Uneg-Uneg

1.2K 132 142
                                    

Seraya mengatur napasnya yang tersengal, Algis menoleh ke arah belakang sebentar. Guru horor itu tak mengejarnya, Algis menghela napas lega. Untung saja ia masih di karuniai rahmat dan hidayat sehingga dapat berkumpul di--

CK!

Kenapa malah kata sambutan?!

Oke, kita balik ke topik.

Algis terus berjalan menyusuri koridor yang terasa sepi karena jam pelajaran sedang berlangsung. "Ya ampun sepi banget dah, kek hati gue."

"Masa gue dihukumnya sendirian sih? Kan jadi keliatan jomblonya. Seharusnya Gilang ikut dihukum, karena dia gak bangunin gue pas guru horor itu udah masuk."

"Dasar guru ngeselin!" reflek Algis menendang tiang yang ada di dekatnya. "Uwaaw! Sakit juga ternyata anjir!"

Algis beralih duduk di bangku panjang yang ada di koridor, lalu menghembuskan napasnya kasar.

"Mana bisa coba gue ngumpul besok! Setelah gue pikir-pikir dengan kemampuan otak gue yang luar biasa ini, ahli fisika aja belum tentu bisa ngerjain dalam waktu 24 jam gitu. Dia pikir dia siapa nyuruh-nyuruh gue?" Algis tampak berfikir sebentar, "Oh iya, dia kan guru gue yak." diakhiri dengan kekehan.

"Tapi seenggaknya kasih gue waktu yang masuk akal dong? Satu soal fisika itu sama dengan satu bulan buat gue. Berarti gue ngumpulnya pas udah jadi alumni dong, kan 20 bulan mendatang,"

Laki-laki itu terus ngedumel tak terima, mungkin jika siswa lain yang melihatnya berbicara seperti ini, ia pasti akan disangka gila. Ya walau kenyataannya memang gila sih, tapi selama ini tertutup oleh kegantengan yang dia miliki.

Tanpa sengaja Algis menoleh ke arah kanan, mendapati sosok perempuan yang tak jauh darinya. Algis mengerngit heran melihat perempuan itu yang berniat berbalik arah, membuat Algis mengerti. Pasti tujuan perempuan itu juga mau duduk di tempat yang sama dengan dirinya.

"Kenapa balik?"

Perempuan itu berhenti melangkah kemudian kembali menatap Algis, sedangkan yang ditatap mulai bersikap sok dekat.

"Lo mau duduk sini kan? Duduk aja. Gue gak gigit. Sini!" Ujar Algis sambil menepuk-nepuk tempat duduk tepat di sampingnya.

Perempuan itu tampak berpikir sesaat, kemudian mengangguk setuju. Ia berjalan mendekat, dan duduk di samping Algis.

Algis diam, diperhatikannya perempuan itu, "Lo kelas berapa?" tanyanya.

Perempuan itu hanya menggerakkan dagu dan matanya sebagai jawaban. Algis ikut melihat ke arah yang perempuan itu maksud, lalu mengangguk mengerti. Itu adalah kawasan gedung IPS.

"Oh, IPS."

Hening.

Beberapa saat kemudian Algis kembali teringat dengan apa yang dibicarakan Bu Diana barusan, lalu mendengus kesal.

"Lo tau gak sih! Masa gue disuruh ngumpul 20 soal fisika besok pagi di meja Diana, eh Bu Diana maksud gue," kata Algis yang mulai curhat. "Gue ngeliat soalnya aja tuh udah pengen muntah-muntah! Untung aja gue selalu sedia antimo di rumah."

Perempuan itu hanya menyimak, tanpa ada respon sedikit pun.

"Bayangin aja, gue ngerjain 20 soal! Mau berapa ember gue muntahnya? Bisa-bisa tinggal sisa tulang belulang doang gue karena kebanyakan ngeluarin sisa-sisa metabolisme yang berlebihan! Dan pastinya makhluk terganteng di dunia ini punah gitu aja cuma karna soal-soal terlaknat itu."

Perempuan itu menyerngit heran, tak mengerti dengan apa yang Algis katakan. Sebelum akhirnya berdiri, dan berniat ingin pergi.

"Lo ini ya! Gue masih curhat! Gak bisa banget diajak ngomong. Seenggaknya kalo lo gak bisa ngerespon lo cukup jadi pendengar yang baik buat gue, biar gue lega karna uneg-uneg gue udah keluar semua."

POSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang