MK - Delapan

12.5K 1.2K 72
                                    

Kasih Ibu sepanjang masa, tak dapat dihitung dan dibayar dengan harta maupun benda.


"Mama, Mama, Mama, Mama, Mama," Una memanggil Ros berkali-kali membuatnya risih. Ketika Ros menyahutinya, Una akan menjawab-gak papa-itu saja.

Saking gemasnya, Ros hanya mengeluarkan deheman. "Hmm?"

"Pup." Ros langsung mendekati Una yang ternyata saat merabanya sudah basah bagian celananya. Maksud Una itu buang air kecil. Padahal Ros selalu mengajarkan pada Una. Pup dan pipis beda.

"Kok baru ngomong?" kata Ros yang ditanggapi Una dengan wajah polos tak berdosa. "Ke kamar mandi."

Una langsung mengulurkan tangannya meminta gendong, Ros tak mengiyakan ia langsung melangkah ke kamar mandi. Walaupun begitu, Una tetap mengikuti Ros sambil merengek. Manjanya kumat setiap waktu.

Sejak tiga hari lalu pasca kecelakaan, keadaan Ros bisa dikatakan lebih baik. Sempat ia diantar pijat ke spa, tubuhnya butuh dirilekskan. Karena selain itu Ros cukup lelah jika saat Una meminta gendong padanya. Anaknya itu, rasanya tak bisa membiarkan menangis begitu saja. Ya, salah satunya menuruti. Kecuali benar-benar tidak bisa dibujuk.

"Kenapa nangis, sih?" omel Ros pada Una yang mensucikannya dari hadas kecil itu. Kemudian menggendongnya dan membawanya ke kamar. Untuk mengganti celana yang baru.

"Kalau mau pipis bilang dulu, bukan pipis dulu baru bilang," tutur Ros sembari memakaikan celana.

"Iya."

"Iya apa?"

"Bilang dulu."

Ros mencium pipi Una sayang, kemudian Ros kembali ke dapur dan membiarkan Una di dalam kamar menonton film kartun pada layar televisi. Pada jam seperti ini yang ada film Teletubies.

Tapi selanjutnya Una tak memperhatikan televisi, ia beranjak turun dari kasur dan beralih ke meja rias. Disana banyak sekali peralatan make up milik Ros dari mulai pensil alis, eye shadow, mascara, blush on, bedak hingga lipstik berbagai warna ada semua. Una mengambil salah satu lipstik lantas ia pun membukanya, ia ingin menggambar. Tapi saat mencari kertas ia tak menemukannya menatap tembok berwarna putih salju membuat Una tertarik menggambar disana. Garis tegak, garis miring lalu benang riweh hingga lipstik warna mate itu habis. Sebagian patah, sebelumnya ia memakai lipstik pada bibirnya.

Setelah itu kembali ke meja rias, ia mengambil bedak dan memakainya. Selanjutnya ia memakai parfum kemasannya bukan body spray jadi memudahkan Una, tapi nyatanya jadi tumpah ke lantai.

Tapi setelah melakukan itu semua wajah polos Una masih terpatri. Malah ia merasa biasa saja. Lalu mengambil remot lantas mematikannya. Kemudian ia keluar kamar saat itu juga Ros yang hendak masuk kamar guna memastikan baik-baik saja. Nyatanya lebih dari kata baik-baik saja. Pantesan anteng. Ros melebarkan matanya menatap Una yang juga menatapnya dengan wajah polosnya ia berkata.

"Una cantik?" wajah Una lebih dari kata cantik mirip ke ayam yang ditepungi.

"Subhanallah, Adek!" pekik Ros dengan berkacak pinggang. Una hanya berkedip-kedip menatap Ros.

"Gak cantik?" Ros langsung menggendong Una untuk mencuci wajahnya dari make up. Make cleanser.

Begitu masuk kamar, ingin rasanya Ros menangis. Tingkah Una benar-benar membuatnya lebih dari kata gemas. Nanti ia akan perhitungkan dengan Romi. Tentu saja meminta uang ganti rugi karena ulah Una.

Saat dibersihkan wajahnya Una malah marah-marah. "Gak oleh, kok."

"Heh? Adek mirip badut ini, loh."

Monster Kesayangan | RepostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang