Selamat membaca ^^
*****
"Assalammualaikum! Arga! Yuhuuu! Selamat pagiii!"
Kebiasaan Lula berteriak setiap pagi itu membuat seisi rumah Arga harus menyediakan penyumbat telinga. Tanpa menunjukkan raut wajah berdosa saat Bunda membuka pintu rumah, Lula justru menampilkan cengiran lebarnya.
"Ini anak gadis teriaknya kenceng banget. Toak aja kalah," komentar Bunda sambil geleng-geleng tak habis pikir.
Lula mencium tangan kanan dan pipi Bunda, lalu menimpali, "Bunda udah pulang? Kapan, Bun? Kabar Nenek gimana? Sehat sentosa, kan?"
"Satu-satu nanya Alula Anisah."
"Biar cepet, Bun. Kalo kelamaan keburu lupa."
"Baru pulang tadi malam. Nenek baik-baik aja," kata Bunda, "kemarin kamu hilang?"
Lula menggeleng cepat. "Enggak, kok. Kemarin Lula di pohon jambu belakang rumah, nggak hilang."
Mirna terkekeh mendengar penuturan itu. Baginya, kehadiran Lula membuat keluarganya semakin berwarna. Gadis itu memiliki aura bahagia yang bisa menular ke orang di sekitarnya. Meskipun, semua kebahagiaannya hanya menutupi luka di hatinya.
"Yaudah ayo masuk. Arga masih sarapan. Kamu ikut sekalian sana, pasti belum sarapan juga."
Setelah mendapat perintah begitu, Lula berlari kecil ke arah dapur. Pikirannya sudah memproyeksikan masakan-masakan Bunda yang pasti menyelesaikan masalah perutnya yang kelaparan.
"Pagi semuanyaaa!"
"Nggak usah teriak-teriak kenapa, sih, Bahlul? Ini rumah bukan hutan," sarkas Arga. Ia hampir saja tersedak karena suara Lula yang berisiknya bisa terdengar semua orang di komplek.
"Ini nggak teriak, kok, tapi sapaan ceria di pagi hari supaya semangat," bela Lula sembari ikut menikmati nasi goreng yang telah dibuat Bunda.
Arga tak menjawab. Ia tidak mau menghabiskan tenaganya hanya untuk debat tidak berfaedah dengan gadis yang tidak penah lelah bicara itu. Lebih baik dia menghabiskan sarapannya yang hanya tersisa beberapa suapan lagi.
Mirna dan Satya sudah terbiasa dengan sifat Lula hanya ikut tertawa saat melihat ekspresi putra mereka yang tampak kesal sekali dengan tingkah laku Lula.
Arga mengelap sudut bibirnya agar tidak ada sisa makanan yang menempel. Ia menatap Lula yang masih makan dengan lahap, padahal ini sudah pukul setengah tujuh, alhasil dirinya harus memperingatkan gadis itu, "Buruan diabisin. Gue nggak mau telat lagi."
***
Arga harus menambah kesabarannya karena setelah kemarin ia dan Lula telat, tidak ikut upacara lantas dihukum, hari ini pembagian kelas dan dirinya sekelas dengan manusia yang suaranya mirip tarzan, walaupun mereka tidak telat --hanya hampir.
Sewaktu kelas sepuluh, ia sekelas dengan Lula, tidak sebangku, tetapi cukup membuat hidupnya nelangsa. Sekarang di kelas sebelas, sudah sekelas, Lula memaksa ingin sebangku pula, mungkin nantinya Arga akan menyiapkan penyumbat telinga. Percayalah, setiap hari mendengar suara Lula di rumah saja sudah membuatnya frustasi, apalagi di sekolah ditambah lagi. Boleh Arga lenyapkan Lula saat ini?
"Makasih Arga. Duuuh, Argaku baik banget mau sebangku sama Lula yang imut," cerocos Lula tanpa memedulikan raut sebal Arga, ia malah terkikik senang. Sementara beberapa teman lain, yang sudah pernah sekelas dengan mereka, hanya terkikik geli melihat interaksi keduanya.
"Tolong lo inget, ini karena lo paksa!"
