13-Hey?

53 5 0
                                    

"Hah?" aku mengernyitkan dahi, memajukan wajah mendekati lembar kertas itu.

CALON KETUA OSIS TERPILIH

1. ABYASA

2. M. IRSYAD F.R

3. SYIFA K

4. YANUAR ROMI


"Hah?" lagi-lagi aku terperangah, berawal dari satu "mengapa?" menjadi ratusan "Hah?!" percayalah, episode ini akan penuh "hah?!" :v

(*)

"Hah?!" aku menggebrak meja, seluruh mata yang ada di kumpulan ini melihatku terkejut, Aku mendapat 300-an suara? yang benar saja. ini artinya..

"Hah?!" Aku berteriak lagi, "Aku jadi ketua OSIS?" telunjukku mengarah ke diriku sendiri, kali ini berbisik. Artinya Syifa juga akan menjadi OSIS, tapi bukan ketua, apa ya jabatan yang akan dia dapatkan? Semoga wakil.

Aku ragu mendapat posisi ini, tapi benar- benar yakin. Entah apa rasanya, tidak bahagia, tidak juga sedih. Hanya terpikir kembali kata-kata seseorang kala itu.

Aku tidak mau masuk ke dalam atmosfer mereka. Aku ini bukan sekedar pion dalam permainan mereka.

Yep, Langkah pertama, aku akan berusaha tidak menonjol.

"Kyaaa~" Anjir! apaan nih! " Selamat yaaa mas Aby!! akhirnya mas jadi Ketua OSIS, Asikkk. Ga sia-sia aku nyoblos mas Aby!!!" Saat itu juga aku sadar, baru sedetik, Langkah pertamaku hancur sudah.

Cadangan kedua. Ada sebuah falsafah sederhana yang berkata, "Berhenti berpikir keluar, bereskanlah dulu ke dalam. Lihatlah pasukanmu."

Mereka baik-baik saja, tidak ada yang sa-

Gedubrak!

Tawa pecah di lapangan, "Ilyas goblok banget, hahahaha!" anak-anak di sekitar bocah dekil-hitam-gemuk itu tertawa mencemoohnya. Setidaknya aku masih punya anak-anak yang lebih nggenah daripada Ilyas.

Senin jadi Selasa, Selasa jadi Rabu. Dan, sebelum Rabu menjadi Kamis, aku kumpulkan semua anak-anak OSIS untuk brieffing. Lagi-lagi problem klasik yang menghadang kami. Kepada siapa gerangan aku akan bertanya?

Satu nama pun muncul. Dan, dialah pilihan tunggal. Siapa sangka Aby akan melihat Lelaki berkacamata itu lagi?

Andika bersedia kuajak mengobrol sepulang sekolah. Tepat pukul dua, aku bertemu dengannya. Kacamatanya masih yang lama, padahal kemarin kulihat lensa kirinya lepas di masjid.

"Ada pertanyaan?" Andika langsung membuka percakapan. Dengan keramahannya, ia menyuruhku duduk.

"Begini, Mas..."

Selebihnya rahasia kami berdua, kalian ga perlu tahu. Bagian  tanya jawab ini saja

"Kenapa kamu mau jadi OSIS?" tanya Andika, Aduh pertanyaan ini lagi. Protesku dalam hati, menyadari posisiku yang mati langkah. Namun, aku teringat prinsip mafia dan jawara seluruh dunia. Api dibalas api, mata dibayar mata, "Kenapa" dibalas "kenapa" juga :v

"Kenapa... nggak?" aku membalas

Dia mengangguk-angguk kecil lalu membenarkan posisi kacamatanya. "Saya seneng sama jawabanmu," ujarnya. "Betul, kenapa tidak? Dan kalau kamu semisal diskak pak Sargi kamu mau bilang apa?"

Oke, "apa" seharusnya lebih mudah, kuputuskan pakai rumus yang tadi.

"Apa.. apaan ini?"

Andika mengangguk puas. Lalu kuputuskan untuk pamit duluan, "Jawabanmu bagus sekali, By." ujarnya sebelum aku beranjak.

(*)

Setahun kemudian.

Ting..

Mataku yang sebelumnya terlelap, melirik ke sebelah kiri kepalaku,

Syifaa : Udh mau agustusan, lombanya gimana????

Aku memejamkan mata lagi, Brisik ah.

Ting..

Ah! Apaan sih!

Cahaya handphone nampak kontras di antara remang-remangnya kamarku,

Syifaa : HEH! jawab dong.

Aku memutar bola mata, kutegakkan badanku lalu duduk dengan  badan masih bau kasur (harfiah maupun kiasan),

Besok di sekolah di bahas, oke?

Gausah ribut, masih ngantuk

Hmm, okelah :)

Sejenak aku merasa bersalah, Aku kan suka sama dia? sudah setahun, apakah hubungannya baik-baik saja?

Hei syif?

Ya?



Mari kita mulai.

Secuil Cerita Untuk Hari IniWhere stories live. Discover now