Sepertinya jadi Ketua OSIS bukan urusan yang mudah, aku sudah mengamatinya. Walaupun aku belum pernah mengalaminya sama sekali, DP beda tingkatan dengan OSIS. Perjuangan harus lebih ditingkatkan lagi.
"Katanya istirahat ini para bakal calon disuruh kumpul di masjid, by." Misriyah memberitahuku, "Iya, kemaren udah dikasih tau, kok." aku berdiri dari kursi tempat aku duduk. Bakso tusuk digenggamanku belum habis, segera kujejalkan semuanya masuk ke mulutku.
Anjir, panas.
Baru akan berlari keluar kelas, Andika sudah mencegatku, "Baru mau nyamperin by, ayo." Dia menggaet tanganku. Aku mengibaskannya supaya dia melepasku, "I-iya iya, bentar lagi aku kesana, maemanku belum abis nih." Aku berusaha mengucapkan kata-kata itu dengan jelas, dengan mulut yang penuh bakso.
Di masjid ternyata sudah ramai. Semuanya saling mengobrol, membicarakan strategi mereka masing-masing untuk menghadapi Pemilihan Ketua OSIS. "Adik-adik silahkan berkumpul menjadi beberapa barisan di depan kakak. Sebentar lagi akan ada sesi wawancara. Setelah itu diambil 4 Calon untuk menjadi calon Ketua OSIS kita." Teddy berusaha menjelaskan sistem seleksi bakal calon kali ini.
Saat sesi wawancara, semua sibuk menghapalkan materi masing-masing. Setelah kulihat, sepertinya hanya aku seorang yang tidak membawa kertas untuk materi wawancara. Apa yang harus kubahas nanti? Waduh, gimana nih.
Aku akhirnya segera mengosongkan pikiran. Halah, kamu tinggal jawabin semua pertanyaan itu kok, gampang. Otakku berusaha menenangkanku. Aku perlahan tenang, sepertinya ini yang aku butuhkan. Stay chill, mamen.
"Abyasa, silahkan maju." Andika memanggil namaku,
Aku mendongakkan kepalaku yang sedari tadi tertunduk memainkan jari. "Iya," kataku terkaget. Aku melihat di depan Andika ada seorang perempuan, sepertinya dia habis diwawancarai, hehe, dia pasti gugup.
Dia berdiri lalu memutar badannya ke arahku.
Tidak mungkin aku tidak mengenali wajahnya.
Syifa? lagi?
YOU ARE READING
Secuil Cerita Untuk Hari Ini
Teen Fiction[#1 SchoolStory #1 MasaSekolah (25.4.19)] Aku ingin segera mendapatkannya, adakah yang berniat membantu? atau mereka justru mendahuluiku. Bolehkah kau menungguku sebentar saja?