan.
Termasuk pada kedua orang tua Aru. Dipa juga bersikap seolah dia juga putra mereka, merengek demi uang saku, marah ketika dia tidak mendapatkan barang yang dia inginkan. Semuanya.
Dipa berusaha keras menyesuaikan diri. Dia coba membangun suasana yang nyaman untuk semua orang. Karena dia sadar hubungan mereka hanya dilandasi pada rasa saling membutuhkan.
"Mas, kita sudah sampai. Biar saya yang menggendong Mas Dipa."
"Tidak perlu Pak Yanto, saya yang akan menggendongnya."
Aru keluar dari mobil, berjalan ke arah pintu di bagian Dipa. Namun, Dipa membukanya lebih dulu. Dia terbangun di tengah-tengah kesibukan Aru dan Pak Yanto yang memperdebatkan siapa yang akan menggendongnya.
"Tidak perlu repot. Aku jalan sendiri, berkat kalian," gerutu Dipa, sambil terus berjalan lurus masuk ke kamarnya.
Aru hanya bisa menggeleng maklum melihat tingkah Dipa. Kemudian mengikutinya dari belakang, sambil berteriak.
"Jangan tidur Dip, kita makan dulu. Aku sudah sangat laparr ...."
02.04.19
Habi🐘
KAMU SEDANG MEMBACA
CHEMISE (Complete)
Historia Corta"Bangunlah Andaru Jaya! Aku sudah di sini sekarang." "Si ... siapa kamu?" "Dipa, Dipa Estu Jatmika, kamu butuh otakku, dan aku membutuhkan detak jantungmu. Kita saling membutuhkan sekarang." A big love to @ramviari for create this beautiful cover 😍...