Menyibak Tirai Rahasia

13 1 0
                                    

Jalanan yang dilewati Sonya dan teman-temannya sedikit lembab karena gerimis baru saja reda mengusir debu yang dari siang risau entah ingin ke mana.

Sonya menatap Zero yang tersenyum di sudut kota, bertengger di sebuah baliho iklan sepatu.

Ia merasakan debaran jantungnya yang sesaat lagi menyaksikan kebenaran dari teman bacanya itu.

Kerumunan orang yang didominasi oleh remaja perempuan menumpuk di berbagai sudut stadium. Di tengah bagian depan berdiri kokoh panggung yang penuh dengan berbagai cahaya lampu sorot.

Setelah melewati pemeriksaan tiket, Sonya, Monic dan Alisa menuju ke arah karpet merah yang sengaja dibentangkan untuk menyambut sang idola lewat.

Tiba-tiba terdengar bising dari dalam ruang artis. Beberapa orang yang berpakaian serba hitam dilengkapi alat komunikasi di telinga mereka berdiri memagari penggemar yang menyoraki nama Zero.

Tak lama sosok yang sangat akrab dengan Sonya muncul dengan senyum yang manis merekah.

"Zeroooooooo!"

Kata itu saja yang melompat dari bibir para gadis.

Zero melambaikan tangannya dan menyapu semua orang dengan pandangan bangga kepada para penggemar yang berebut ingin menyalaminya.

Tiba-tiba pandangannya tertahan pada sosok yang sedari tadi diam dan memperhatikannya. Dia adalah Sonya yang menatapnya tanpa mengedipkan mata sedikit pun.

Zero seperti mengucapkan namanya dengan ekspressi kaget. Zero melanjutkan langkahnya menuju belakang panggung tapi tatapannya masih mengarah kepada Sonya yang tampak lain malam itu.

Sonya terdiam seakan ingin pingsan. Di tempat ramai itu ia tidak bisa berjalan, bahkan tak bisa berbicara bersama Zero. Air matanya menetes karena merasa dibohongi oleh seluruh dunia.

Suara gemuruh penonton menyambut Zero yang sudah memegang microfon.

"Untuk malam ini, sangat spesial, karena ada seorang sahabat yang rela melewati gerimis sore tadi hingga sampai di sini.

Untuk semua yang ada di sini, inilah persembahan pertama bagi kalian semua."
Zero mulai memetik gitarnya dan diikuti oleh nyanyian suara penonton.
Tak lama lagu slow diganti dengan lagu yang mengajak semua orang meloncat. Beberapa penari keluar dari dalam tirai dan mengiringi Zero yang menari sambil bernyanyi.

Malam yang mendung itu tiba-tiba begitu bergejolak disinari oleh bintang yang penuh semangat di atas panggung.

Hampir tiga jam tempat luas itu dipenuhi oleh suara histeris dan teriakan yang memuja Zero. Akhirnya perlahan-lahan acara show tersebut harus berakhir dengan lagu sedih dan beberapa lagu baru yang dipromosikan untuk semua penggemar.

Tak sampai sejam panggung telah sunyi kembali. Para penggemar bubar meninggalkan arena konser. Sonya melangkah meninggalkan kerumunan penggemar yang begitu memuja idolanya.

Di belakangnya kedua temannya sibuk mengecek video dan foto yang mereka rekam tanpa menghiraukan hati Sonya yang sedang merasa pilu.

🍟🍟🍟🍟🍟🍟🍟🍟🍟🍟🍟🍟🍟🍟

Zero berdiri di atas atap gedung perpustakaan sambil memandangi Sonya yang melangkah menaiki sebuah tangga dari lantai bawah.

Zero menatap gadis yang belakangan sangat dekat dengannya.

Poni Sonya tertiup angin, dan rambut pendeknya dibiarkan terurai begitu saja. Tak ada lagi kunciran rambut yang biasanya. Hanya kaca mata berlensa tebal yang masih bertengger di hidung mancung Sonya.

The LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang