JANGAN COBA-COBA MEMPLAGIAT KARYA INI!
***
Kantin sekolah dipenuhi siswa yang sibuk menyantap makan siang, tapi Agni justru duduk di meja paling belakang dan sibuk dengan buku Matematika. Makan siangnya sudah dihabiskan sejak tadi, daripada membuang waktu dengan ngobrol atau bermalas-malasan di kelas, lebih baik ia mengerjakan soal Bab 9 yang belum diajari guru mereka di hari pertama sekolah—bab 1 sampai bab 8 sudah ia kerjakan di rumah.
"OMG OMG lo udah liat guru pengganti Pak Yusuf? Sumpah! Cakep banget!"
"Anaknya Bu Sam ya? Ya ampun, Tuhaaaaaan, kalau kayak gini gue rela dipanggil ke kantor kepala sekolah tiap hari!"
"Serius itu anaknya Bu Sam? Gile! Hukum gue sekarang juga! Hukum gue biar masuk kantor kepsek!"
Agni membuang napas lelah karena suara-suara bising di meja depannya. Konsentrasinya jadi buyar.
Lalu di saat acara gosip itu mulai reda, seorang murid laki-laki tahu-tahu mendatangi meja Agni dengan ekspresi kesal. Agni mendongak sedikit, lalu kembali menunduk untuk mengerjakan soal. Males.
"Thanks banget ya, Ni! Tahun lalu gue dihukum keliling lapangan cuma gara-gara maen hape di kelas, padahal gue cuma lagi bales Whatsapp nyokap gue, tapi—"
Agni menggeleng jengah. "Elo nggak lagi Whatsapp-an, lo lagi nonton drakor."
Wajah Deni langsung merah padam. "Intinya, kenapa lo nggak apa-apain si cicit mafia itu padahal dia juga melanggar peraturan?!"
"Hmm," Agni membalik halaman bukunya dengan bosan.
"Curang banget lo, Ni! Nggak adil! Jadi besok gue boleh cat rambut dan pake sepatu Nike Air Jordan?!"
"Boleh. Tapi habis itu gue masukin lo ke ruang BP."
"Lo kenapa sih? Takut sama si anak baru? Disogok pake duit? Apa diancem terjun dari Monas?"
Agni memejamkan mata kesal, lalu menutup bukunya dan mendongak pada murid itu. "Sekali lagi lo teriak-teriak sampe kuping gue panas, gue bakal suruh lo jilat lobang wc lantai satu."
"Pengecut lo, Ni! Takutnya sama anak baru! Dasar macan ompong!"
Agni tidak membalasnya. Sambil meredam kemarahan dengan meremas sebatang pensil, ia membiarkan Deni pergi.
Sial. Sudah ia duga ini bakal terjadi. Meski dirinya populer dan banyak disukai orang, tapi tidak dipungkiri ia juga punya banyak musuh. Terutama murid-murid bermasalah yang pernah dibuatnya marah. Kasus lolosnya si Bayi Mafia itu jelas bakal jadi senjata makan tuan Agni.
"Ni, mukanya kok kusut banget?" tanya Wawan saat mengambil tempat duduk di hadapannya.
Mereka sudah biasa makan siang bareng di sekolah, terhitung sejak TK sampai kelas 12 Wawan terus mendampinginya. Tapi kali ini Agni benar-benar sedang ingin sendiri. Lagi pula meja kosong di kantin ini masih banyak. Kenapa Wawan selalu saja memilih makan semeja dengannya?
"Ni? Lo kenapa?"
"Lagi menopause," jawab Agni asal.
"Menopause sama menstruasi itu sama?"
Agni mengusap kedua pelipisnya sambil memejam mata. Sabar, sabar .... Memang belum saatnya titisan Nobita ini mengerti siklus kewanitaan.
Belum juga sakit di kepala Agni reda, suara-suara ribut dari meja sebelah membuatnya makin parah. Acara gosip dimulai lagi.
"Udah liat murid baru kita?"
"Si rambut golden brown itu?"
"Anak dari keluarga gangster bo! Liat aja tuh, SP kita aja nggak berani apa-apain dia." [SP = student president]
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything [Sudah Terbit]
RomanceSegera Terbit Hidup Agni yang serba datar dan teratur, tidak pernah sama lagi sejak ia ditugaskan menjaga cicit pengusaha terkaya se-Asia, Daisy Yasa, di hari pertama sekolahnya. Tidak ada satu pun persamaan di antara mereka. Agni yang kaku seperti...