Aku sedang dikejar deadline mengurus acara bazar yang akan segera dilaksanakan tiga hari lagi. Acaranya jatuh pada hari sabtu dan masih banyak yang harus diselesaikan. Kami semua sudah duduk di dalam ruangan, rapat dadakan. Aku memberikan laporan ke Dimar dan sedang mempresentasikan hasil sementara.
"Jadi agenda yang akan saya bahas hari ini adalah mengenai karyawan yang tidak bisa hadir di acara ini. Dari sekian banyaknya karyawan, yang bisa jaga stand cuma 6 orang. Kita butuh setidaknya 10 orang."
"Alasannya nggak bisa hadir itu kenapa?"
"Mereka juga baru info mendadak. Masing-masing sudah punya rencana sendiri. Ya bisa dimaklumi sih. Weekend itu waktunya sama keluarga."
"Iya, saya paham. Maksudnya, acara ini kan bukan acara dadakan yang diumumkan sehari sebelum acara akan berlangsung. Sudah dari sebulan yang lalu."
"Mungkin memang acaranya dadakan, Pak. Back to topic, untuk sementara yang akan jaga stand, Hilda, Anaz, Adelia, Tommy, Gery dan Jovan. Stand kita itu sebenarnya ada 5, jadi masih kurang 4 orang lagi. Satu stand itu terdiri dari 2 orang. Kalo satu orang per stand, takutnya nanti pada kelabakan pas lagi ramai."
"Kalo kamu sama saya yang nge-back-up, gimana?"
"Saya? Kerjaan saya aja masih banyak Pak. Belum lagi koordinir ini itu. Ini mau saya yang rangkap semua? MC nya aja belum ketemu, Pak. MC yang kemarin kan udah full booked."
"Ya emangnya kamu nggak ada referensi yang lain?"
"Ada sih. Cuma dari departemen lain."
"Siapa?"
"Kalina. Dia di pabrik Pak. Document Control."
"Ya udah, kamu tanya dia lah!"
"Dia nggak akan mau kalo saya yang minta."
"Ipeng, kamu aja yang hubungi Kalina ya. Berhubung kamu juga di balik panggung, mungkin lebih enak diobrolin sama Kalina."
"Siap, Pak."
"Untuk hiburannya gimana? Aman?"
"Aman, Pak. Semuanya udah beres dan kemarin udah diskusi sama Felisha masalah pengisi acaranya."
"Good job! Oke, untuk masalah yang jagain stand, nanti saya yang akan cari solusinya. Pokoknya stand kita nggak akan kekurangan orang. Settle kan? Ada lagi yang mau dibahas?"
"Gak ada, Pak. Selebihnya kalau ada yang urgent, kami tanya lagi sama Feli."
"Oke. Boleh bubar ya." semuanya kembali ke meja kerjanya masing-masing. Sedangkan aku ditarik paksa oleh Dimar untuk ikut bersamanya menuju ke sebuah kafe yang lokasinya dekat dengan kantor.
"Ada yang mau aku bahas sama kamu."
"Tentang?"
"Kalina."
"Ooh."
"Alasannya dia gak mau apa?"
"Karena dia gak mau."
"Iya, kenapa?"
"Kalina itu dulu sahabatku."
"Pasti gara-gara cowok."
"Sotoy!"
"Terus-terus?"
"Aku sering nemenin dia nge-mc gitu kalo ada acara. Dan biasanya, aku juga yang ngasih tau ke dia kalo ada job. Nah, jadi waktu itu aku kenalin pacarku ke dia."
"Tuh, kan! Bener dugaanku. Mantan kamu itu pasti selingkuh sama si Kalina, kan?"
"Hahaha! Bangsat! Mau denger cerita aku apa enggak nih!"
"Tapi bener kan?"
"Bener. Sialan!"
"Lanjut-lanjut."
"Semenjak Pak Thamrin memindahkan aku ke kantor, kerjaanku semakin sibuk dan sering lembur. Waktuku habis di kantor. Jadi aku nggak sempat untuk sering-sering berkomunikasi sama mantanku ini."
"Oh ya? Kamu putus sama mantanmu itu juga karena papaku dong? Dia ngebuat kamu jadi workaholic."
"Sampai sekarang aku juga gak tahu sih alasan papa kamu itu apa. Kenapa dia menarikku ke kantor. Tapi, kalo nggak karena papamu, mungkin aku gak akan bisa membiayai pengobatan ayahku."
"Kalo gak karena papaku, aku mungkin nggak bakal kenal kamu kali ya? Hahaha!"
"Shut up! Mau dilanjut gak nih ceritanya?!"
"Lanjut." Dimar sambil mengunyah kue yang kupesan. Lagi-lagi dia mencomot makananku. Untuk kali ini kuabaikan.
"Jadi waktu itu aku ke pabrik mau ngajakin Kalina makan siang bareng. Aku sengaja gak ngabarin karena mau kasih kejutan. Eh, gak taunya aku malah berpapasan sama mantanku di parkiran pabrik. Dalam hati bilang, nih anak mau ngapain ke sini? perasaan gak janjian di sini. Radar curigaku tinggi, dong! Langsung kutanya,
"Mau ketemu sama Kalina?" dia dengan polosnya ngejawab iya. Terus aku cuma bilang,
"Ooh. Oke."
"Fel, maaf. Sebenarnya aku udah lama banget mau ngomong sama kamu. Cuma kamu sibuk."
"Ooh. Tujuanku mempertemukan kamu sama Kalina memang benar kok. Aku mau tau, lelaki kayak kamu ini jujur atau enggak. Setia atau enggak. Dan aku udah tau jawabannya."
"Fel, jangan musuhin Kalina."
"Aku gak akan musuhin dia. Lagian aku kan sibuk katamu. Aku gak akan punya banyak waktu buat mikirin kalian." Kalina melihatku dari dalam. Kuhampiri dia.
"Tuh, cowok lu dateng! Gue balik kantor duluan. Sibuk.""And you know what? Aku masih inget ekspresi Kalina. Sumpah, mukanya bengong. Kayak orang bego gitu."
"Tapi, aku tanya serius deh. Segampang itu kamu ngomong ke mantanmu? Gak ada rasa sakit hati, gitu?"
"Sedikit. But, it's ok. Resiko jadi orang sibuk."
"You deserve better. Like me."
"Alah, modus!"
"Serius, Fel. Nggak percaya?"
"Enggak."
"Perlu bukti?"
"Enggak."
"Feli."
"Udah ya, aku mau lanjut kerja."
"Mau ke mana? Kita kan udah satu ruangan."
"Hah? Sejak kapan? Kalo satu kantor, aku percaya. Tapi kalo satu ruangan, impossible!"
"Aku sengaja nahan kamu di sini, biar kamu nggak ngomel-ngomel karena mejamu aku pindahin. Ngomelnya kalo udah seruangan aja. Biar cuma aku yang bisa denger."
"Sinting nih orang!" penasaran dengan ucapannya, aku langsung kembali ke kantor meninggalkan Dimar. Meja kerjaku ada tapi barang-barang di atas meja sudah tidak ada. Hilda dan Ipeng tersenyum melihatku.
"Peng! Jangan senyum-senyum aja lo! Laporan ke gue nanti soal si Kalina." aku langsung menuju ke ruangan Dimar.
"Welcome to our office!" Dimar menyambutku dengan girang. Spontan aku mengelus dada melihat kelakuannya.Dan begitulah kehidupanku setelah kehadiran Dimar. Suasana kantor lebih berisik dari sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
the difference between us [TELAH TERBIT]
Romance#1 dalam faith (27/06/2019) #1 dalam difference (13/06/2019) #2 dalam perbedaan (13/06/2019) #7 dalam Novel (13/05/2019) #15 dalam Indonesia (29/04/2019) "Terlalu banyak perbedaan di antara kita. Tidak memungkinkan kita untuk tunduk pada satu sang p...