Part 5

1.5K 107 14
                                    

"Pagi semuanya!" teriak Gio yang memecah keheningan kelas.

"Biasa aja kali! Gak perlu teriak juga, semua orang denger kali, ah!" sahut Sri sembari memukul pelan lengan pria yang baru saja duduk di sebelahnya.

"Sri, pinjam pr Kamu. Saya belum selesai," ucapnya segera menyalin jawaban.

"Saya gak sengaja dengar tadi obrolan Bu Endang dengan beberapa senior yang katanya bakalan masuk ke kelas kita," ujarnya sambil sesekali fokus dengan buku di hadapannya.

"Semoga aja kita gak belajar hari ini. Aku males banget belajar fisika sama guru killer kaya Pak Mario," gerutu Indah menopang dagu dengan kedua tangannya.

Yola tiba-tiba muncul entah darimana dan bertanya, "Seniornya ganteng gak, Gi?"

"Biasa aja. Ganteng juga Saya," jawab Gio enteng disertai tonjokan kecil yang dilayangkan Yola padanya.

"Selamat pagi Adik-adik ...." Suara bariton itu menghentikan seluruh aktivitas siswa yang ada di kelas. Tanpa di minta, mereka langsung kembali menuju tempat duduknya masing-masing. "Maaf mengganggu waktunya sebentar," tambah lelaki yang tengah berdiri di depan kelas.

"Gak apa-apa Kak, lama juga boleh," ucap mereka kompak.

Kedua lelaki jangkung yang berdiri berdampingan itu hanya menoleh kemudian tersenyum. Ternyata semua siswa begitu, gak mau belajar tapi mau lulus dengan nilai yang memuaskan.

Indah menyenggol lengan Dila pelan, "Dil ... itu kak farid, bukan?"

Dila yang tengah sibuk dengan buku di hadapannya kemudian mendongak mengikuti arah pandang Indah. "Iya Ndah, itu kak farid."

Kedua lelaki jangkung itu memperkenalkan diri mereka. Setelah itu mereka bergantian menyampaikan materi yang disimak dengan seksama oleh siswa, sesekali terdengar gelak tawa akibat lelucon yang diciptakan oleh senior dihadapan mereka.

"Di sini ada yang sudah punya rencana mau lanjut kuliah?" tanya Arga memasukkan sebelah tangannya ke saku celana.

"Ada!" jawab mereka serempak.

"Atau ada yang mau kerja?" tambahnya. Terlihat beberapa siswa mengacungkan tangannya.

"Bagus juga tuh. Kerja dulu nanti baru lanjut kuliah. Banyak kok yang begitu sekarang. Ada yang mau langsung nikah, gak?" tanya Arga lagi.

"Dila, Kak" ucap seluruh siswa serentak sambil menunjuk Dila.

Dila mengedarkan pandangan ke seluruh temannya seraya menaikkan sebelah alisnya menunjukkan ekspresi 'kok aku?'

"Bu–bukan Saya, Kak," sanggah Dila terbata.

"Dila itu udah cocok, Kak," celetuk Rika.

"Soalnya Kak, Dila itu orangnya penyayang, pinter masak, disiplin, dan sifat ke-ibuannya ituloh yang bikin dia semakin cocok. Tapi dia sedikit cerewet." Lia mengedipkan sebelah matanya pada Dila. Dila menatap tajam Lia–teman sekelompok fisikanya.

Melihat suasana Dila yang kurang baik, Farid membuka suara, "Nikah juga bagus kok."

"Nikah gak menghambat siapapun untuk terus belajar, kan? Kamu juga nanti bisa kuliah setelah nikah." Ucapan Arga seakan menuntut jawaban dari gadis yang bernama Dila itu.

"Ehem ... tuh, Dil! Masih bisa kuliah setelah nikah."

"Udahlah, langsung aja sama Kak Arga, ya gak?" goda Gio membuat seisi kelas jadi heboh.

"Iya, sama Kak Arga aja"

"Ciee"

"Ehem"

"Udah terima aja, Dil."

"Kak Arga, ini ceritanya sekalian cari pasangan, ya?"

-----

"Dila itu udah cocok, Kak."

"Soalnya nih ya, Dila itu orangnya cerewet, abis itu dia penyayang, pinter masak, disiplin, dan sifat ke-ibuannya ituloh yang bikin dia semakin cocok."

"Jadi namanya Dila" gumam Arga mematikan mesin mobilnya. Lengkungan sabit tercipta di bibirnya. Kalimat itu terus berputar di otaknya.

Arga berjalan masuk ke dalam supermarket membeli beberapa keperluannya. Sedang asik memilih barang, ada seorang anak kecil yang berlari kemudian menubruknya dan terjatuh.

"Aduh ..." ringis anak perempuan tengah mengusap dengkulnya pelan.

"Kamu gak apa-apa, Dek? Apanya yang sakit? Maaf ya ... Kakak gak liat jalan tadi," ucap Arga mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan anak itu sembari memeriksa keadaannya.

"Wawa gak apa-apa kok, Om." Anak kecil yang bernama Wawa itu berdiri membersihkan pasir yang masih menempel di lututnya.

"Alhamdulillah kalau gitu. Kamu kenapa lari-lari sendiri? Mama kamu kemana, Sayang?" Arga mengelus pelan kepalanya.

"Wawa gak tau juga, Om. Tadi Wawa mau main petak umpet."

Arga mengernyitkan dahinya, kemudian merogoh saku celananya untuk mengambil gantungan kunci yang bergambar bunga kaktus dan menyodorkannya pada gadis kecil itu, "Ini buat kamu."

"Terima kasih Om ganteng." Wawa memeluk Arga lalu mencium pipi kanannya.

Arga terkekeh kemudian mencubit pipi gadis kecil itu gemas.

Di sisi lain ...

"Wawa ..." panggil Dila memeriksa setiap sudut supermarket, tapi belum juga melihat anak yang di carinya.

"Kakak ..." sahut gadis kecil, siapa lagi kalau bukan Wawa.

Dila langsung menggandengnya kemudian membawa es krim kesukaannya untuk di bayar di kasir.

"Wawa kemana tadi?"

"Ketemu Oom ganteng,"

"Oh ya? Siapa?"

Gadis kecil dihadapannya tampak berpikir sejenak, membuat Dila tersenyum gemas.

"Wawa juga gak tau, Kak. Wawa di kasih ini sama Oom ganteng," ucapnya menunjukkan gantungan kunci bergambar bunga kaktus itu.

"Wah, ini anaknya ya, Mbak?"

"Bukan Mbak. Ini anak kakak sepupu Saya," jawab Dila ramah.

Setelah semuanya selesai, Dila membawa Wawa ke taman bermain.

-----

Terimakasih ya sudah mampir. Doakan supaya nulisnya lancar terus🧡

Pelengkap ImanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang