Lula Hilang?

244 31 10
                                    

Selamat membaca ^^

*****

Mentari mulai merangkak naik kala Arga telah menyelesaikan mandinya. Selepas memakai seragam, ia memperhatikan tampilannya di cermin. Rambutnya diolesi  gel  kemudian ditata. Setelah selesai dan memakai dasi, ia turun untuk sarapan.

Tidak ada menu seperti nasi goreng, nasi dengan ikan asin dan sambal terasi, atau sebagainya karena yang tersedia di meja makan hanya sebungkus roti tawar dengan selai cokelat. Semalam Bunda dan Ayahnya mendadak harus pergi ke Bogor dikarenakan mereka mendapat kabar bahwa Nenek penyakitnya kambuh. Berhubung hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah setelah liburan kenaikan kelas, ia tak ikut menyambangi perempuan yang telah menginjak usia enam puluh tahun itu.

Arga berdecak kesal saat terdengar suara ketukan pintu rumahnya. Pagi-pagi begini ada saja yang bertamu, batinnya. Terpaksa roti yang baru ia oles selai cokelat harus ditinggal.

Begitu membuka pintu, Arga dikejutkan dengan kehadiran wanita bersetelan blazer dan rok span hitam, tampak formal. "Mami?" beonya, "ada apa, Mi?"

Mami merupakan panggilan akrab untuk ibu Lula, gadis yang sudah bersahabat dengannya sejak dua belas tahun lalu. Jika Mami sampai datang ke rumahnya, itu berarti ada suatu hal yang penting mengingat perempuan itu sangat jarang di rumah. Boro-boro mengunjungi rumah Arga, ada di rumahnya sendiri saja bisa dihitung dengan jari dalam seminggu.

"Ga, kamu tau Lula di mana?"

Kening Arga berkerut saat pertanyaan itu dilontarkan padanya. Ia tidak tahu di mana keberadaan gadis itu. Semalam mereka hanya bertukar pesan hingga pukul sembilan malam, setelah itu ia tertidur. "Nggak tahu, Mi. Emang kenapa?"

"Semalem kami habis ada masalah. Dia pergi ke kamarnya, tapi waktu Mami cek tadi pagi, dia nggak ada di sana. Mami nemuin tali di ujung balkon kamar Lula, kayaknya dipake buat kabur. Sekarang Mami nggak tau dia di mana. Tolong bantu cariin, Ga," terang Berta, Mami Lula.

Meskipun kebingungan, Arga mencoba menenangkan Mami. "Iya Arga cariin, Mi. Nanti kalo udah ketemu, Arga kabarin. Sekarang Mami mau berangkat kerja?"

Berta mengangguk lemah. Sejujurnya hatinya tak rela juga bila belum menemukan putrinya, tetapi pekerjaan memaksanya. Ia harus berangkat ke tempat kerja untuk menghadiri pertemuan dengan beberapa konsumen.

"Yaudah Mami pamit dulu, ya. Nanti kabarin kalo Lula udah ketemu." Begitu mendapat jawaban dari Arga, Mami beranjak dari rumah sahabat putrinya sejak kecil itu.

Arga memijat pangkal hidungnya ketika panggilan teleponnya kesepuluh pada Lula itu mendapat jawaban yang sama. Bukan dari Lula, melainkan dari operator yang menyatakan nomor gadis itu tidak aktif.

Mata cowok yang tengah duduk di meja makan itu menatap kosong ke arah taman belakang rumahnya. Pikirannya melayang, memikirkan di mana keberadaan Lula. Sepersekian detik, senyum terukir di bibirnya. Ia ingat ke mana harus mencari Lula.

Pohon jambu biji yang tingginya telah setara dengan gudang rumah Arga dihuni seorang perempuan. Bukan kuntilanak atau semacamnya, tetapi cewek yang membuatnya memusingkan keberadaannya.

"Lula! Ngapain lo di situ?" teriak Arga pada gadis yang masih mengenakan baju tidur bermotif hello kitty dengan jambu biji di tangannya.

"Astaga Arga pagi-pagi udah berisik. Coba kecilin suara lo biar nggak menyakiti pendengaran dan perasaan gue yang lembut ini," sahut Lula.

Mata Arga memutar malas. Bisa-bisanya Lula bucin di saat seperti ini. Sudah dicari kemana-mana hingga Arga harus rela telat di hari pertamanya menjadi siswa kelas sebelas, tapi yang dicari tidak sadar diri.

"Turun atau gue samperin ke sana?"

Arga tidak main-main dengan perkataannya. Saat Lula tidak menggubrisnya, justru melanjutkan memakan jambu biji, Arga memanjat pohon buah tersebut. Ia duduk di cabang pohon sebelah kanan, sementara Lula di kiri, sedikit di atasnya.

"Kok, lo bisa di sini?"

"Manjatlah," timpal Lula. Ia sangat khusyuk menikmati buah yang memiliki banyak biji di bagian tengahnya itu.

"Maksud gue, gimana lo bisa masuk sini sampe gue nggak tau?"

"Bisalah. Gerbang rumah lo belum dikunci semalem, jadi tinggal masuk terus gue lewat jalan samping," terangnya.

"Gue capek nyari lo."

Lula mengangkat alisnya tinggi. "Seinget gue, nggak pernah tuh gue nyuruh lo nyari gue."

Tanggapan Lula cukup membuat Arga kesal. Ditambah lagi dengan kelakuan gadis itu yang melemparkan kulit jambu biji padanya semakin membuat ia geram. "Mami nyariin lo," tukas Arga.

"Oh ya? Masih peduli ternyata," balas Lula diiringi kekehan hambar.

"Jangan bilang gitu, Lul."

"Kenapa? Bener, kan? Kapan dia peduli sama gue, Ga? Harusnya gue nggak tinggal sama perempuan jal--"

"Berhenti, Lul," potong Arga dingin.

Lula hanya mengendikkan bahu tak acuh. "Kadang gue bertanya, kenapa gue dilahirin dari perempuan kayak dia."

"Gue bilang berhenti, Lula!" Arga mulai meninggikan nada bicaranya. Wajah cowok itu merah padam seolah menahan emosi yang besar. Ia hanya tidak ingin Lula terus menjelekkan Mami, padahal gadis itu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Kenapa?"

"LO MASIH TANYA KENAPA? MIKIR, LUL! ITU ORANGTUA LO. NGGAK BISA LO SALAHIN MAMI TERUS. COBA CARI KEJELASAN, JANGAN NILAI DARI SATU SISI AJA!"

Lula kaget bukan main saat  mendengar sederet kalimat bernada tinggi itu diucapkan oleh Arga. "Maaf," cicitnya.

Hanya satu kata yang keluar dari mulut Lula membuat Arga menyadari kesalahannya. Ia lupa kalau gadis itu tak suka dibentak atau memang semua gadis tidak suka dibentak sesalah apa pun dirinya.

Sempat terjadi keheningan antara keduanya. Lula sedang menatap daun-daun jambu yang diterpa angin sedangkan Arga sibuk menetralkan emosinya. Cowok itu mengusap kasar wajahnya lalu menggenggam kedua tangan Lula.

"Jangan bikin gue khawatir, Lul." Arga menatap tepat iris Lula. "Kalo lo anggep gue sahabat, ceritain apa masalah lo."

Lula tersenyum tipis. Ia selalu merasa beruntung memiliki sahabat seperti Arga. Semenyebalkan apa pun tingkahnya pada Lula, cowok memiliki kepedulian besar untuk orang-orang terdekatnya.

Arga masih menatap Lula, menunggu jawaban dari pertanyaannya. Terlihat Lula menghela napas pelan kemudian memberikan jawaban, "Mami mau nikah lagi."

*****

Hai~
Gimana part kali ini? Yuk, ramein komentar!
Oh ya, cerita DUA bakal update hari sabtu. Nanti kita malmingan sama Ghatsa.
Btw, ajak temen-teman kalian buat baca cerita ini juga, ya~
Jangan lupa pencet bintang di pojok kiri dan tunggu part selanjutnya~
Terima kasih sudah membaca❤

Nona Asmara [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang