MK - Satu

27K 1.3K 70
                                    

Tidak semua keinginan harus di penuhi, sebab akan menimbulkan sifat manja dan ketergantungan tanpa mau berusaha.

MK – Satu

Malam itu Ros mengajak kedua anak perempuannya berbelanja untuk kebutuhan rumah tangga. Karena beberapa bumbu dapur dan sabun sudah habis, jadi tidak bisa untuk ditunda.

Dan belanja saat itu tidak hanya bertiga, Rosyidatun Nafi'ah ditemani suaminya—Romi Haidar yang kini sedang mendorong trolli. Mengikutinya di belakang, dengan si bungsu yang berada di trolli tersebut. Sementara anak perempuan yang satunya; Silmi Aliza digandeng oleh Ros. Dan yang paling bersemangat diajak belanja adalah Soluna Alice; si bungsu. Karena ia menyukainya.

"Susunya Una sama Silmi, udah abis?" tanya Romi yang masih setia mengikuti langkah sang istri.

"Punya Una masih separuh, kalau Silmi masih satu kotak," tutur Ros yang masih sibuk memilih camilan untuk isi toples.

Kedua anak mereka memang masih meminum susu formula, satu bulan saja Una menghabiskan 7 kilogram sementara Silmi 5 kilogram. Karena mereka susah untuk disuapi makan, apalagi Una jika lauknya bukan ayam maka tak mau makan. Emm, mau-mau saja tapi porsinya akan berbeda ketika makan dengan lauk ayam. Silmi akan lebih memilih minum susu ketimbang makan nasi.

Tiba-tiba Una meminta turun dari trolli dan ia merengek untuk membeli jajan. Kebiasaan. Sebenarnya Ros lebih suka belanja sendiri, karena hanya akan membeli kebutuhan sehari-hari saja dan tidak akan membawa trolli, tapi cukup tas jinjing yang disediakan supermarket tersebut. Dan seperti hal ini, Una tadi merengek naik trolli belum berapa menit sudah minta turun.

"Ayah, beli kici."

"Kici apa?"

"Beli kici, Ayah," karena tak paham dengan maksud perkataan sang anak. Romi pun menggendong anaknya itu untuk memilih apa yang diminta. Mengajak pergi , sebelumnya memberikan trolli pada Ros. Melangkah pergi, tak jauh dari Ros.

"Yang mana?" tanya Romi saat di jajaran camilan makanan ringan itu. Sementara mata Una masih menelusuri apa yang dicarinya sembari merengek.

"Ini?" tanya Romi kembali sembari menunjukkan jajanan stik coklat kesukaan Una itu. Tapi, Una menggeleng.

"Kici, Ayah!" rengek Una yang tak kunjung menemukan apa yang dicarinya.

"Kici itu apa? Ayah nggak ngerti?"

"Kici yang di tivi," katanya sambil merengek, lagi.

Romi berpikir keras, sebab ia jarang menonton televisi. Sibuk kerja. Tapi tetap saja tak kunjung menemukan. Rasanya gemas dengan putri bungsunya itu. Una lagi-lagi merengek malah kini hendak menangis juga.

"Kici Ayah!"

"Jangan nangis, ngomongnya yang jelas. Biar Ayah ngerti," tutur Romi.

"Kici," Una tetap keras kepala dengan menyebutkan kata itu.

"Iya, kici itu apa?" kali ini bukannya menjawab Una malah menangis. "Kok, malah nangis?"

"Kici, Ayah..."

Romi pun menelusuri rak-rak yang berjajar camilan, yang disukai Una hingga menemukan apa yang dimaksud Una. Saat itulah tangisannya terhenti.

"Udah diem."

"Kici, Ayah." Una menunjuk ke arah rak begitu matanya menangkap objek yang dimaksudkan dari tadi.

"Ini?" tanya Romi memastikan, Una mengangguk. "Ini namanya kuaci, bukan kici." lagi, Una mengangguk.

Monster Kesayangan | RepostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang