Selamat membaca ^^
*****
Arga kembali mengecek jam tangan hitam miliknya. Pukul tujuh kurang dua puluh menit, tetapi Lula tak kunjung tiba di rumahnya. Di-chat pun tak ada balasan. Arga sempat berniat mendatangi rumah gadis itu, tapi urung karena ia tahu jika sudah siap cewek yang suka mengoceh tersebut pasti ke rumahnya."Ga, belum berangkat?" Bunda keluar rumah dengan sapu lidi di tangan, berniat membersihkan halaman depan rumah.
"Masih nunggu Lula, Bun," jawab Arga tanpa turun dari motor kesayangannya.
"O iya, Bunda lupa! Lula udah berangkat tadi pagi waktu kamu masih dandan. Katanya, dia dijemput temen cowok, namanya Delvin kalo nggak salah."
"Kok, Lula nggak ngabarin lewat pesan gitu?"
"Nggak tau. Katanya hp-nya pecah abis kebanting." Bunda mulai menyapu dari ujung dan dikumpulkan di satu tempat. "Udah sana berangkat!" suruhnya.
Arga bergeming. Ia lupa jika setelah pencarian hari itu, Lula mendapat pesan dari nomor tak dikenal yang berupa teka-teki juga. Karena frustrasi, Lula membanting ponselnya dan belum membeli yang baru. Astaga, kadang Arga sepelupa ini.
Sekarang masalahnya, bagaimana Delvin bisa menjemput Lula sementara cowok itu belum sekalipun mengetahui rumah sahabat Arga itu. Pikiran Arga semakin berkecamuk membayangkan keadaan Lula saat ini.
"Arga! Buruan berangkat, sebelum telat. Malah ngelamun!" tegur Bunda membuat Arga terkesiap dan buru-buru memacu kuda besinya menuju sekolah.
***
"Arga, kok, lo bisa dihukum bareng Syana?"
Belum usai rasa haus Arga, tapi pertanyaan bernada memaksa itu meminta cowok yang duduk di bangku kantin pada jam istirahat ini menghentikan aktivitasnya. Berhubung waktunya tadi pagi habis karena menunggu Lula dan memikirkan kejanggalan yang terjadi, Arga telat sampai di sekolah lalu dihukum.
"Gue ketemu di jalan. Dia sendirian, jadi gue tawarin bareng."
"Terus?"
"Terus apanya?" Arga memasang tampang sedingin mungkin. Ia kesal, tentu saja. Lula biasanya berangkat dengan dia, tetapi baru sekali dijemput Delvin, langsung berpaling.
"Dia pegangan sama lo? Berarti jok lo udah ternoda, dong? Udah boncengin cewek selain gue sama Bunda. Gimana, sih, lo, Ga!" cerocos Lula. Pipinya mengembung sarat kekesalannya. Kedua tangannya menyilang di depan dada, tak lupa tatapan kesal menuju pada Arga.
"Siapa suruh lo berangkat sama Delvin."
Sesaat setelah kalimat itu terucap, raut wajah Lula berubah. "Ya, itu, abisnya gu--"
"Apa? Lo kenapa? Mau bilang kalo nggak mau sia-siain kesempatan? Iya, gue tau," potong Arga. Ia meneguk lagi air mineral di tangan kanannya untuk meredam haus dan emosi yang menjalar seketika. "Dari mana dia dapet alamat rumah lo?" tanyanya, ketika perkataan sebelumnya tak mendapat tanggapan dari Lula.
"Nggak tau," cicit Lula. Jemari tangannya saling beradu untuk meredam ketakutan. Jelas ia tahu jika Arga tengah meredam emosi. Terbukti dari botol air mineral yang berubah wujud dan buku jari Aega memutih.
"Jangan ulangin," tukas Arga dingin. Cowok yang basah oleh peluh itu berlalu dari hadapan Lula tanpa sekalipun menoleh pada sahabatnya.
"Arga marah sama lo, ya?"
Sebuah suara dari arah belakang mengagetkan Lula yang tengah menatap kepergian Arga. "Eh, Delvin. Iya gitu, deh," timpalnya kikuk. Ia duduk di bangku yang semula ditemlati Arga kemudian diikuti oleh Delvin. "Lo tau rumah gue dari mana, Vin?" Lula lantas menanyakan apa yang menjadikan kebingungannya dan Arga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nona Asmara [Complete]
Teen Fiction[SEGERA TERBIT] --- "Sebenernya hubungan kita ini apa, sih, Ga?" "Sahabat, kan?" "Kalo cuma sahabat, kenapa lo peduli banget sama gue? Apalagi belakangan ini sikap lo nggak terlalu nyebelin, malah kadang perhatian gitu. Bener kita sahabatan aja?" ...