"Donghyuck..." Mark duduk di samping Haechan yang sedang duduk di depan kelas sambil meniupi lukanya yang masih terasa perih apalagi hujan tadi membuat lukanya basah.
"Ya?"
"Maafkan aku..." Entah kerasukan setan apa. Seumur hidup Mark ini kali pertama Mark meminta maaf pada teman meski dia tidak bersalah. Padahal saat sebelum ini, Mark tidak pernah mau meminta maaf meskipun dia yang bersalah.
"Maaf? Untuk apa?" Haechan menatap Mark sambil tersenyum membuat Mark sedikit memalingkan wajahnya dan menjulurkan lidahnya seperti usai memakan jeruk nipis.
"Waktu itu aku cuek padamu, aku kemarin meremas lukamu," Mark menunduk, tidak berani menatap Haechan takut jika Haechan mengajaknya baku hantam.
"Tidak apa apa, lagi pula kan kemarin kau tidak sengaja," Haechan menarik ujung bibirnya membentuk senyuman.
Mark pergi begitu saja setelah mengucapkan kata kata itu. Haechan menatap punggung Mark yang mulai menjauh dari hadapannya.
"Syukurlah dia memaafkan ku," Mark menghela napasnya merasa lega. Soobin juga ikut senang. Sebenarnya Soobin yang mengusulkan agar Mark meminta maaf pada Haechan. Soobin awalnya ragu tetapi apa salahnya ia menyuruh Mark. Walaupun ini pertama kalinya untuk Mark.
○○
Hujan turun begitu saja membasahi halaman sekolah. Mark masih menunggu anak anak keluar dari sekolah.
Mark mengeluarkan jas hujan dari tas nya. Sesekali melirik Haechan yang kedinginan. Mark tersenyum kecil saat menatap Haechan. Mark merasa gemas dengan wajah Haechan saat ini.
Tetapi Mark sedikit curiga jika Haechan itu menangis."Kau menangis?" Mark menyentuh pundak Haechan. Haechan langsung menghapus air mata yang ada di pipinya dan sekitar matanya.
"Ahh tidak... sudah reda, kau tidak pulang?" Haechan beranjak dari duduknya dan segera pergi meninggalkan Mark disana namun Mark segera menarik tangannya.
"Ada Apa?" Haechan bertanya ketika wajahnya sudah berpapasan dengan leher putih Mark.
"Hati hati,"
Haechan menepis tangan Mark yang masih memegang tangannya. Ia ingin pulang saat ini.
Mungkin dirinya ingin pulang tetapi dia tidak ingin jika ia berada di rumah. Jika berada di rumah ia sering disiksa dan dicaci maki oleh kakaknya. Ya itu semenjak orang tua Haechan meninggal dan ia hanya tinggal bersama satu kakak laki lakinya yang jahat.
"Apa aku harus pulang?" Haechan mengingat dirinya yang kemarin pulang terlambat lalu di marahi oleh kakaknya.
'Ya! Kenapa kau baru pulang malam ini? Kau kemana saja! Apa kau tidak ingat rumah? Tugasmu itu banyak kau mengerti?'
Haechan lebih baik tidak pulang. Setidaknya uang saku nya masih cukup untuk besok. Haechan anak yang hemat.
Ia menghembuskan napasnya sambil menatap lapangan yang menjadi tempat duduknya sekarang. Terkesan sepi saat malam hari dan Haechan merasa sedikit kedinginan apalagi di cuaca seperti ini.
"Aku harus tetap berada di sini!" Haechan menekuk lututnya dan memeluknya. Merasa sedih karena ia hanya sendiri. Tetapi setidaknya Haechan bisa tenang.
"Bagus sekali kau ada disini malam malam... apa kau mau melarikan diri? Sudah bagus aku mau menyekolahkanmu!"
Orang yang sebenarnya tidak diinginkan Haechan pun datang. Dia adalah Doyoung kakak tirinya, ia langsung menyeret Haechan untuk ikut dengannya namun Haechan memberontak dan menatap tajam kakaknya itu.
Plak.. tamparan keras mendarat tepat di pipi Haechan membuat pipinya merah dan perih. Haechan memegangi pipinya yang perih akibat tamparan kakaknya itu.
"Apakah hyung satu hari saja tidak bisa berperilaku halus padaku? Apa hyung tidak ikhlas merawatku?" Haechan terus menangis sambil berdebat dengan kakaknya itu. Sepertinya tidak ada gunanya Haechan bertele tele seperti ini. Kakaknya yang bernama Doyoung itu pasti tidak peduli dengannya.
"Kau pikir aku kasihan padamu jika kau menangis seperti ini? Pulang atau kau akan menerima akibatnya nanti," Doyoung menampilkan seringainya. Ia menahan baju belakang Haechan saat Haechan akan pergi.
"Lepaskan aku!!"
Haechan akan berlari saja jika seperti ini. Tetapi gagal karena Doyoung sudah meletakkan kakinya membuat Haechan jatuh tersandung.
"Ck lemah!"
Doyoung pergi dari hadapan Haechan. Syukurlah Doyoung tidak menyeret Haechan untuk pulang. Ia mungkin akan disiksa di rumah jika ia ikut.
"Ya tuhan kapan kau mengubah nasibku?" Air matanya keluar begitu saja membasahi pipi Haechan. Punggungnya bergetar. Ia tidak peduli jika besok sekolah. Jika bisa ia ingin mati saja saat ini.
"Setidaknya kau pulang, aku tau sebenarnya kak Doyoung itu menyayangimu," seorang wanita yang tiba tiba muncul duduk di samping Haechan dan menenangkan Haechan yang menangis.
"Itu mustahil..." Haechan menengok ke arah wanita yang sedang mengajaknya berbicara
"Aisyah?"
TBC
Voment. Ya