No you don't need my protection. But i'm in love can't blame me for checking.
***
Diandra
Aku iri pada mereka semua. Aku iri pada senyum bahagia mereka ketika mereka mengelus perut buncit mereka dengan penuh perhatian. Aku iri pada sorot mata kebahagiaan yang terpancar dari mata pasangan mereka yang senantiasa mendampingi mereka saat check kehamilan. Aku sangat iri pada mereka.
"Ibu Diandra Sastrawijaya.."
Suara nyaring seseorang membuyarkan lamunanku. Butuh beberapa detik sampai aku sadar jika suster telah memanggil namaku. Segera kulemparkan senyum tipis padanya seraya bangkit dari tempatku duduk lalu melangkah ke ruang praktik dokter. "Ibu Diandra, anda terlihat pucat.. Apakah perlu saya bantu?" Aku tersenyum dan menolak halus bantuannya.
Ruangan dokter Oscar tidak berubah sama sekali atau mungkin aku yang terlalu sering mengunjungi ruangan ini sampai-sampai aku hapal betul ada tiga figura foto yang terpajang di meja kerjanya. Dokter Oscar berdiri menyambutku demi memberikan sebuah pelukan hangat. Jangan dianggap aneh, aku dan dokter Oscar memang sedekat itu. "Harris?" tanya dokter Oscar sekilas.
Aku tidak bisa menahan dengusanku kala mendengar nama pria. "Kerja.." jawabku seadanya. Dokter Oscar menatapku sejenak, kemudian pandangannya berubah cemas namun masih tetap memaksakan tersenyum. Aku cukup mengerti arti pandangan itu.
Mengasihaniku.
Mungkin aku memang pantas dikasihani-tidak hanya oleh dokter kandungan berusia lebih dari setengah abad itu, tapi juga oleh seluruh wanita di dunia ini. Siapa yang tidak akan mengasihani seorang wanita yang harus mengecek kandungannya yang bermasalah setidaknya dua kali dalam sebulan. Jika suami tercinta menemani wanita malang itu sudah pasti akan mengurangi kadar kasihan dari orang-orang. Alih-alih menemani si wanita malang, sang suami yang sudah pasti hapal betul tanggal ini tentu saja lebih memilih bekerja daripada harus berbagi beban dengan wanita malang ini.
Pemeriksaan berjalan lancar. Tidak ada berita yang benar-benar bagus. Hanya ada deretan nasihat-nasihat yang sudah terlalu sering kudengar setiap kali aku mampir untuk mengecek kandungan atau saat kunjungan dadakan yang di luar rencana.
"Saran saya masih tetap sama Dee.. Kalian berdua masih muda, masih besar kemungkinanmu untuk hamil lagi.. Saya hanya takut sesuatu yang buruk akan terjadi padamu, Dee.." ucap dokter Oscar begitu serius.
"Dan keputusanku masih tetap sama dok.." balasku terdengar yakin. Aku sendiri bahkan meragukan nada penuh keyakinan di dalam ucapanku barusan. Dokter Oscar menatapku tidak percaya, namun dia tetap menuliskan resep agar aku bisa menebus vitamin-vitaminku. "Siapa yang akan mengantarmu pulang?" tanya dokter Oscar khawatir. Aku tentu saja akan pulang dengan taxi, memang dengan apa lagi. "Jaga dirimu baik-baik, Dee.. Ingat, jangan terlalu lelah, jangan terlalu memaksakan diri, jangan berpikiran terlalu jauh.. Jika ada sesuatu, jangan segan-segan untuk menghubungi saya.." pesan dokter Oscar sebelum aku meninggalkan ruangannya setelah berkonsultasi-dan berkeluh-kesah-selama setengah jam lebih.
***
Menjelang siang, kediaman Sastrawijaya mendadak ramai. Mamaku, Ale ,dan princess Daphnee, serta evil queen Naya mengunjungiku dengan membawa banyak oleh-oleh. Aku tersenyum lebar saat mendapati mama membawakan novel favoritku-Inferno karya si penulis hebat Dan Brown. Ale dan Naya juga tidak mau kalah. Dua sabahatku itu membawa belasan dvd dengan judul-judul yang belum pernah ditonton olehku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbiological Sisters Wedding Diaries
ChickLitAlecia Nando dan Daphnee. Seharusnya mereka sudah cukup. Lalu apa lagi yang kucari? Diandra Sesulit itukah melepaskanmu Harris? Kanaya Apa aku sudah cukup baik untukmu Henry? Atau aku telah mengacaukan segalanya? Gloria Mungkin dia bisa memberika...