Maafkanlah jika anda menemukan typo
***
Dua tahun setelah Carnival,
Berdua dengan Daisy, mereka duduk menghadap aquarium besar, mengamati ikan-ikan berenang dengan damai tanpa bersuara. Tidak ada hiruk pikuk keramaian di sekitar mereka karena Aquarium ditutup untuk umum hari ini, khusus untuk Daisy seorang.
"Tempat pertama yang 'dibeli' Kung Thai buat gue ya ini. Aquarium ini. Dibeli sehari khusus buat gue aja, karena kalau dibeli untuk selamanya Oma nggak setuju," Daisy tertawa hambar dan menyapu aquarium besar itu dengan tatapan nanar. "Hari ini gue melakukan hal yang sama buat mengenang dia. Sedikit egois memang. Tipikal Kung Thai banget. 'Semuanya bisa dibeli pake uang'."
Agni tertawa kecil sambil menggeser posisi duduknya merapat pada Daisy. Dirangkulnya bahu sang sahabat dengan erat, meski ia tahu Daisy tidak sedang ingin menangis. Atau mungkin air matanya sudah terkuras habis sejak seminggu yang lalu.
"Gue tahu ini kedengarannya klise banget, tapi ... ini udah jalan yang terbaik, Des."
Daisy menghirup napas dalam-dalam demi menenangkan diri. "Sejak hari pertama Kung Thai ajak gue ke Aquarium, gue langsung jatuh cinta sama tempat ini. Setiap kali gue lagi banyak beban atau pikiran, pasti larinya ke sini."
Agni termangu. Sejak kapan Daisy banyak beban dan pikiran? Kue Mangkok ini tak lebih dari rainbow dan unicorn—alias selalu ceria.
"Thanks ya, Ni, udah sengaja terbang ke sini buat nemenin gue," Daisy merebahkan kepalanya di bahu Agni. "Mestinya nggak usah."
"Ck, jangan bilang gitu. Jangankan Boston - Jakarta, kalau lo jadi ke London pun, gue bakal dateng setiap kali lo butuh gue."
"Kata Kung Thai, gue harus dewasa sekarang. Nggak boleh selalu ngerepotin 'kakak' gue."
"Jangan terlalu cepet dewasa," Agni mengusap puncak kepala Daisy layaknya seorang kakak, lalu dibisikkannya kalimat itu untuk si bocah peminum Milo kesayangannya. "Hidup ini ibarat sebuah perjalanan panjang, orang yang selalu ingin terburu-buru biasanya akan melewatkan semua pemandangan indah yang ada di sekitarnya."
***
Hari ini,
"Wan," Daisy menahan lengan Wawan sebelum mereka semakin jauh meninggalkan gedung sekolah. "Inget yang tadi aku ajarin, kan?"
Wawan mengangguk mantap.
"Kalau ketemu Agni harus ...?" Daisy mengacungkan kepalan tangan.
Wawan membalas dengan kepalan tangan serupa. Keras dan bertenaga. "Harus berani!"
"Dan percaya diri."
Wawan mengangguk lagi.
"Coba dipraktekin dulu ke aku," Daisy menyibak rambutnya ke belakang, memasang tampang galak seperti yang biasanya ditampilkan Agni. "Mulai."
"Agni," Wawan memandang Daisy dengan tatapan penuh percaya diri. "Daisy ngajak kita ke ulang tahun kakeknya. Daripada gue pergi sendiri, gimana kalau lo bareng gue?"
"Nggak mau. Gue mau belajar," jawab Agni versi Daisy—dengan keketusan level cabe rawit satu—karena wajah polos Daisy tetap saja terlihat menggemaskan.
"Nggak usah belajar, Ni, sekali-kali tinggalkan zona nyaman untuk having fun sama gue."
Daisy mengacungkan jempol, lalu kembali membuat ekspresi galak. "Nggak ada yang menarik dari ulang tahun kakeknya Daisy. Mendingan gue belajar—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything [Sudah Terbit]
RomanceSegera Terbit Hidup Agni yang serba datar dan teratur, tidak pernah sama lagi sejak ia ditugaskan menjaga cicit pengusaha terkaya se-Asia, Daisy Yasa, di hari pertama sekolahnya. Tidak ada satu pun persamaan di antara mereka. Agni yang kaku seperti...