DKC-7

223 9 5
                                    

Selembar kertas

Kupersembahkan untukmu

Hanya selembar kertas,

Kau boleh menulis apa saja

Aku pun begitu

Hanya saja aku hanya menulis namamu

Tanpa ku tau apakah kau juga begitu

Tapi tak apa,

Mengingat hanya aku saja yang menginginkan.

-a.

##

Udara malam menemaniku malam ini. Aku berdiri di teras belakang rumah nenek Sambil memikirkan kejadian sore tadi.

Flashback on

Siang itu hujan turun rintik-rintik. Aku yang berjalan dibelakang pemuda itu, berjalan dengan jarak yang lumayan jauh, tapi sesekali dia menengok kebelakang untuk memastikan apakah aku masih mengikutinya atau tidak.

Tidak ada obrolan diantara kami selama diperjalanan. Hanya suara kaki melangkah karna harus menghindari lubangan akibat hujan tadi.

Disaat sudah setengah perjalanan tiba-tiba hujan turun semakin deras yang membuat aku dan dia berlarian untuk mencari tempat berteduh.
Di sebrang jalan ada sebuah rumah gubuk tidak berpenghuni aku dan riki pun memutuskan untuk berteduh dibawahnya.

Masih sama, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami. Akupun tak berani jika harus memulai obrolan dengannya. Ada rasa takut yang menyelimuti diriku, takut bila orang menjadi salah paham jika melihat aku dan riki sedang berteduh ditempat yang sama.

Tidak berhenti mulut ini untuk beristighfar, memohon ampunan kepada Allah karna telah berduaan dengan yang bukan mahramnya, walau kutahu ini darurat.
Kulihat dia sedang berdiri bersandar dibawah tiang gubuk sambil mulut terus saja bergerak, sepertinya dia sama denganku, takut bila terjadi fitnah antara kami berdua.

Hujan masih turun dengan sangat derasnya, dan hari pun telah sore. Kuperhatikan dia seperti sedang gelisah, terlihat dari raut wajahnya walau hanya dari samping.
Kuberanikan diri untuk mengangkat suara untuk bertanya perihal mengapa dia terlihat gelisah seperti itu.

"Kak riki kenapa terlihat gelisah? Apa ada sesuatu?" ucapku sedikit ragu.

"Ini sudah sore, sudah saatnya sholat ashar, saya takut jika saya sholat tidak tepat waktu,"jawabnya dengan posisi yang sama tanpa menoleh sedikitpun. Ah iya, sudah sore dan kebetulan aku sedang udzur dan belum mandi wajib.

"Bagaimana jika kak riki pulang duluan saja, pakai saja cardigan ku untuk pelindung kepala agar tidak pusing terkena hujan, aku bisa pulang sendiri lagian juga sudah hampir sampai rumah nenek"ku ulurkan tanganku memberikan cardigan yang selalu ku pakai bila keluar rumah.

Dia melihatku sekilas kemudian berbalik lagi.

"Ga usah, kamu pakai saja. Saya akan pulang jugaan baju saya udah terlanjur basah." jawabnya.

"Saya duluan. Assalamualaikum" sambungnya lagi.

Flashback off

Aku tersenyum getir bila mengingat kejadian itu. Tak sepantasnya aku mengharapkan yang lebih.
Ya muqollibal qulub, tsabbit qolbi 'alaa diinik. (Wahai dzat yang maha membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku diatas agama-Mu).

Kuhentikan aksi melamunku, karna terlalu lama melamun aku sampai tak sadar bila sudah adzan isya dan akupun langsung menuju untuk mengambil air wudhu untuk menunaikan kewajiban umat muslim.

DIAMKU karna CINTAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang