*Enjoy!*
Kedatangan Ara dengan fashion yang berbeda membuat satu sekolah terheran heran. Sahabat Ara sendiri tidak, mereka masih menggunakan pakaian dan gaya lusuh.
Ara hari ini akan berpura pura tidak mengenal Sahabatnya. Jadi mereka pergi secara terpisah hari ini.
Satu sekolah juga tidak ada yang tahu kalau Ara adalah pemilik sekolah. Ia menutupi identitasnya, hanya namanya yang ia biarkan orang tau. Wajahnya? Tidak ada, hanya kepala sekolah yang tau.
Maka dari itu Ara akan berpura pura sebagai orang asing dan meminta salah seorang siswa untuk membantunya ke ruang kepala sekolah.
"Permisi,"
"Eh? Ya?"
"Boleh aku minta tolong? Aku tidak tau dimana letak ruang kepala sekolah."
"Oh? Anda ada perlu? Akan aku antarkan. Lewat sini."
Ara mengangguk dan mengikuti langkah seorang siswi yang membantunya.
"Ini ruangannya."
"Terima kasih." Siswi itu mengangguk dan pamit pergi. Ara menoleh sebentar untuk melihat name tag gadis itu.
Ara menatap pintu dihadapannya, ia pangsung saja membuka pintu itu tanpa perlu mengetuk.
"Hey, say— Nona?!" Sang kepala sekolah, Tuan Dominiq langsung bangkit dari kursinya dan menghampiri Ara dengan wajah kaget. Ara sendiri mengernyitkan dahinya samar mendengar ucapan Tuan Dominiq yang terdengar ambigu baginya.
"Nona baru tiba? Ayo silahkan duduk, saya akan siapkan teh."
Tuan Dominiq diam memperhatikan Ara yang tengah menikmati tehnya dengan anggun. Tapi otaknya sedari tadi sedang bekerja, bertanya tanya ada urusan apa atasannya datang kemari.
"Maaf sebelumnya— ada keperluan apa Nona datang kemari?" Ara menatap secangkir teh ditangannya dan tersenyum.
"Tidak ada, aku hanya ingin datang berkunjung. Ah— aku bertemu dengan salah satu gadis sebelum kesini. Dan dia ramah sekali." Tuan Dominiq tersenyum pada Ara.
"Tentu Nona, saya memang memperketat peraturan tata krama disini. Tentu saja agar mereka tidak berperilaku seenaknya."
Ara tersenyum balik,
"Baguslah kalau begitu, aku percaya padamu."'Tata krama darimana!
"Oh!" Ara bangkit dan menuju meja kantor milik Tuan Dominiq. Pria itu menatap bingung.
"Astaga, kapan kalian mengambil foto ini? Apa festival tahun kemarin?" Ara bertanya sembari mengambil figura disudut kanan meja kantor.
Tuan Dominiq tersenyum,
"Iya Nona.""Ah— sayang sekali aku tidak ikut disini." raut wajah Ara berubah murung.
"Kenapa Nona tidak datang saja festival tahun ini? Kami dengan senang hati akan menyambut Nona. Lagipula Nona pemilik sekolah, Nona bisa datang kapan pun."
"Ah— benar juga." Ara mengangguk anggukkan kepalanya. Ia masih berada di posisi yang sama. Berdiri dengan menumpu kedua tangannya di masing masing sudut meja.
"Tapi aku tidak yakin bisa datang. Kau tau sendiri kan, aku masih sibuk. Ah— tapi kau bisa hubungi aku, kapan kau perlu bantuan untuk acara itu."
Tuan Dominiq tersenyum kecil,
"Aku mengerti." Ara tersenyum kembali membalasnya.Suara bel dari luar kantor membuat Ara menyadari ini sudah waktunya istirahat.
"Aku rasa sudah cukup mengobrolnya. Terima kasih atas teh nya. Aku ingin berkeliling sebentar." Tuan Dominiq mengangguk. Bangkit dari duduknya saat Ara mengambil tas kecilnya.
"Tentu saja, Nona bisa berkeliling dan kemari kapanpun. Kami akan menyambut Nona. Apa perlu aku panggilkan seseorang untuk menemani anda berkeliling."
"Tidak perlu Tuan Dominiq. Ah dan— Jangan terlalu formal padaku. Kau tentu tau aku lebih muda darimu kan?"
"Ah—tetap saja itu terdengar tidak sopan Nona."
Ara menggelengkan kepalanya saja.
"Kalau begitu aku permisi."Ara membungkukkan tubuhnya sekilas dan berlalu keluar ruangan. Tepat diluar ruangan wajah ramah Ara berganti. Ia menoleh ke pintu dibelakangnya dengan tatapan yang tak terbaca kemudian melenggang pergi dari sana untuk mencari teman temannya.
Sedangkan Tuan Dominiq,
"Apa apaan wajahnya itu. Merendahkanku saja. Gadis dungu sepertinya hanya bersikap sok baik dan ramah. Menjijikan."
Lagi dan lagi, kali ini ke enam perempuan itu terjebak dengan duduk bersama 8 lelaki yang ada dihadapan mereka.
"Bisa gak sih kalian duduk tempat lain aja gitu? Tatepan fans kalian itu lho. Seolah olah mau bolongin kepala kita!" ucap Vannesh pelan tapi penuh penekanan dan rasa kesal.
Bagaimana tidak? Setelah kejadian pertama kali mereka duduk di satu meja yang sama, 8 lelaki ini selalu duduk bersama mereka. Hal itu membuat para fans mereka selalu memperhatikan apa saja yang mereka lakukan.
"Gak, udah nyaman disini." Vannesh mendesis kesal ketika Tan membalas dengan santai.
Berbeda dengan temannya yang lain, Shassa dan lainnya hanya bisa terdiam miris. Karena sungguh, ini tidak nyaman. Diperhatikan dari awal datang hingga mereka kembali ke kelas. Mereka menampilkan wajah datar penuh kesal mereka.
"Dimana teman kalian yang satunya?" meja yang awalnya sedikit berisik karena obrolan mendadak senyap begitu Yugi bertanya.
"Teman kami?"
"Ara, kemana?" perjelas Yugi.
"Ara gak masuk, dia—"
"Hey!" mendadak Ara datang dan duduk di sebelah Vannesh.
"Lho?" bingung Nadya akan kedatangan Ara yang tiba tiba. Pasalnya gadis itu sama sekali tidak bilang akan menemui mereka disekolah.
"Kalian napa sih?" Ara mengernyit bingung. Tangannya dengan santai mengambil minum milik Vannesh dan meminumnya.
"Makasih Nesh." Ujar Ara sembari tersenyum kecil.
"Jalang mana lagi ini?" suara yang mereka kenal terdengar. Ara berbalik dan menemukan Adellia serta Leena dan pengikut mereka disana.
"Oh— Hello there~" Sapa Ara ramah dan tersenyum. Buat teman temannya yang lain meringis geli.
"Jijik. Lo siapa?" Ujar Adellia sinis.
"Gue? Kepo dih." ujar Ara lalu bangkit sembari membenarkan letak tas kecilnya dibahu.
"Gue pamit duluan ya." mereka hanya mengangguk. Termasuk Nicko-dkk, mereka hanya anggukkan kepala saja. Tunggu Shassa-dkk yang menjelaskan siapa gadis itu pikir mereka.
Ara tersenyum kembali pada Adellia dan Leena kemudian berlalu. Tapi—
"Gak sopan."
Langkah Ara terhenti, ia berbalik menatap Leena.
"Lo mau gue sopan? Ngaca dong. Gue udah nyapa, tapi lo asal bales aja.""Kalo lo kepo, tenang, ntar kita ketemu lagi, Leena Dothelin." kemudian Ara berlalu begitu saja. Minggalkan Adellia dan Leena yang menatap tak suka.
TBC!
Mon maap, ini rada maksa upnya:v
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Nerd Secret
Acak7 perempuan kaya juga memiliki otak yang cerdas. Mereka mencoba untuk hidup dan berpura pura sebagai perempuan dari kalangan biasa. Mencoba menikmati masa masa sekolah yang belum mereka rasakan sebelumnya. [Edit vers.] Ra first story book. Hope you...