Empat bulan berlalu, tidak sedikit usaha Tuan dan Nyonya Jaya lakukan untuk mencari tahu tentang rahasia Dipa. Sebut saja seperti itu. Karena hanya dengan akal sehat saja tidak mungkin bisa menjelaskan fenomena yang tengah terjadi pada putra mereka.
Nyonya Jaya, dengan lemah lembut, penuh pengertian sering menanyakan pada Dipa secara langsung. Namun, dia tidak pernah mendapatkan jawaban yang mampu membayar rasa penasarannya.
Karena, setiap kali Dipa mendapatkan pertanyaan itu. Dipa akan menjawabnya dengan penuh candaan, dan cengiran tidak bersalahnya.
Seperti,
"Saat aku sakit, seorang malaikat yang cantik datang. Dia memintaku untuk menemukan anak laki-laki jelek setinggi tiang, bernama Andaru Jaya. Maka aku bisa sembuh."
Atau,
"Aku sebenarnya malaikat, jadi aku datang untuk membangunkan Aru. Hingga nanti Tuhan memanggilku, aku akan terus berada di sisi Aru, Mami. Jadi Mami tenang saja."
Begitulah, walau sudah menganggap Nyonya Jaya seperti ibunya sendiri, Dipa tidak pernah bisa berbagi misteri yang selama ini menghantui tidur Tuan dan Nyonya Jaya.
Jika boleh jujur, Nyonya dan Tuan Jaya sangat bersyukur untuk yang terjadi pada Aru dan Dipa. Selama putra mereka baik-baik saja, apapun akan mereka lakukan. Namun, akhir-akhir ini tanpa alasan yang jelas, tiba-tiba saja mereka mengkhawatirkan sesuatu yang bahkan tidak perlu untuk dipikirkan.
Mereka khawatir andai Dipa tiba -tiba lari, meninggalkan Aru. Atau orang tua Dipa datang untuk mengambil kembali putra mereka.
Dan ... ngomong-ngomong tentang orang tua Dipa. Nyonya Jaya pernah bertanya langsung pada anak itu, tentang siapa orang tuanya, di mana mereka tinggal, dan kenapa mereka tidak datang untuk mencari Dipa. Juga Dipa yang tidak pernah sekali pun menelpon atau memberi kabar pada orang tuanya, mengenai keberadaannya sekarang.
Dengan cara yang sama, Nyonya Jaya menanyakannya dengan halus dan hati-hati. Takut, jika Dipa akan tersinggung dengan pertanyaan yang dia ajukan.
Namun, lagi-lagi Dipa menjawabnya dengan candaan.
"Aku anak ajaib, Mi. Jadi, aku tidak memiliki orang tua."
Atau,
"Kan aku sudah bilang, Mi. Aku ini malaikat, mana ada malaikat yang punya ayah dan ibu?"
Selalu seperti itu. Hingga akhirnya, Tuan dan Nyonya Jaya berhenti menanyakan hal-hal konyol itu pada Dipa. Karena merekalah yang akan terlihat konyol setelahnya.
Mereka mulai bisa menganggap Dipa seperti putra mereka sendiri. Apalagi Dipa bukan anak nakal yang suka bertingkah macam-macam.
Jika tidak untuk pergi sekolah, atau acara keluarga lainnya. Dipa lebih memilih untuk tinggal di rumah, tidur, atau melihat televisi, dan menghabiskan banyak uang ayahnya untuk home shopping.
Dipa sekali.
Jangan salah sangka. Dipa tidak asal belanja. Dia hanya membeli barang-barang yang dirasa dibutuhkan. Bukan untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk Aru dan ayah ibunya.
Bahkan, Dipa pernah membelikan satu set skin care lengkap dengan anti ageing serum untuk istri Pak Yanto, kalau tidak salah namanya Bu Karni. Dipa pernah melihatnya sekali, saat Bu Karni datang ke sekolah Dipa membawakan makan siang untuk suaminya.
Menurut Dipa, Bu Karni adalah contoh istri yang berbakti pada suami. Jadi Dipa menghadiahkan skin care tersebut untuknya.
Manis sekali bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
CHEMISE (Complete)
Short Story"Bangunlah Andaru Jaya! Aku sudah di sini sekarang." "Si ... siapa kamu?" "Dipa, Dipa Estu Jatmika, kamu butuh otakku, dan aku membutuhkan detak jantungmu. Kita saling membutuhkan sekarang." A big love to @ramviari for create this beautiful cover 😍...