Asik nonton drama yang lagi on-going, demi melupakan kejadian memilukan dimana Jisung lebih memilih Lami daripada gue. Tiba-tiba ponsel gue yang mahal ini bunyi, tanda-tanda ada yang telpon.Gue terpaksa mempause drama yang gue tonton, untuk memeriksa siapa penelepon yang mengganggu aktivitas gue. Dan betapa kagetnya gue saat gue baca namanya,
Icung is calling...
Gue menghela napas, lalu menetralkan suara. Setelah selesai, gue menekan tombol hijau dan suara Jisung yang berat itu menyapa telinga gue.
"Kenapa lama, sih?" Omel Jisung, kelihatan dia kesal.
Gue mendengus pelan, "salam dulu kek! Baru diangkat udah ngomel aja."
"Gue tebak, lo lagi nonton drama, kan?" Gue menyerit heran, kenapa Jisung bisa menebak dengan tepat.
"Kok tau?"
Dia terkekeh di seberang sana, buat gue auto bayangin dia yang lucu itu ketawa pelan. "Rutinitas lo, setiap jam sepuluh malam bukannya tidur malah nonton drama."
Gue merotasikan bola mata, "kalau gue tidur, enggak bakal ada yang angkat telepon lo. Bisa-bisa besok gue dicincang habis sama lo."
Jisung langsung ketawa di seberang sana. Heran deh, udah malam tapi bisa gitu ketawa kenceng. Belum aja diamuk sama mama papa nya yang pastinya udah tidur. "Tau aja lo." Katanya.
"Iya lah!" Sungut gue, "gue harus ada setiap lo butuh, tapi lo enggak pernah ada pas gue butuh."
Gue pikir Jisung bakal diam atau merasa tersinggung dengan ucapan sarkasme gue barusan. Tapi, gue salah. Jisung malah berseru ngeledekin gue.
Definisi dari tidak peka sebenarnya.
"Eyy~ lo kok baperan gini, sih?" Dia ketawa singkat, "PMS lo?"
Gue berdecak, "Udah deh, buru. Ngapain nelpon?"
"Oh iya! Gue hampir lupa!" Dia teriak pas di telinga gue, buat gue buru-buru ngejauhin ponsel gue sebentar dari telinga takut takut gendang telinga gue bakal rusak.
"Gak usah teriak, dong!"
"Hehehe.." dia ketawa, lalu menggumam, "gue mau minta maaf dulu nih, sama lo." Gue menyerit.
"Kenapa?"
"Tadi gue ninggalin lo di sekolah sendirian. Mau gue jemput lagi, Haechan ngabarin gue kalau lo balik sama dia." Jelas Jisung buat gue ngangguk paham. Tanpa sadar, gue tersenyum tipis.
Ternyata Jisung enggak lupa sama gue, dan sempat niat mau jemput gue lagi setelah anterin Lami pulang. Tapi tetep aja. Prioritasnya Lami.
"Jadi?" Tanya gue, karna gue yakin poin utama nya bukan disini.
Dia berdehem pelan, "lo tau kan gue tadi pulang sama siapa?" Tanya dia, gue berdehem.
"Gila!!" Jisung teriak lagi, kedua kalinya gue ngejauhin ponsel gue dari telinga dengan alasan yang sama seperti tadi. "Jisung!!" Balas gue teriak.
Dia enggak peduli sama teriakan gue, karna yang gue denger dia histeris sendiri disana. Buat gue jadi penasaran, "kenapa, sih?!"
"Gue pulang sama Lami, Woi! Lo paham gak poin nya? Lami. L-A-M-I" Jisung masih histeris, mengeja nama Lami sejelas mungkin.
"Ya terus?" Tanya gue lagi, karna sumpah, gue bener bener enggak paham.
"Lo tau kan? Kalau gue dari dulu naksir Lami? Dan dari sekian banyak cowok pengen pulang sama dia, dia malah nyamperin gue dan nerima gitu aja pas gue nawarin dia pulang!" Jelas Jisung, "sumpah! Sepanjang jalan gue deg-degan!"
Gue menghela napas perlahan, tersenyum paksa mendengar kegembiraan Jisung. "Lalu? Gimana?"
"Gimana apanya?" Tanya dia kebingungan.
"Di atas motor? Pasti lo gagap kan?"
"Enggak dong!" Jisung membantah dengan semangat, "gue awalnya ngerasa canggung dan mikir gue bakal gugup. Tapi, dia ternyata se-asik itu dan nyambung banget pas ngobrol sama gue. Jadi, kita berdua enggak ada canggung canggung nya! Sumpah! Feel nya tuh susah di deskripsikan."
Kalau sama gue? Pengen gue tanya begitu, tapi itu enggak mungkin. Kentara banget gue nantinya.
Gue ngangguk paham, terus memaksakan senyum gue. Padahal, biarpun gue enggak mengukir senyum karna Jisung enggak bakal tau, gue tetap aja ngulur senyum karna bahagia nya Jisung seakan bahagianya gue juga.
Walau terpaksa.
"Bagus, deh. Lo berdua jadi berteman dekat, kan?"
Jisung berdecak, "enggak asik!" Gue menyerit bingung, "ha?"
Jisung berdecak lagi, "do'ain kek kita bisa lebih dari temen! Kayak pacaran atau apa gitu!"
Gue menghela napas, "iya-iya.." gue berdehem pelan menengok ke arah jam di atas nakas gue sebelum mata gue beralih ke layar laptop yang menampilkan drama yang masih gue pause.
"Dikasih hati minta jantung, lo." Dia ketawa.
"Jis, kita berhenti dulu ya ngobrol nya." Bilang gue mencoba tenang, Jisung kayak diam gitu sebelum nanya, "kenapa?"
"Gue mau lanjut nonton. Nanti selesainya kemalaman. Lo kan tau, besok sekolah." Jisung berdehem.
"Yaudah deh. Matiin aja. Gue kebetulan lagi chat sama Lami nih."
"Oke. Gue matiin, ya." Jisung balas berdehem, dan sambungan gue matikan sepihak.
Jangan tanyakan bagaimana keadaan gue. Gue berdusta dengan Jisung yang bilang mau lanjut nonton. Karna pada dasarnya, gue berakhir nangis sendirian dan melupakan drama gue yang bahkan belum setengah jalan.
Gue menangis semalaman, sampai entah jam berapa gue tertidur dalam keadaan mata masih berair.
Apa cinta gue ke Jisung udah sedalam itu?
**
KAMU SEDANG MEMBACA
BoyFRIEND | Jisung✔️ [Completed]
Fanfiction[[I'm just FRIEND to you]] BoyFriend Dyudyu, 2019 Cerita nct lainnya dari Dyu Mantan - Renjun Pacar - Haechan Status - Jaemin Rich - Chenle Dingin - Jeno Sementara - Mark Cek work Dyu ya💚