Asing.
Baik gue maupun Jisung, kita sama-sama bersikap layaknya orang asing setiap kali kita berpapasan di sekolah. Bukan Jisung, lebih tepatnya hanya gue yang mengasingkan diri.
Setiap gue berpapasan sama Jisung, gue sadar kalau Jisung sengaja buat kita seolah-olah berpapasan padahal dia nyatanya ikutin gue biar samaan. Kelihatan dari muka Jisung, setiap kita ketemu kayak ada yang mau diomongin tapi ditahan.
Gue bahkan sadar, adanya gue di perpustakaan kehadiran Jisung juga enggak luput ada di sini. Dari jarak beberapa meja dari meja gue, bisa gue rasakan tatapan Jisung terus mengarah ke gue buat gue menghela napas entah keberapa kali.
"Hoi!" Satu tepukan dan satu suara tepat di telinga gue.
Gue terkejut, tapi cepat-cepat tenangin diri. Masalahnya, kalau gue kaget biasanya suka panik. Untung aja tadi enggak teriak kaget. Bahaya, ini di perpustakaan.
"Kak Haechan apaan, sih?! Bikin kaget!" Sungut gue, bisik-bisik sama dia.
Kak Haechan nyengir, lalu matanya melirik ke arah lain yang gue sadari ke mana arah lain itu. Lebih tepatnya ke siapa.
"Lagi marahan sama Jisung?" Tanya kak Haechan.
Gue mengedik, "tau, tuh."
"Kelihatan banget," kak Haechan mencibir, "sekali lihat juga tau kondisinya."
Gue cuma diam, enggak membantah tapi enggak juga setuju.
Gue heran sama kak Haechan. Dia ini punya temen banyak, tapi sekalinya gabut pasti datengin gue dan menebak kondisi gue terus-terusan sama kayak sekarang ini. Dengan benarnya, kak Haechan menebak gue lagi marahan sama Jisung.
Gue balik lagi baca buku novel, diikuti kak Haechan yang mulai kepo sama bacaan gue.
"Nanti pulang sama siapa?" Tanya kak Haechan.
"Aku bawa motor, sih." Jawab gue tanpa niat ngalihin muka dari buku novel.
Gue datang ke perpustakaan murni karna belajar. Mau baca buku novel dari perpustakaan, gara-gara dapat tugas bahasa buat meresensi buku. Disini, gue jauh dari niatan untuk terhindar sama yang namanya Park Jisung.
"Gak asik, lo!" Kak Haechan bersungut, "gue mau ngajakin lo pergi, nih. Masa enggak bisa, deh?"
"Harus banget hari ini?"
"Iya." Kak Haechan ngangguk, "lusa ada acara reuni sama anak-anak SMP gue. Kan gak asik kalau enggak belanja. Mana nanti ketemu mantan yang makin cantik lagi."
"Makanya kak, cari pacar sana."
"Mau nya gue sih gitu, tapi lo nya mau enggak?"
Gue kontan menyerit bingung, "maksud kakak?"
Kak Haechan diam, mengalihkan pandangan nya sambil memasang wajah kesal. Rasa-rasanya gue pengen habisin aja tuh muka dia yang sok-sok kesal.
"Yaudah nanti aku temenin." Bilang gue buat mata kak Haechan yang kelihatan kesal itu jadi berbinar. Dia natap gue kelihatan senang gitu.
"Serius?" Tanya dia, gue mengangguk dua kali.
"Tapi nanti aku antar motor dulu ke rumah, terus pergi bareng-bareng belanjanya dari rumah aku."
Kak Haechan ngangguk patuh, "Yaudah iya. Sabeb aja gue."
"Intinya pergi bareng." Lanjut kak Haechan, gue cuma berdehem.
***
Sepulang sekolah, gue dan kak Haechan benar-benar pergi bareng. Dan sekarang, kita ada di salah satu mall besar. Lebih tepatnya salah satu toko sepatu yang ada di mall besar.
Kak Haechan udah empat kali nyoba berbagai sepatu, dan menanyakan tanggapan gue tentang sepatu pilihan nya. Karna di mata gue bagus-bagus aja, gue ngangguk aja. Tapi, dia sendiri yang justru ragu-ragu dan berakhir milih sepatu lain lagi.
"Ini bagus, nggak?" Kak Haechan datang dari pojok toko, menunjukkan sepatu hitam bermerek dengan model yang kekinian.
"Aku ngangguk pun, kak Haechan bakal pilih yang lain." Dengus gue.
Dia cengengesan, "janji, enggak. Ini kalau menurut lo bagus, gue beli."
Dia masih menunjukkan sepatunya itu, buat gue berpikir sejenak sebelum mengangguk. Karna emang jujur, sepatunya bagus dan pas kalau gue bayangin kak Haechan yang pake.
Setelah anggukan gue, kak Haechan pergi untuk membayar sepatunya di kasir, sementara gue menunggu dia di depan toko karna mata gue juga butuh pemandangan yang lain. Ibaratnya, cuci mata.
Asik cuci mata, gue menangkap seseorang yang enggak asing lagi bergandengan tangan enggak jauh dari salah satu toko yang menarik perhatian gue karna dagangan nya.
Menyipitkan mata, mencoba melihat dengan jelas. Betapa terkejutnya gue, saat penglihatan gue yang gue rasa udah jelas itu menangkap seorang Park Jisung yang tidak sendiri, melainkan bersama Lami.
Gue memerhatikan mereka berdua yang tampak ngobrol-ngobrol asik sambil ketawa-ketawa, sampai entah perasaan gue aja atau emang bener, mata gue sama mata sipit Jisung sempat bertabrakan walau jarak kita jauh.
Satu tepukan mendarat di bahu gue.
Gue menoleh, mendapati kak Haechan menatap gue heran.
"Kenapa?"
Gue tersenyum simpul lalu menoleh kembali ke arah di mana sebelumnya ada Jisung, sekarang udah enggak ada. Bisa gue lihat dari sudut mata gue, kak Haechan ikut memerhatikan apa yang gue lihat sekarang dengan tampang kepo nya.
"Apaan, deh?" Tanya kak Haechan lagi.
Gue menggeleng, lalu menarik tangan nya yang membincing bungkusan sepatu tadi.
"Kita pergi lagi, yuk." Ajak gue, tanpa jawaban dari kak Haechan gue langsung menarik nya pergi jauh dari sana menuju ke mana aja asal kak Haechan enggak kepo lebih lanjut.
Gue yakin, Jisung ngelihat gue tadi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
BoyFRIEND | Jisung✔️ [Completed]
Fanfiction[[I'm just FRIEND to you]] BoyFriend Dyudyu, 2019 Cerita nct lainnya dari Dyu Mantan - Renjun Pacar - Haechan Status - Jaemin Rich - Chenle Dingin - Jeno Sementara - Mark Cek work Dyu ya💚