MK-Sembilan

10.9K 1.1K 43
                                    

Kesabaran itu tanpa ukuran dan batas, jangan lelah untuk selalu belajar bersabar di tiap masanya.


"Apalagi ini?" Ros berkacak pinggang menatap Una yang menangis kencang akibat terjatuh, tetapi bukan jatuh penyebabnya melainkan memakai highlees Ros bahkan membuatnya patah.

Ros mendekat lantas menolong Una. "Mainnya kok aneh-aneh, sih!?" omelnya kemudian menggendong Una dan membawanya ke dapur untuk diberikannya minum.

"Saaakit."

"Yang nyuruh main sepatu Mama itu siapa?" Una yang seseggukan itu hanya menatap Ros kemudian menyembunyikan wajahnya di pundak Ros. Sekalian membersihkan ingusnya yang meluber dari kedua lubang hidungnya.

"Kemarin main make up Mama, sekarang highlees, besok apa?" omel Ros yang masih geregatan dengan Una. Setiap hari ada saja acaranya.

"Kalau sehari nggak bikin Mama kesel itu, nggak bisa kah?" lanjut Ros yang duduk memangku Una di ruang keluarga.

"Mama ojo malah-malah," ucap Una dengan sesenggukan.

"Biarin, Adek aja pinter gini. Kalau dibilangi ngeyel," sahut Ros.

"Mama cewet."

Selanjutnya Ros menurunkan Una dari pangkuannya, yang seketika rengekan Una keluar. Una tidak suka diabaikan. Tapi dikasih penuturan yang ada masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Sekarang nggak denger besok pura-pura nggak tahu.

"Bisa anteng, nggak?" kata Ros bertanya.

Una diam.

"Adek."

Una menatap Ros sembari mengusap ingusnya dengan baju sendiri. Wajah tanpa dosa itu seperti melakukan hal yang biasa saja. Padahal sang mama selalu mengajari kebersihan.

"Joroknya."

"Mama kok malah-malah telus, sih?" Una mendadak kesal dengan Ros.

"Kalau Adek nggak bikin ulah, Mama ya diem." Ros pun memasang plaster pada lutut Una yang sebenarnya terluka sedikit saja. Tidak sampai berdarah. Tapi karena kebiasaan Una, lecet sedikit juga pasti minta diplaster.

Sudah, setelahnya Una abai.

"Nonton TV aja, Mama mau mandi dulu." ujar Ros berpesan pada Una. Lalu menyalakan televisi, mungkin saja Una bisa diam untuk sesaat. Setidaknya selama ia tinggal.

Ros pun segera bergegas cepat, sebelum Una berbuat ulah lagi. Karena waktu cukup sore, adzan ashar pun telah berkumandang setengah jam yang lalu. Sebentar lagi Romi juga akan pulang bersama anak-anaknya. Jadi Ros bersiap diri, setelah tadi menyiapkan makan untuk nanti malam.

***

Setelah berhasil merusak highlees Ros, Una berbuat ulah lagi kali ini ia terjepit pintu. Baru saja Ros melangkah masuk ke ruang shalat hendak untuk ashar-an tapi suara tangisan Una mengurungkan niatnya.

"Astaghfirullahal adzim, Adek!" pekik Ros saat melihat Una terjepit tangannya ke pintu kamar.

Membuatnya langsung bergegas menghampiri Una dan menggendongnya, memukul pahanya pelan. "Tiap hari kok bikin Mama jantungan, ya."

"Sakit.." jari Una berdarah bahkan kukunya terlepas.

"Dibilangi, kalau main itu jangan yang aneh-aneh." Ros masih saja mengomeli Una yang menangis. Hingga Romi datang tanpa mereka sadari.

"Kenapa ini?" tanpa mengucap salam, Romi langsung melontarkan tanya begitu tahu apa yang dilihatnya.

"Tangannya dijepitin pintu," Ros menjawab.

Monster Kesayangan | RepostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang