"Long go and far away I dreamed a dream one day. And now that dream is here beside me. Long the skies were overcast but now the clouds have passed. You're here at least."
Fernando
Semua diawali ketika aku melihatnya berjalan bersama teman-temannya melewati depan UKM pecinta alam tempatku bernaung selama setahun terakhir ini. Jelas dia adalah mahasiswi baru karena dia masih mengenakan kemeja berwarna putih polos yang dipadukan dengan rok hitam dan jangan lupakan rambut panjangnya yang dikuncir kuda-setelan khas maba (read: mahasiswa baru) yang baru terjun mencicipi dunia perkuliahan yang berat ini. Dia tertawa lepas-cukup kencang sampai aku bisa mendengar tawanya. Salah seorang temannya pasti menceritakan hal yang lucu sampai dia bisa tertawa selepas itu.
Yang baru kusadari selanjutnya adalah aku tidak bisa mengalihkan mataku darinya sampai dia benar-benar hilang dari pandanganku. Rusukku yang disenggol kasar oleh Donny pun tidak terasa menyakitkan karena saat aku melihatnya waktu terasa berhenti.
Sejak saat itu ada semacam janji yang kubuat dengan diriku sendiri. Janji dimana aku harus mengetahui nama si pemilik tawa yang renyah itu. Dari janji yang hanya ingin sekedar mengetahui nama sampai ingin menjadikannya milikku.
***
Harris
Semua diawali ketika dia menyentuh bahuku demi meminta sebuah pertolongan kecil. Untuk pertama kalinya aku melihat wajahnya yang memerah di bawah terik matahari dengan ekspresi cemas yang tidak bisa dia tutupi dengan baik. Dia tersesat. Dan dari sekian banyak orang yang berlalu-lalang di taman ini, dia memilihku untuk dimintai pertolongan. Entah takdir macam apa ini.
Ini memang bukan pertama kalinya aku melihat ada yang tersesat di kampus seluas ini. Terlebih untuk mahasiswa baru yang jelas akan kebingungan dengan tata letak kampus yang berjauhan dan diselipi oleh banyak taman hijau yang seolah menjadi penghubung antar satu fakultas dengan fakultas lain. Belum lagi penunjuk jalan yang minim sehingga orang-orang yang belum kenal betul lingkungan kampus dijamin pasti akan kebingungan dan tersesat.
Hanya saja dari sekian banyak pengalaman aku melihat orang-orang tersesat, inilah kali pertama aku dimintai tolong oleh seorang mahasiswa baru jurusan ekonomi yang terdampar sampai di taman dekat fakultas teknik. Dan untuk pertama kali juga, hatiku tergerak untuk menolong seseorang. Bukan hanya menunjukkan jalannya, aku malah menawarkan diri untuk mengantar dia sampai ke gedung fakultasnya.
Setelah mengantarnya sampai ke tujuannya, dia tersenyum lebar padaku seraya bertubi-tubi mengucapkan terima kasih. Wajahnya masih bersemu memerah-tidak terlalu cantik-namun ada sesuatu yang unik disana. Sesuatu yang indah.
Kukira aku hanya bertemu dengan dia satu kali di hari itu saja. Tapi siapa yang akan menyangka jika takdir ternyata sudah menuliskan sebuah cerita rumit yang akan menyakiti begitu banyak perasaan, terutama aku dan dia sebagai pemeran utamanya.
***
Henry
Semua diawali ketika aku dan dia berada di satu kelompok yang sama saat ospek. Kelompok kami terdiri dari 8 orang dimana hanya ada 3 orang perempuan termasuk salah satunya adalah dia. Ketiga perempuan itu-Rossa, Hana, dan Kanaya-seolah menjadi angin segar yang menyejukkan otak kami para lelaki yang sudah mumet dikerjai senior. Tapi dari ketiga orang itu, ada satu yang menarik perhatianku. Dia bahkan tidak secantik Rossa atau semanis Hana. Dia jarang tersenyum dan wajahnya terkesan galak.
Tapi bukannya yang sedikit galak-galak sangar itu malah yang menantang untuk didekati ya?
Kami baru berkenalan satu jam yang lalu dan aku menyadari dirinya sangat suka mengomel terutama jika itu menyangkut ketidaksempurnaan pada hal-hal kecil remeh yang tidak diperhatikan oleh semua orang. Dia tidak takut berpanas-panas ria di bawah terik matahari, dia juga tidak takut harus menceburkan dirinya masuk ke dalam lumpur. Dia hanya akan mendumal panjang lebar andai kelompok kami tidak mendapatkan nilai sempurna dari setiap games yang diberikan senior padahal menurutnya kelompok kami sudah melakukan semua yang terbaik dari yang terbaik.
Fakta aneh yang kutemukan selanjutnya adalah aku suka sekali melihatnya ketika dia mengomel panjang lebar saat ada hal yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Mulutnya tidak berhenti mengoceh dengan tangannya yang tidak berhenti bergerak seolah ingin menegaskan setiap ucapannya menjadi tontonan yang menarik untukku.
Tidak sampai sehari, beberapa anggota kelompok yang lain mulai merasa terganggu dengan sifatnya yang perfeksionis itu. Di sela-sela istirahat-aku, Rossa, dan Martin-Rossa mulai menceritakan keluh kesahnya. Rossa kesal karena sifat bossy ketua kelompok kami yang menurut Rossa semakin menjadi-jadi. Martin pun menimpali dan mendukung pendapat Rossa. Tampaknya semua ucapan yang keluar dari mulut Rossa akan disetujui oleh Martin mengingat pesona kecantikan Rossa yang memang begitu kuat. Sementara aku hanya menikmati makan siangku sambil mendengar ucapan Rossa yang entah kenapa hanya numpang lewat di kepalaku. Masuk telinga kiri keluar telinga kanan begitu saja. Jika pesona Rossa telah membelenggu para Martin dan yang lainnya, aku malah terbelenggu oleh pesona si ketua kelompok yang galak-galak bossy itu.
Dia unik dan aku pasti bisa menaklukkannya. Tapi siapa yang sangka jika ternyata pada akhirnya akulah yang berhasil dia taklukkan.
***
Joseph
Semua diawali ketika takdir mempertemukan aku dengannya di Hu'u club di malam pergantian tahun. Aku-seorang pria dengan masa depan cemerlang, calon dokter spesialis ortopedi hebat lulusan Yale School of Medicine-merasa menjadi orang terbodoh di dunia saat aku rela terbang bermil-mil jauhnya dari JFK ke Ngurah Rai demi bertemu dengan seorang wanita ular pemberi harapan palsu. Wanita yang membuat janji untuk bertemu, membuatku membuang uang dengan membeli tiket pesawat yang harganya selangit itu, lalu membatalkannya. Aku yang meluapkan rasa frustasi dengan meminum bersloki-sloki Johhnie Walker, sampai dikira seorang pemabuk berat olehnya.
Disitulah aku bertemu dengannya kala dia-dengan ekspresi cemasnya yang tulus-menanyai keadaanku. Tidak, aku tidak baik-baik saja setelah apa yang dilakukan wanita sialan itu. Tapi ya, aku sepertinya baik-baik saja setelah ditanyai oleh dirinya yang seolah-olah berada di tempat dan waktu yang salah.
Demi Tuhan ini adalah klub malam yang penuh dengan hal-hal negatif di dalamnya mulai dari alkohol, asap rokok, wanita pemuas nafsu bejat para pria berkeliaran dimana-mana, penari striptis tengah beraksi, dan dia berdiri di hadapanku-terlihat tidak nyaman di balik gaun hitam pendek yang dikenakannya.
Namanya Gloria dan usianya 20 tahun. Dia terlihat seperti anak remaja di bawah umur yang secara illegal masuk ke dalam list pengunjung klub malam ini. Dan dia membuatku teramat penasaran. Teramat penasaran sampai aku harus memaksa Jerome membuka mulutnya demi memberikan sedikit informasi mengenai keberadaan dia. Bahkan Jerome pun melindungi segala informasi tentang gadis itu walau akhirnya aku berhasil membujuknya.
Dia seorang yang special. Aku yakin itu. Siapa yang menyangka jika pada akhirnya dia akan menjadi pusat duniaku. Poros dimana duniaku berputar dengan semestinya dan berhenti sewaktu-waktu tanpa bisa kukendalikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbiological Sisters Wedding Diaries
Chick-LitAlecia Nando dan Daphnee. Seharusnya mereka sudah cukup. Lalu apa lagi yang kucari? Diandra Sesulit itukah melepaskanmu Harris? Kanaya Apa aku sudah cukup baik untukmu Henry? Atau aku telah mengacaukan segalanya? Gloria Mungkin dia bisa memberika...