4. Kill him.

2.2K 90 1
                                    

Adnan berhenti di depan rumah mewah dam megah dengan nuansa Eropa yang sangat kental. Dengan santai nya ia berjalan memasuki rumah mewah dan megah itu, seolah rumah itu adalah rumah milik nya sendiri.

Ia membuka pintu utama yang tinggi dan megah, ia berdecak kagum saat melihat interior rumah itu.

"Perfect." Ia pun kembali berjalan dengan gaya angkuh nya.

Ia tak perlu lagi mencari-cari di mana ruangan ruangan rival nya itu berada,  asisten nya telah melacak seluruh aktivitas nya itu mulai dari posis rumah nya, bagian-bagian nya, bahkan sampai rahasia-rahasia perusahaan rival nya pun telah di lacak. Tentu saja hal itu membutuhkan waktu yang tidak sedikit, butuh waktu lama hingga benar-benar asistennya itu tau semua tentang rival nya hinggal ke akar-akar nya.

Adnan pun menaiki tangga satu per satu hingga ia sampai ke lantai dua. Interior di lantai dua ini tidak terlalu bagus, mungkin seperti lorong dengan banyak pintu dan bagian ujung yang terdapat lift di sana.

Sepertinya ia tak perlu mengundang atau pun memanggil rival nya dengan susah payah, karna kini rival nya itu telah berada di depan mata nya dengan secangkir kopi di tangan nya.

"Berikan milikku." Ujar Adnan dengan dingin nya mampu mengubah atmosfir di sana menjadi mencengkam.

"APA MAU MU!?" Ujar rival nya dengan keras.

Jelas saja Adnan tidak bodoh, Adnan tau jika Revaldo memang sengaja berteriak agar orang rumah keluar dan menghampirinya, Adnan dengan gesit masuk ke ruangan milik Revaldo.

"Milikku." Ujar Adnan dengan singkat sambil membalikan tubuh nya menghadap Revaldo.

Adnan mulai mengacak-acak ruangan tersebut untuk mencari milik nya, ia bahkan menjatuhkan buku-buku dari rak yang tinggi. Tentu saja ia tak perlu takut dengan kebisingan yang ia lakukan karna ia tau bahwa ruangan itu adalah ruangan kedap suara, jadi ia tak perduli dengan kebisingan ini jika nanti akan ketauan. Karna itu tak akan terjadi.

Dengan pintar nya ia mengacak semua ruangan itu, bahkan ruangan itu sudah tak terkendali. Pecahan kaca dimana-mana, buku yang berserakan di lantai, air yang tumpah. Padahal ia tau bahwa milik nya berada di laci meja kerja Revaldo.

ia pun membuka laci kerja milik Revaldo dan mengambil milik nya. Chip. Ya ia mengambil sebuah chip yang berisikan seluruh data penting tentang keseluruhan perusahaan nya, jika chip ini tidak penting untuk nya maka ia tidak akan mau membuang-buang waktu berharga nya hanya demi kakek tua bodoh di depan nya ini.

"HEH APA YANG KAMU LAKUKAN! CEPAT BALIKAN MILIK SAYA!" Teriak Revaldi dengan nada murka.

"Milik anda? Cih."

Adnan pun mengambil pisau cantik milik nya yang ia sembunyikan sedari tadi di dalam kantung jaket nya. "Mungkin akan menyenangkan bermain-main sebentar." Ujar Adnan dengan smirk nya.

Adnan pun menodongkan pisau nya ke arah leher Revaldi, namun tanpda di sangka-sangka Revaldo mengeluarkan pistol milik nya yang berada di kantung celana nya. Bukan Adnan nama nya jika ia tidak bisa menangani nya.

"Cepat taruh pisau mu itu!" Ujar Revaldo dengan sentakan.

Adnan pun secara perlahan menaruh pisau nya di lantai, dan berdiam sejenak. Ia dengan cepat mendorong kaki bawah damian deangan kencang dan segera beranjak dari posisi sebelum nya untuk mengunci pergerakan Revaldo sebelum kakek tua itu bangun.

"Bodoh." Ucap Adnan dengan singkat dan mengambil pistol yang di pegang Diam. Ia pun menembak kepala belakang Revaldo.

Jelas saja Adnan belum puas dengan hal itu, ia kembali menembak kepala Revaldo dari depan. Terlalu memusingkan sebenar nya. Ia pun mencongkel ke dua mata Revaldo menggunakan pisau yang ia simpan sedari tadi di belakang jaket milik nya. Sepertinya belum puas juga, ia pun merobek mulut Revaldo hingga kuping. Like a joker?

Hahh andai seperti ini dapat di filmkan mungkin ia akan selalu menjadi bintang utama.

Ia pun membelah perut Revaldo hingga dada atas.

Krek

Bunyi tulang Revaldo seolah memcahkan keheningan. Ia pun mengacak-acak perut Revaldo, bahkan tanpa ragu ia mengeluarkan seluruh isi perut kakek tua itu. Bahkan yang sebelum nya ruangan itu terlihat rapih dan harus kini seolah berkebalikannya, ruangan itu di penuhi dengan darah dan ruangan yang sebelum wangi coffe pun terganti dengan bau amis. Buku yang berserakan di dimana-mana, pecahan kaca yang bertebaran bisa melukai siapa pun yang menginjak. Benar-benar seperti kapal pecah, atau mungkin lebih parah?

Setelah ia selesai dengan 'pekerjaannya' ia pun bangkit dan pergi dari sana. Meneruni tangga dengan santai dan wajah dingin nya seolah tak pernah terjadi apa-apa sebelum nya.

'Kalau sudah besar Adnan pengen jadi apa?' Tanya wanita paruh baya yang cantik.

'Adnan pengen jadi olang yang di takutin cemua olang! Bial pac adnan jalan cemua nya pada minggir hehe bial Adnan kayak laja.'

Serpihan ingatan tentang ingin jadi apa dirinya kini mulai menyeruak di dalam kepala nya, entah apa yang ia fikirkan hingga ia bisa berbicara seperti itu dulu. Bahkan kini seolah apa yang ucapkan dulu terkabul.

Tanpa sadar kini ia telah sampai di dalam mobil nya, ia pun mengeluarkan handphone nya dan mengetik beberapa digit angka di sana.

Dari rumah sakit ××× ada yang bisa saya bantu?

"Terjadi perampokan di jalan ××××× no ××"

Tanpa berbasa-basi pun ia langsung menutup saluran telefon nya dan mematahkan kartu yang ia pakai sebelum nya. Tidak ia buang, melainkan ia tarun di kantung celana jeans nya. Menurut nya percuma saja jika ia patahkan lalu buang, ia akan membakar nya dan menguburkan nya di dalam tanah agar tak ada satu pun orang yang akan mengetahui nya.

Setelah menyelesaikan telefon nya dengan pihak rumah sakit ia pun melesat pergi dari sana dengan cepat. Tentu saja tidak menuju rumah nya, ia akan pergi ke apartement nya dan tinggal di sana untuk sementara.

"Cih." Betapa kesal nya ia mengingat rival nya tadi, andai saja ia bisa membuat nya lebih menderita lebih dari itu mungkin akan membuat nya lebih senang sekarang.

Setalah sampai di apartement nya ia pun membersihkan tubuh nya dan mengganti baju nya dengan kaos hitam dan celana pendek. Ia pun membaringkan tubuh elatis nya di atas kasur empuk milik nya, mungkin tidur akan membuat nya melupakan sedikit tentang hari ini, tentu saja terkecuali dengan yang tadi.

-fake nerd boys-

Sinar matahari mulai menyeruak dan berlomba-lomba memasuki kamar lelaki tampan untuk membangunkan nya yang tengah tertidur pulas.

"Mmh." Erang Adnan. Ia pun mengangkat tangan nya ke atas untuk mengendurkan otot nya yang kaku sehabis tidur. Ia pun duduk dan beranjak bangun dari tidur nya untuk mandi.

Hanya butuh waktu 30 menit untuk adnan melakukan aktivitas nya di pagi hari like a shower, breakfast, and wearing clothes. Setelah itu ia akan pergi ke perusahaan milik nya untuk mengurus beberapa berkas di sana. Tentu saja menggunakan mobil sport milik nya.

Tap tap tap tap

Langkah nya yang angkuh seolah menjadi tanda bahwa ia lah yang berkuasa dan tak ada yang boleh menentang nya, aura mengintimidasi seolah melekat dengan jelas di setiap langkah nya yang di dukung oleh wajah nya yang dingin dan kejam, jelas saja hal itu membuat beberapa orang segan untuk menentang nya.

Adnan pun berjalan menuju ruangan milik nya, 'CEO ROOM'. Menjadikan pertanda bahwa ruangan itu adalah milik nya.

"Laporkan tentang hari ini di sekolah." Ujar Adnan pada sang asisten.

"Ia sedikit mengalami depresi ringan-


















-----
We play.
I'm win.
I'm a devil.
And i will take you to god.
So? Say good bye baby.
-----

THE NERD BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang