Secret Love 2

398 33 0
                                    

         Krist duduk dalam posisi bersandar pada dinding. Tanganya tengah memegang sebatang rokok yang sedang dihisapnya.
        Ia mengepulkan asap rokok itu dengan tatapan matanya yang kosong. Semenjak ibunya meninggal, Krist terlihat putus asa. Walaupun ia selalu menunjukan rasa tegar dari wajahnya yang ceria, tapi tetap saja ia tak bisa menghilangkan rasa kesepiannya itu.
     Dan dengan sebatang rokok yang ia hisap membuatnya terasa lebih tenang. Bahkan ia sesekali membeli minuman beralkohol jika suasananya sudah sangat kacau. Karna dengan mabuk pula ia dapat melupakan segala masalahnya. Tapi setelah itu masalah tak kunjung pergi dari hidupnya. Seakan-akan ia tersadar kalau hidupnya dipenuhi mimpi buruk yang membuatnya tidak bisa berlari dari sana.

        Krist saat ini Tinggal disebuah rumah sewa yang cukup kecil dan sempit. Dalam ruangan pun hanya ada ruang tidur yang beralaskan kasur tipis.
         Dengan makanan yang seadanya ia bertahan hidup. Karna kemampuan biaya yang ia miliki hanya cukup untuk memenuhi kebutuhannya.

       Pagi ini saja, ia didatangi pemilik tempat sewa yang menagih uang sewa serta tunggakan tiga bulan yang sampai saat ini belum ia lunasi.
       Ia mencoba untuk kabur dan menghindarinya tapi pria itu lebih dulu mempergoki Krist yang baru saja ingin melompat dari teras depan rumahnya. Alhasil ia dapat teguran dan dipertanyakan mengenai uang sewa rumah.

    "Iya Paman saya pasti akan bayar minggu depan" Ujar Krist yang sedang berusaha meminta jangka waktu untuk melunasinya.
    "Minggu depan??  Minggu kemarin kamu bilang hari ini, sekrang kamu bilang minggu depan lagi" suara nyaring yang justru menjawab pernyataan Krist itu.
    "Mau bagaimana lagi paman, saya itu sedang tidak ada uang"
    "Ya saya juga tidak mau tau, kamu harus tetap bayar. Kalau tidak saya akan usir kamu dari tempat saya."
    "Paman tolong jangan begitu, saya juga sedang usaha untuk membayarnya"
    "Usaha apanya, tiap kali kamu mendapat gaji kamu selalu habiskan untuk mabuk dan membeli rokok bagaimana kamu bisa membayar saya. Saya tidak mau tau, Krist. Jika lusa kamu tidak bayar saya akan usir kamu"
    "tapi paman..."
    "Paman...paman saya itu bukan paman kamu! " sentaknya yang merasa tidak senang krist memanggil dirinya paman, seakan-akan mereka ada hubungan khusus. "siapa yang mau menjadikanmu keluarga, orang seperti kamu itu memang seharusnya hidup sendiri" si bapak itu mengumpat pada krist karna kesal tak bisa mendapatkan uang darinya lalu kemudian pergi begitu saja.
      Tak sadar kalau perkataannya itu sungguh membuat hati Krist teriris. Mengapa harus ada orang lain yang mengatakan kalau dirinya tak pantas memiliki keluarga.
     Apa karna nasibnya yang buruk ataukah karna ia sudah ditakdirkan hidup seperti itu.
    
