Selamat membaca ^^
*****
Semua perubahan dalam hubungan wajar terjadi, apalagi jika sedang dilanda permusuhan, perubahan itu semakin nyata adanya. Arga menyadari kesalahannya. Membentak Lula terlebih saat gadis itu dalam masa sensi, jelas menimbulkan kemarahan jangka panjang.
Ini hari kedua Lula tidak mau menyapa Arga. Cewek itu selalu menghindar jika bertemu dengan Arga. Bahkan, saat di tempat duduk ketika Arga mengajak Lula ngobrol, gadis itu seolah tidak mendengar. Lama-lama Arga juga capek sendiri!
"Kak Lula masih marah sama Kak Arga?"
Semenjak dicueki Lula, Arga semakin dekat dengan Syana. Cowok itu lupa tentang fakta bahwa adik kelasnya ini alasan Lula marah kepadanya. Namun, Arga jelas mengabaikan larangan Lula sebab cewek itu mencegah Arga agar tidak dekat dengan cewek lain, sementara Lula sendiri semakin dekat dengan Delvin. Makanya, Arga juga tidak menuruti kemauan Lula.
"Biarin aja," jawab Arga. Matanya menatap lurus ke depan--bukan ke arah Syana, tapi Lula yang berada di pojok kantin.
"Aku harus minta maaf sama Kak Lula." Syana bangkit kemudian berjalan ke tempat di mana Lula dan Delvin berada. Bibir tipis yang ia olesi lip tint ketika berangkat sekolah terangkat sudutnya.
Arga segera menyusul Syana. Ia tahu, Syana akan mendapat cercaan dari Lula karena sahabatnya itu pasti belum selesai masa galaknya. Namun, Arga telat. Dirinya masih sekitar tiga meter di belakang Syana, tapi gadis itu sudah berbicara dengan Lula.
"Buat apa lo minta maaf?" Pertanyaan bernada ketus itu terdengar saat Arga baru saja sampai di sebelah Syana.
"Aku rasa Kak Lula marah ke Kak Arga karena aku," timpal Syana.
Lula menatap malas ke arah Arga. Cowok itu sama sekali tidak peka. Sudah tahu Lula marah, tapi tak ada usaha minta maafnya. Bikin kejutan kek, kasih barang buat minta maaf kek, atau apa sajalah intinya usaha. Dasarnya Arga tidak peka, bisanya cuma bilang maaf sambil mohon-mohon.
"Bukan karena lo, sih. Emang dasarnya dia salah, jadi gue marah," ungkap Lula, "udah dikasih tau, malah dia nyolot. Ngegas lagi ke gue. Wajar, dong, kalo gue marah."
"Nggak kebalik?" Kali ini bukan Syana, tetapi Arga yang menimpali. Sorot matanya menjelaskan bahwa ia tidak terima dengan pernyataan Lula yang mengatakan kalau Arga salah, padahal ini juga tidak sepenuhnya salah Arga.
"Nggaklah! Gue ngasih tau lo supaya nggak deket banget sama Syana soalnya nanti dia baper sama lo. Eh, lo malah ngegas ke gue. Bilang gue egoislah, inilah, itulah, pokoknya bikin gue kesel!"
"Lo emang egois. Ngelarang gue deket sama Syana, tapi lo sendiri deket sama Delvin."
"Dia cuma temen gue!"
"Kalo gitu sama, Syana itu udah gue anggep adik. Wajar kalo gue deket sama dia."
"Itu kalo dia juga nganggep lo kakak. Tapi sayangnya dia nganggep lo itu orang spesial, Ga!" bentak Lula.
Mereka seolah tidak peduli jika perhatian pengunjung kantin sedang terarah pada perdebatan mereka. Arga dan Lula juga masih enggan mengalah satu sama lain. Diam-diam para pengagum Arga senang melihat adu mulut antar keduanya.
Kalo mereka jauhan, ada kesempatan buat deketin Arga, dong!
Yaelah Arga pake dieyelin cewek kayak gitu. Mending sama gue.
Emang si Lula sok banget. Gaya dia pake marah segala sama Arga. Kita aja mau deket sama dia susah banget.
Masih banyak lagi gumaman-gumaman yang sebagian besar dari mulut para siswi.
Arga menetralkan deru napasnya. Raut wajahnya berubah datar begitu melihat Delvin menggenggam tangan Lula seperti isyarat agar cewek itu tidak terlalu emosi. "Terserah lo, Lul. Jaga diri lo. Ada banyak orang berbahaya yang menjelma jadi tempat bahagia. Jangan sampe ketipu," ujar Arga. Melalui mata, ia memperingatkan agar Delvin tidak macam-macam.
Karena tidak mau menambah keributan, Arga mengamit tangan Syana kemudian pergi dari kantin. Lula terduduk lemas di bangku. Perlahan bulir air mata turun di pipinya menjelaskan seberapa sakit hatinya. Ia paham kalau dirinya juga salah, tapi egonya lebih besar. Namun, karena ego itulah, dirinya kehilangan Arga. Memang banyak manusia meninggikan ego sampai tak sadar jika hal paling berharga perlahan tak lagi ada.
***
Kuda besi hitam dengan Delvin sebagai pendendara meninggalkan pekarangan rumah Lula kala Arga dan motornya memasuki halaman rumah. Cowok itu hanya mendesah sebal melihat seberapa dekat Lula dan Delvin belakangan ini. Tidak tahu perasaan ini namanya apa, yang jelas ia merasa kesepian saat Lula tidak di dekatnya.
Cowok itu baru saja akan membuka pintu, kalau suara teriakan dari rumah sebelah tidak mengagetkannya. Ia segera berlari menuju rumah Lula. Tentunya hapal betul siapa pemilik suara itu.
Di depan pintu bercat putih tulang Lula duduk dengan air mata mengucur deras. Tubuhnya gemetar dan sorot matanya ketakutan menatap sebuah kotak merah di pojok lantai. Arga menafsir kotak itu telah dilempar Lula sebab isinya tampak berceceran.
Sebuah kodok yang perutnya dikoyak hingga isinya keluar semua. Arga dengan geram segera mengambil kotak tersebut. Lula takut sekali dengan kodok apalagi saat perutnya dibelah seperti ini, makanya Arga segera membuang ke tempat sampah yang berada di dekat tiang. Namun, Arga menemukan sebuah kertas di bawah kotak tadi.
Tahu benda ini? Ia bisa hidup di tanah ataupun air. Bagaimana jika kau, hujan, turun dan berpadu denganku lantas menjadi tempat makhluk ini hidup? Sebelum itu, kauharus singkirkan semua penghalang. Kutunggu kedatanganmu.
Arga meremas benda itu hingga membentuk bulatan. Surat misterius sialan itu semakin membuat kondisi Lula drop. Sekarang saja Lula duduk dengan lutut ditekuk dan didekatkan ke dada, tatapannya benar-benar kosong.
Kedua tangan Arga melingkar sampai punggung Lula. Meski sedikit susah memberikan pelukan karena terhalang kaki Lula, Arga berusaha melakukannya. Dagunya bertumpu pada kepala Lula. "Jangan jauh dari gue. Gue nggak mau lo kenapa-napa."
*****
Halo~
Gimana part kali ini? Kalian seneng nggak kalo Arga marahan sama Lula gitu? Emak, sih, seneng. Kan, siapa tau bisa digebet Arganya :v wkwk. Yuk, ramein komentar!
Jangan lupa pencet bintang di pojok kiri dan tunggu part selanjutnya~
Terima kasih❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Nona Asmara [Complete]
Teen Fiction[SEGERA TERBIT] --- "Sebenernya hubungan kita ini apa, sih, Ga?" "Sahabat, kan?" "Kalo cuma sahabat, kenapa lo peduli banget sama gue? Apalagi belakangan ini sikap lo nggak terlalu nyebelin, malah kadang perhatian gitu. Bener kita sahabatan aja?" ...