[2] Ijin

563 73 28
                                    

Mina POV

Saat istirahat, aku memilih untuk pergi ke perpustakaan. Maklum lah, aku suka suasana damai. Tiba tiba seseorang duduk di sebelahku.

"Hai." Sapanya. Aku hanya menengok sebentar. Mataku sedikit kaget saat mengetahui bahwa Jeongyeon si pengantar surat itu yang duduk di sampingku.

Aku tidak menjawab dan kembali fokus pada novel ku. Entah kenapa, aku suka aroma parfumnya.

"Kau tidak menjawab? Jangan sombong. Walaupun kau berusaha keras, kau akan luluh padaku." Jelasnya sambil menopang kepalanya untuk menatapku. Aku balas menatapnya.

"Kenapa?" Ku tanya.

"Ya, karena kau mencintai ku." Dia tersenyum. Demi Tuhan aku ingin tersenyum, bahkan tertawa. Tapi, sepertinya gengsi ku tinggi.

"Garing." Sindir ku. Aku membaca kembali novelku.

"Kau tau penjaga itu?" Ucapnya tiba tiba sambil menunjuk penjaga perpustakaan yang kita kira umurnya sudah berkepala empat.

"Kenapa?" Jawabku bingung dengan setiap tingkah anehnya.

Kemudian dia mendekatkan mulutnya ke telingaku.

"Aku ingin memberitahunya bahwa Myoui Mina akan menjadi kekasihku nantinya." Sungguh! Dia mengucapkannya dengan nada santai. Seakan-akan ia sedang memberitahu orang lain.

Aku memilih tidak menjawab dan sedikit menurunkan anak rambutku agar menutupi wajahku. Aku malu jika dia melihat wajah merah ku ini.

"Baiklah, aku ada urusan. Bye, future!" Hatiku sedikit tidak rela membiarkan si pengantar surat itu pergi. Ingin sekali aku menarik tangannya untuk duduk kembali dan menjawab pertanyaan ku dengan jawaban jawaban aneh yang menghibur hati dan pikiran ku.
.
.
.
.
.
"Bye, Mina!" Jihyo dan Sana pulang menggunakan taksi. Sebenarnya mereka sudah mengajakku untuk pulang bersama. Tapi, aku ingin berjalan kaki sekalian olahraga.

Aku memulai perjalanan pulang ku. Namun, masih beberapa langkah, klakson mobil membuat langkahku terhenti.

Si pengantar surat keluar dari mobil  sebelum menghampiriku. Sepertinya ada temannya di kursi sampingnya.

"Mau ikut denganku?" Tanyanya. Seperti tadi, senyum manis itu tidak pernah pudar.

"Kemana?"

"Mau atau tidak?" Dengan sedikit ragu aku meng iyakan ajakannya.

"Baiklah!" Girangnya. Dia kembali untuk menghampiri temannya itu.

Samar samar aku mendengar obrolan mereka.

"Hyun, hari ini bisakah kau pulang menggunakan taksi?"

"No! Hari ini panas, Jeong."

"Aku akan mentraktirmu nanti. Ya? Kumohon, bantulah sahabatmu ini."

"Aish! Baiklah! Untung kau temanku."

Akhirnya teman Jeongyeon itu keluar dari mobil. Jeongyeon menghampiriku lagi.

"Hmmm... Mina, silahkan~" Dia membukakan pintu mobil untukku seakan aku putri kerajaan.

"Terimakasih."
.
.
.
.
.
"Kita mau kemana?" Tanyaku yang saat itu tidak tau tujuan perjalanan kita.

"Kemana saja asalkan bersamamu:)" Aish, gombalan klasik itu kenapa mudah sekali membuat wajahku panas!?

"Tunggu, Aku baru sadar bahwa kau lebih cantik saat di lihat dari dekat seperti ini."

"Terima kasih." Ku palingan wajahku melihat jalanan.

Setelah beberapa saat, kami sampai. Ternyata dia malah membawaku ke tempat pelatihan skateboard. Dasar aneh.

Jeongyeon menghampiri temannya. Aku melihatnya mengambil satu papan kemudian memberi isyarat kepada ku untuk menghampirinya.

Yaa.... Aku menurut saja.

"Kenapa?"

"Ingin bermain?" Tanyanya sambil pandanganya melirik pada papan skateboard di tangannya.

"T-tapi aku tidak bisa." Dasar bodoh, kenapa malah gugup hanya untuk menjawab tidak bisa saja. Apa aku takut dia kecewa?

"Tenanglah, tujuanku kesini adalah untuk mengajarkanmu. Kau tidak keberatan?" Terlihat seperti nada memohon. Hal itu tersirat dari sorot matanya.

Awalnya hati ini menjawab tidak. Tapi, sepertinya dugaan ku di luar ekspektasi. Dengan entengnya aku mengangguk sambil tersenyum.

Dia mengajarkanku teknik teknik dasar bermain skateboard. Dengan telaten dia memperhatikan setiap gerakan yang ku timbulkan untuk mendorong laju papan tersebut. Dan, kalian tau? Saat aku berhasil, saat itu juga aku memeluknya sambil berjingkrak. Setelah ku peluk dia bilang,

"Sepertinya kau mau membunuhku. Lihat, saat kau memelukku. Di sini akan bekerja lebih cepat!" Dengan wajah cute nya aku dia memegangi dadanya dan berlagak sesak nafas. Sungguh, aku sedikit malu.

Sore itu, aku terus tertawa. Sampai sampai aku terasa nyaman sekali berada di sampingnya. Bahkan tangan kami sudah tidak segan untuk berpegangan.

Kami beristirahat di pinggir tempat latihan. Saat keheningan menyelimuti kami, Jeongyeon memanggilku.

"Mina." Panggilnya lembut.

"Apakah kau percaya bahwa perjuanganku untuk membuatmu bahagia tidak akan sia sia?" Demi apapun! Saat itu juga aku ingin berkata padanya 'kau sudah membuatku bahagia beberapa menit lalu!'.

"Kalau aku tidak percaya?"

"Seharusnya jika kau percaya ada pelangi setelah hujan, kamu juga akan percaya ada kebahagiaan setelah perjuangan." Aku hanya diam dan menatapnya dalam. Sungguh aku tersentuh dengan kata katanya.

"Kumohon bantu aku." Pintanya.

"Bantu apa?"

"Bantu aku dengan memberikan ijinmu. Karena tanpa ijinmu, perjuangan ini akan sia sia nantinya." Tangan dinginnya meraih tanganku dan menggenggamnya.

Aku hanya mengangguk dan menatapnya tak percaya. Si pengantar surat ini bisa seromantis ini.

Tiba tiba, seseorang dengan ke enam temannya datang menghampiri kami yang tengah duduk di pinggir tempat latihan.

"Wah, lihat! Dia sedang menyewa jalang untuk menemaninya yang kesepian. Kasihan sekali." Ucap salah satu diantaranya.
.
.
.
.
.
To be continued~

Abaikan kripik kentang merek typo

Dia; JeongMi✓ [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang