Teruntuk oknum kIandestin, nih ya udah update yang Dokju. Sekian.
.....
Sore itu.
Angin berhembus perlahan. Membawa sebuah kenyamanan bagi yang dikenainya. Kain panjang berwarna cokelat yang senantiasa mendampingi sisi jendela ikut bergerak kesana kemari. Namun sepertinya kenyamanan itu tidak berlaku bagi dia. Sorot kedua manik kelam itu penuh kekosongan. Disamping tampang yang rupawan, ekspresi datar dan tak bersemangat itu turut menghiasi wajahnya.
Dia tahu. Semua yang sudah dia lakukan adalah kesalahan besar. Tapi dia sama sekali tidak menyesali. Baginya, dia sudah melakukan semunya dengan benar. Sesuai keinginannya. Kini dia tidak akan penasaran lagi seperti kemarin. Dan sekarang, dia hanya tinggal menunggu konsekuensi yang harus dia tanggung,
sebentar lagi.
.....
Perlahan namun pasti. Hembusan angin masuk dan memenuhi ruangan itu. Terlebih keadaan gorden yang dibiarkan terbuka. Kumpulan angin-angin itupun makin leluasa. Mengusik ketenangan seorang gadis yang sedang terlelap. Mau tak mau diapun bangun dari mimpi indahnya, lalu menghampiri jendela guna menghalau angin-angin jail itu.
Kemudian dia kembali duduk di atas kasur. Ingin kembali merajut mimpi sepertinya sudah tak bisa. Dia lebih memilih pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tapi ada sesuatu yang ganjal. Saat dia selesai membasuh muka dengan air, entah mengapa pantulan wajahnya di cermin terlihat begitu pucat. Padahal seingatnya, dia tak pernah lupa untuk makan tepat waktu.
Tapi dia tak terlalu mempermasalahkan. Mungkin jika sudah terkena sinar matahari wajah pucatnya akan menghilang. Ah iya, omong-omong kenapa langit di luar sendu sekali. Kira-kira kemana perginya sang mentari.
...
Suasana kelas telihat cukup ramai, tetapi tetap kondusif. Para mahasiswa berusaha menyampaikan pendapat mereka. Ada yang berpendapat jika potongan kalimat yang ada di papan putih itu adalah kata. Ada pula yang berpendapat jika potongan kalimat itu adalah frasa. Tapi ternyata, setelah di jelaskan potongan kalimat itu adalah klausa.
Tapi tak semuanya seantusias itu. Ada yang malah termenung melihat langit sendu. Raganya memang ada disana, tapi entah nyawanya. Penjelasan dari sang dosen sama sekali tak dia simak. Pikirannya hanya berisi tentang hal-hal yang akan dia lakukan sepulang kuliah nanti.
Tepat pada hari ini sang kekasih hati sedang berulang tahun. Tentu sebagai kekasih idaman, Dokyeom akan meyiapkan sesuatu yang spesial. Bahkan dia sudah memesan seloyang kue sejak jauh-jauh hari. Semua hal seperti lilin, balon, dan kado sudah tersedia. Sampai Dokyeom melupakan sesuatu.
Ah iya, aku lupa membeli kelopak bunga mawar.
Mungkin selepas kelas berakhir. Dokyeom akan pergi ke toko bunga lebih dulu baru setelah itu pergi ke toko kue. Terlalu asyik dengan pikirannya, Dokyeom sampai tidak sadar jika dirinya dipanggil oleh teman di sebelahnya, Mingyu.
"Woi, Dokyeom woi...." Berhubung Dokyeom tak kunjung menyaut, jadi dengan terpaksa Mingyu memukul bahu Dokyeom. Tidak terlalu kencang, tapi cukup untuk membuat seorang Dokyeom terkejut.
"Sakit woi!" saut Dokyeom tidak terima sambil mengusap bahunya.
"Lagian dipanggil diem aja. Pak Jinyoung sudah keluar, mau ikut nyari makan ga?"
Benar saja. Sebagian teman sekelasnya sudah berhamburan keluar, hanya tersisa beberapa. Memang benar ternyata kegiatan melamun itu membuat lupa waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DokJu Series | Dokyeom Yuju
AléatoireKumpulan cerita random tentang Dokyeom Yuju atau Seokmin Yuna. Firts ©Jeonza