"Ah, walaupun terpaksa kan, harusnya lo bisa nolak. Bilang aja lo nggak mau ninggalin sahabat lo yang paling cantik sejagat raya ini sendirian karena takut gue kesepian."
"Lebih tepatnya gue kasian sama orang lain yang belum pakar ngehadepin lo. Bisa-bisa dia kena serangan jantung karena dengerin mulut lo yang nyerocos nggak pernah berhenti!"
Baru saja Lula akan menyahuti perkataan Arga, tetapi seorang pria berkumis tipis dan tatanan rambut yang bisa dikatakan kekinian memasuki kelas bersama seorang murid laki-laki yang sukses membuat para siswi menahan napasnya.
"Ga, cubit gue! Ini nggak mimpi, kan? Itu cowok cakep banget," takjub Lula. Matanya tak berkedip menatap siswa tadi. Setiap lekuk wajahnya diteliti oleh Lula. Alisnya tebal, mirip ulat bulu. Bulu matanya melengkung, tampak lentik. Hidungnya bangir. Bibirnya, haduh, Lula bisa benar-benar kehilangan konsentrasi.
"Lebay," cibir Arga. Ia menatap tak suka ke arah cowok yang ia duga merupakan murid baru. Hatinya merasa ada sesuatu yang janggal tentang kedatangan cowok itu.
"Pokoknya itu cowok wajib gue gebet, Ga!"
"Iya kalo dia mau. Paling baru lo deketin aja udah kabur!"
"Dasar tukang menghancurkan harapan!" gerutu Lula, tapi tidak ditanggapi oleh Arga. Cowok itu memilih memperhatikan ke depan karena Pak Beni terlihat akan mulai angkat suara.
"Selamat pagi, Anak-anak," sapa Pak Beni, guru yang kini berdiri di depan kelas dan pandangannya menyapu ke seluruh penjuru ruangan. "Hari ini kita kedatangan murid baru. Delvin, kamu bisa perkenalkan diri."
Siswa yang bernama Delvin itu mengangguki perintah sang pengajar. "Hai semuanya. Kenalin, nama saya Aksa Delvin Arion. Kalian bisa panggil Delvin. Semoga kita bisa berteman dengan baik." Ia mengakhiri perkenalan itu dengan sebuah senyum manis.
Bertepatan dengan itu, Lula girang bukan main di tempatnya. "Astaga Arga, gue disenyumin Delvin," ucapnya sedikit berbisik agar tidak terdengar oleh semuanya, namun tetap tak menutupi rasa senangnya.
Arga yang mendengar itu akhirnya menyentil kening Lula dengan cukup keras. "Dia senyum ke semua orang! Bukan lo doang!"
"Arga ih! Lo tuh, melakukan tindakan kekerasan pada seorang sahabat. Terus juga menghancurkan impian indah gue. Hukumnya dosa!"
Kali ini bukan kening, tetapi bibir Lula menjadi sasaran sentilan Arga. "Ini mulut besok bakal gue bawain lakban biar nggak berisik," geramnya. Matanya menatap Lula dengan tajam.
Lula mengangkat tangan kanannya, berniat memukul Arga, tetapi suara Pak Beni menggagalkan niatnya. "Iya, Alula, ada yang mau ditanyakan kepada Delvin?"
"Mampus," ledek Arga.
Mendadak seluruh mata menatap ke arah Lula, membuatnya kikuk seketika. Namun beberapa detik kemudian, dia mengembalikan ekspresinya seperti biasa. Sebuah cengiran terbit di bibir mungilnya. "Delvin mau jadi topik aksara yang Lula tata?"
*****
Hai~
Gimana part kali ini? Yuk, ramein komentar!
Jangan lupa pencet bintang di pojok kiri dan tunggu part selanjutnya, ya~
Terima kasih ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Nona Asmara [Complete]
Teen Fiction[SEGERA TERBIT] --- "Sebenernya hubungan kita ini apa, sih, Ga?" "Sahabat, kan?" "Kalo cuma sahabat, kenapa lo peduli banget sama gue? Apalagi belakangan ini sikap lo nggak terlalu nyebelin, malah kadang perhatian gitu. Bener kita sahabatan aja?" ...