        Dengan berat hati dan perasaan tak nyaman Krist melanjutkan langkah kakinya pergi menuju tempat kerjanya.
        Krist saat ini hanya seorang pelayan kafe yang berada dipertigaan jalan tak jauh dari tempat tinggalnya. ia bekerja dari pagi hingga malam hari. Kadang juga ia mengambil waktu liburnya untuk mencari uang tambahan dengan berjualan. Dan itu hanya cukup untuk makan seharinya saja, belum lagi dengan biaya lainnya. Jadi tak heran ia banyak menerima kritikan tidak enak dari banyak orang karna kemiskinannya.
        Tapi Sindiran yang hari ia dengar dari pemilik sewa rumahnya itu. Serasa lebih buruk dari yang biasa ia terima, Hatinya menjadi tidak nyaman.
     Dan anehnya ia berharap hari ini bisa melihat singto. Seseorang yang selama ini selalu datang untuk mengusik harinya.
      Tapi saat diharapkan, ia justru tak melihat adanya singto disekitar kafe tempat kerjanya. Tidak ada wajah yang selalu membuat emosinya tercuap, karna berusaha mengusirnya.

     Sampai malam harinya pun Krist tak mendapati kehadiran Singto di kafenya, apa mungkin singto sudah menyerah karna selalu ditolak olehnya. Dan ia tidak akan muncul lagi.
        Krist berfikir keras dan merasa gundah karna memikirkan itu,

      'Aih...Aku ini mikiran apa sih. Aku gak usah mikirin dia. Dia itu cuma orang brengsek, orang yang gak penting untuk difikirkan'

     Baru bicara ketus dan kesal dalam hatinya, seseorang datang menghampirinya.

     "Ice coffenya satu ya" suara yang tak asing terdengar olehnya. Krist mendongak dan menoleh kearah pelanggan yang saat itu memesan padanya.
     Krist agak kaget dengan seseorang yang ia lihat dihadapannya. Matanya langsung terpacu melihat Singto yang ternyata sudah berdiri dihadapannya. Dengan senyum yang seperti biasa ia lakukan saat ia bertemu dengannya. Dan entah kenapa Krist malah diam sejenak memadangnya.
       Mata sipit Krist sedikit membulat seakan-akan memunculkan aura keindahan yang dilihat darinya. Sampai-sampai singto ikut terpicut senang melihat wajah manis Krist yang selama ini ingin ia pandang terus menerus.
       "Ehm, Ada apa melihatku seperti itu?" Singto memulai dengan menegur dirinya yang masih melihat padanya.

       Krist langsung mengalihkan pandangannya yang tak biasa itu dengan bergerak membuat minuman yang ia pesan. Padahal sejak tadi Krist memang berharap ia datang, tapi ia malu jika harus mengatakannya.

        "ini" Krist menaruh gelas yang berisi minuman ice coffe yang sering ia pesan dengan sikap cuek. "kalau sudah selesai minum, cepat lah pergi. Kami akan tutup"
     Singto mengangguk masih dengan senyumnya, ia menerima minuman dan langsung menyirupnya pelan-pelan "ehm... Minuman ini semakin enak saja, tapi sayangnya yang membuatnya sedikit dingin"
      "Kalau menurutmu begitu ya sudah sana beli saja tempat lain. Kenapa setiap hari harus datang kesini"
       "Karna buatan adikku Krist lebih manis dari orang lain" jawab Singto, sedikit membuat Krist diam dan sesekali meliriknya. "Setiap hari bisa mendapatkan minuman dari tangan adikku, sesuatu yang berharga untuk ku nikmati" lanjut Singto yang terdengar begitu lembut.
     Hingga Krist terkesan dengan perkataan itu, rasanya ia tidak bisa berkata-kata.

     Sampai kapan Krist harus menolak adanya Singto yang selalu muncul setiap harinya. Walaupun ia sering memaki dan mengusir Singto, Ia selalu datang dan terus datang menyapa dengan ramah tak pernah sedikitpun ada rasa marah padanya. Senyumnya selalu terpancar dari wajahnya.
      Membuat Krist terkadang ingin bisa memaafkan dirinya. Tapi Krist masih saja belum menunjukan hal itu apalagi menerima dan mengakui ia sebagai kakaknya karna ia masih gengsi kalau tiba-tiba harus menerimanya. Terlebih Sinto memang bukanlah kakak kandungnya, namun meski begitu Krist pernah memiliki perasaan suka terhadapnya.

      ****

Bromance "Secret Love"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang