Pada mata yang tak lagi bisa memandang, dan untuk hati yang masih setia mengenang, bahwa kedatangan yang menyimpan sebuah rahasia membuktikan hati memang telah dibutakan oleh cinta.
Jujur, ia terluka dan akan lebih terluka lagi ketika melihat kebenarannya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Yoo Inha!" Suara bariton itu menggema ke seluruh pojok ruangan, memantul sana-sini hingga bergetar di telinga Inha. Bersamaan dengan derit pintu yang dibuka, gadis itu mencium semerbak kamomil yang begitu wangi.
Inha sontak tersenyum kecil ketika aroma itu makin mendekat, hingga tak lama kemudian terdengar suara kaki-kaki kursi yang bergesek dengan lantai. Pemuda itu, Kim Taehyung, duduk tak jauh dari sang gadis yang terduduk di atas bangsalnya sendiri.
Tak heran kalau gadis Yoo itu munculkan senyumnya saat ini. Kedatangan Kim terasa begitu menggembirakan, sebab aura yang memancar dari pemuda itu adalah keceriaan yang sempat hilang dari dada Inha. Atau mungkin, sampai sekarang pun ceria memang belum bersemayam di hatinya yang ngilu.
"Ada apa? Kau mau pinjam remote telivisi lagi?" Yoo Inha bertanya, disusul dengan kikikan yang begitu kecil nan ringan.
Kim Taehyung menggeleng, mungkin lupa kalau Inha sama sekali tak bisa melihat responsnya yang sekecil itu. Ia meringis pelan kemudian berkata begitu riang, "Ayo keluar sebentar! Kita pergi ke taman."
Inha terpaku pada sekon yang kesekian. Ia diam, senyumnya hilang. "Bukannya sudah malam, ya?"
Pemuda itu berusaha keras untuk memilih kata-kata yang sekiranya takkan menyinggung bagi Inha. Benar-benar sulit. Kim Taehyung harus berpikir berkali-kali sebelum menyuarakan kalimatnya yang sempat tersangkut di ujung lidah. "Memang, sih," Taehyung menjeda sejenak lalu melanjutkan lagi, "tetapi tidakkah ruangan di rumah sakit ini terasa pengap?"
Alibi sialan. Taehyung sialan. Bilang saja kalau kau merasa tidak nyaman dengan tatapan perawat-perawat yang lewat.
"Iya. Pengap." Suara Inha mengecil, hingga hening sukses memeluk keduanya selama beberapa sekon. Inha pikir, Taehyung adalah orang yang kesepian. Maksudnya, apa yang bisa dilakukan malam-malam di luar gedung kalau bukan menatap langitnya yang gelap? Dan mengajak seseorang yang kehilangan cahaya di matanya untuk melakukannya bersama bukanlah ide yang bagus. Itu buruk. Benar-benar buruk. Pengap? Alasan macam apa itu?
Kim Taehyung merasa canggung. Selekas mungkin ia memutus keheningan yang menjadi tali pemisah di antara keduanya. "Pernah berpikir untuk mengendarai kereta Kim Taehyung Express?"
"Apa?"
"Tunggu di sini. Aku ambilkan kursi roda." Kim Taehyung beranjak keluar ketika Inha masih belum mencerna kalimat pemuda itu yang begitu aneh. Aroma kamomil masih tersisa, membiarkan Yoo Inha menghirupnya perlahan.
"Sialan," kata gadis itu pelan.
Inha embuskan napasnya dengan begitu berat. Matanya terus-terusan menatap televisi yang mati dengan kosong, sedangkan jemarinya bergetar di sisi raganya yang diam. Keluar atau tidak? Keluar atau menetap di sini seperti pecundang yang lupa diri?