"Aku tau tapi aku tidak tau" kata kata itu keluar saja dari mulut Mark. Apa yang Mark katakan saat ini.
Mark menggaruk tengkuknya yang tiba tiba gatal. Atau terkena virus?? Mark menatap kotak obat yang ada di kamarnya. Sedangkan Haechan yang tadi ia bawa ke rumah sedang tertidur di kasurnya.
Niatnya Mark ingin meminta ayahnya untuk mengobati luka Haechan tetapi ayahnya sedang pergi bersama bundanya untuk berbelanja
"Ah Soobin, apa kau tau dimana aku meletakkan spiritus? Atau bensin dan spesiesnya?" Mark melirik pada Soobin yang sama sama bingung. Kotak obat itu sangat berantakan.
Mark sesekali menengok ke arah Haechan yang tertidur. Meringis saja dengan luka yang ada pada tangan Haechan dan bekas air mata Haechan di sekitar matanya. Itu pasti sangat sakit.
"What do you mean Mark?? Spiritus? What are you doing with it? Mengobati luka Haechan? I dont think so, you are crazy," Soobin menggeleng dengan apa yang akan Mark lakukan.
Betapa bodohnya Mark yang akan mengobati Haechan dengan spiritus. Mark akan membakar Haechan? Tidak manusiawi, gila. Mark gila.
Ia mengambil obat merah di kotak obatnya beberapa lembar kapas dan kain kasa. Ia mulai membuka tutup botol obat merah itu dan mulai meneteskan obat merah itu ke luka Haechan, hingga habis. Itu sangat banyak hingga meluber sampai meresap ke kasurnya. Membuat Haechan terbangun dan berteriak.
"AKHHHHHHHH!!!" Teriakan Haechan membuat Mark dan Soobin menutup telinganya. Hebat juga ternyata teriakannya cukup kuat.
Haechan mengipasi tangannya dengan tangan kirinya sambil meniup niup lukanya. Mark memang kejam. Tidakkah dia berfikir betapa perihnya luka ini? Oh dramatis.
"Hiks... huhuu sakit sekali..." Air matanya mengalir deras. Mark sebenarnya merasa tidak tega ya mau bagaimana lagi? Hati Mark sangat ingin menuangkan satu botol obat merah itu ke luka Haechan saking geramnya.
"Aku geram..." Mark mengambil gelas berisi air putih di nakas kamarnya dan meneguk air itu.
Soobin membantu meniup luka Haechan dan terlihat jelas raut wajahnya yang panik. Tidak habis pikir dengan temannya ini. Memang bodoh dasar...
"Ayo pulang," Mark menarik tangan kanan Haechan dan tidak sadar jika ia meremas lukanya menambah sakit luka Haechan. Membayangkannya saja sudah ngeri apalagi merasakannya sendiri.
"Bodoh! Haaa!!! Sakit... hikss... ayah..."
"Mark, kau benar benar," entah dari kapan Ayahnya berada di kamarnya namun Ayahnya terkejut dengan apa yang dilakukan Mark.
"Ayah??"
Ayah Mark memperhatikan bagaimana anaknya memperlakukan temannya. Menyedihkan,
"Mark apa yang kau lakukan? Kenapa temanmu ini? Apa kau yang melukainya??"
○○
Insiden kemarin membuat Mark mengacak acak rambutnya. Seharian kemarin ayahnya terus menyalahkan dirinya gara gara Haechan.
Mark saat ini sedang menghapus papan tulis kelas. Dan sesekali menengok ke pintu kelas apa Haechan sudah berangkat? Itu tidak menunjukkan Mark peduli. Mark hanya mementingkan dirinya sendiri. Ia takut Haechan meninggal dan ia akan dipenjara. Padahal hanya tangan yang luka... terserah Mark saja .
"Oh tidak Haechana apa kau tidak apa apa?"
"Kenapa ini bisa terjadi?"
"Tanganmu kenapa?"
Suara pertanyaan pertanyaan terdengar di telinga Mark. Sepertinya Haechan sudah datang.
Ternyata benar. Haechan datang dengan tangan yang terluka seperti kemarin namun sudah lumayan kering hari ini. Mark lega, Haechan tidak jadi meninggal.
"Kau tidak meninggal Kan?" Astaga Mark. Siapa saja yang mendengar perkataan itu pasti ingin menamparnya.
"Aku tidak meninggal," Haechan berbicara lirih dan duduk di kursi nya. Tatapannya berubah menjadi seperti sosok yang misterius. Tidak seperti kemarin yang murah senyum.
"Oh Haechan ayolah kau kenapa? Kau harus baik baik saja! Jangan meninggal, aku tidak mau dipenjara,"
"YA AMPUN MARK HARUS KU KATAKAN BERAPA KALI?! AKU MASIH HIDUP, APA KAU PAHAM?!" Haechan menutup wajahnya dengan tas dan meletakkan wajahnya di meja.
"Yess yuhuuu aku bahagia sekali. Terimakasih Haechan tidak jadi meninggal!!" Mark seperti monyet berayun. Dia tidak bisa tinggal tenang dan berlarian keliling kelas dengan berteriak yuhuu. Dia benar benar gila.
Anak satu kelas yang melihatnya hanya memasang wajah datar. Betapa gilanya ketua kelas mereka.
Soobin yang baru datang ke kelas langsung berlari ke meja guru dan mengambil kaleng tempat spidol lalu mengambil ancang ancang untuk melempar kaleng itu pada Mark.
"Hana... dul... set..."
Prang.... kaleng terlempar mengenai kepala Mark lalu memantul ke tembok dan akhirnya jatuh ke lantai.
Mark mengelus kepalanya yang sedikit benjol mungkin. Soobin tidak manusiawi. Sebelas dua belas dengan Mark:))
"Ngomong ngomong, Haechan kau tidak mau meminta maaf padaku? Kan kau yang membuat 'kita' jatuh?" Mark berkata seolah dia tidak bersalah. Sebenarnya memang tidak bersalah.
"Iya aku minta maaf padamu" mungkin Haechan diciptakan untuk sabar.
Voment ya