Sore itu.
Saat langit tak kunjung berhenti menurunkan tetesan air. Banyak genangan air di jalanan. Orang yang lewat pasti merasa kesal dan memutar arah agar tidak melewati jalan itu. Hal itu membuat jalan di depanku semakin sepi. Sedari tadi langit begitu gelap tak menampakkan cerahnya matahari.
Tubuhku yang sudah basah kuyup hanya bisa meneduh di emperan toko. Ditambah banyak tanah yang menempel karena aku sempat terpeleset tadi. Aku memeluk diriku sendiri mencoba mencari kehangatan yang walau kutahu semua itu sia-sia. Angin berhembus cukup kencang kali ini, menandakan hawa dingin masih enggan untuk pergi. Lama kelamaan suasana semakin sepi, aku yang tidak punya pilihan lain hanya bisa diam berharap hujan segera berhenti sebelum aku mati terbujur kaku disini.
Tapi tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki mendekat. Langkahnya terkesan terburu-buru terdengar dari genangan air yang terus dia injak seakan tak peduli. sekitar lima langkah dari tempatku dia berhenti, sepertinya dia sedang menatapku. Jadi aku pun ikut mengangkat kepala dan pandangan kita bertemu. Seperti ada rasa iba di balik matanya yang berwarna kelam. Yang kuingat terakhir kali adalah dia berjalan kearahku, dan aku tidak tahu apa-apalagi setelahnya karena pandanganku yang menghitam disebabkan aku sudah tidak kuat menahan rasa dingin yang ada.
...
Hal pertama yang ku ingat adalah warna putih. Atau lebih tepatnya langit-langit ruangan berwarna putih. Ada handuk putih juga yang menyelimuti tubuhku. Sepertinya aku tidur terlalu lama. Kulihat pemandangan sekitar yang bagiku sangat asing. Saat ini aku berada di ruang tamu. Tak begitu banyak barang disana, hanya ada televisi, meja kecil, rak buku, dan sofa yang kini sedang kududuki.
"Ah, kamu sudah sadar?".
Aku menoleh ke sumber suara. Itu orang yang tadi. Pria yang memiliki hidung runcing dan mata yang menghilang saat tersenyum. Kalau boleh jujur, dia terlihat sangat tampan. Walaupun sekarang dia hanya memakai setelan santai berupa celana training hitam dan kaos oblong putih.
Tangannya terulur menyentuh salah satu tanganku. Aku beringsut menjauh, masih merasa asing dengan segala hal yang berada di depanku. Anehnya dia malah tersenyum. Dia medekat mencoba mendekatiku sambil berkata, "Jangan menjauh aku bukan orang jahat."
Tring. Seperti terhipnotis oleh kata-katanya. Aku memilih untuk stagnan, membiarkan dia menyentuh salah satu tanganku. Sepertinya mengecek suhu.
"Badanmu panas. Lebih baik kamu berdiam dulu disini jangan kemana-mana."
Aku mencoba untuk berucap bahwa aku baik-baik saja. Tapi percuma, tenggorokanku seperti kosong tak bisa mengeluarkan apapun.
"Ah iya, namaku Dokyeom. Siapa namamu?"
Lagi-lagi suaraku tak mau keluar. Kulihat dia mengenyit heran menungguku bersuara. Dokyeom mengehela napas pasrah. Sepertinya menungguku menjawab pertanyaannya hanya sia-sia.
"Baiklah karena sepertinya kamu tidak bisa berbicara. Jadi kamu kupanggil Yuju saja bagaimana?"
Merasa tidak punya pilihan lain akhirnya aku hanya mengangguk tanda mengiyakan. Kulihat dia tersenyum lega.
"Oke lebih baik sekarang kamu tidur. Badanmu masih panas dan diluar masih hujan deras. Aku masih harus mengerjakan beberapa tugas esay, anggap saja rumah sendiri."
Tanpa penolakan aku kembali membaringkan diri di sofa, diiringi dengan Dokyeom yang menyelimuti tubuhku sampai sebatas leher. Kulihat Dokyeom tersenyum sangat manis sebelum pandanganku memudar ditelan oleh rasa kantuk yang melanda.
...
Aku lapar.
Kubuka mataku perlahan, dan pemandangan pertama yang kulihat adalah keadaan hujan diluar yang tak kunjung berhenti. Jarum jam sudah menunjukkan waktu malam. Entah sudah berapa lama aku tertidur di sofa empuk ini. Ah iya, aku sampai lupa alasan aku terbangun karena terlalu asik memandang sekitar.
Ruang tamu terasa sangat sepi. Apakah Dokyeom masih sibuk mengerjakan tugas?. Ah masa bodoh. Aku harus cepat-cepat mencari sesuatu untuk dimakan sebelum perut ini mengamuk lebih jauh. Berhubung tadi Dokyeom bilang anggap saja rumah sendiri, jadi tak apa kan kalau aku berkeliaran sedikit di rumahnya. Bersyukur karena daerah dapur tepat berada di ruang tamu dan hanya dibatasi oleh rak buku. Dengan santai kubuka salah satu lemari dapur dan aha! Aku menemukan sebuah makanan kaleng favoritku. Sudah berapa lama aku tidak makan makanan kesukaanku ini astaga. Tapi ada satu masalah, kenapa Dokyeom menaruhnya di tempat yang tinggi sih kan aku tidak sampai.
Loncatan pertama, tidak sampai.
Loncatan kedua, tidak sampai juga.
Loncatan ketiga, hampir sampai tapi—,
TRANGGG
Kalengnya malah jatuh. Aku yang masih kaget hanya bisa berdiam di tempat, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Tak lama Dokyeom datang, wajahnya sangat marah melihat lantai rumahnya berceceran makanan kaleng sana-sini.
"Yuju kamu itu ngapain sih?! Kalo gabisa kan bisa bilang dulu biar dibantuin jadi ga akan berantakan kaya gini!" bentak Dokyeom dengan penuh amarah.
Aku yang tidak terbiasa dibentak merasa sangat takut. Mataku panas, mungkin sebentar lagi aku akan menangis. Sebelum ketakutanku semakin menjadi, aku memilih untuk kabur dari sana. Pergi kemanapun asal tidak bertemu dengan orang yang bernama Dokyeom. Sampai-sampai aku mengabaikan keadaan diluar yang masih betah menurunkan hujan.
...
Setelah menghela napas selama beberapa detik. Dokyeom baru sadar jika Yuju sudah tidak ada di dalam rumahnya. Dengan gerakan tergesa Dokyeom meraih jaket dan topi lalu pergi keluar sambil menghubungi seseorang. Yang jelas Dokyeom tidak ingin teman barunya menghilang begitu saja.
Satu jam kemudian. Dokyeom berhasil menemukan Yuju di taman dekat rumahnya. Beruntung hujan sudah tidak sederas tadi hanya tinggal rintik-rintik saja. Dengan penuh kasih sayang Dokyeom terus mendekap Yuju tanpa henti, padahal sedari tadi Yuju sudah meraung-raung minta di lepas. Terlihat beberapa cakaran di jaket Dokyeom hasil karya Yuju yang tak main-main.
"Mau sampai kapan kau bermesraan dengan kucingmu itu kyeom." Sarkas Mingyu.
Dokyeom hanya menoleh lalu mengangkat bahu sebentar tanda tak tahu. Lalu fokusnya kembali pada kucing di gendongannya yang sejak tadi membuatnya khawatir.
"Yaampun Yuju, maafin aku ya. Tadi aku kebawa kesel jadi ngebentak kamu gitu. Udah yuk sekarang kita pulang lagi kerumah." Dokyeom berdiri dari posisinya lalu pergi begitu saja meninggalkan Mingyu yang masih keheranan.
Tadi tiba-tiba saja Dokyeom menelfon Mingyu, katanya teman barunya baru saja kabur dari rumah. Mingyu yang melihat keadaan diluar sedang hujan hanya mengiyakan saja saat Dokyeom minta di temani mencari temannya itu. Dan saat tahu kalau sang teman barunya itu hanyalah seekor kucing, mungkin lebih baik Mingyu merajut mimpi dirumah.
Haduh... untung temen ya coba kalo bukan, pasrah seorang Kim Mingyu.
__________________
FIN.
hehehe.... ciye ketipu
KAMU SEDANG MEMBACA
DokJu Series | Dokyeom Yuju
AcakKumpulan cerita random tentang Dokyeom Yuju atau Seokmin Yuna. Firts ©Jeonza