runaway.

163 15 0
                                    

"Are you okay?"
"Yeah, I'm okay."
"Have something to talk?"
"Not this time. Maybe later."
"Hey, just remember. You're not alone, you have me."
"I know. Dim, I need to take a rest. I'm so tired today." dia tidur berbantal lenganku. Posisi paling nyaman ketika dia mulai merasa lelah dan butuh tidur. Ibunya menghubungiku sebelum aku mendapati dirinya dengan dua koper besar dan berada di mess. 
"Nak Dimar, Feli ke mana ya? Tadi dia bawa koper besar keluar dari rumah. Nggak bilang sama Ibu mau pergi ke mana."
"Ibu nggak usah khawatir ya? Berhubung saat ini Feli lagi banyak kerjaan, untuk sementara Feli akan tinggal di mess. Mungkin Feli nggak bilang tadi karena takut Ibu nggak izinin. Seharusnya tadi saya yang hubungi Ibu duluan. Mohon maaf ya, Bu?"
"Oh, syukurlah. Ibu takut kalau Feli kabur dari rumah."
"Enggak kok, Bu."
"Ibu titip Feli ya, nak?"
"Iya, Bu."

***

Dua jam berlalu ... Feli sudah tidak berada di kasur. Dia sedang mengemasi barang-barangnya.
"Kok udah bangun?"
"Ngerasa kamu nggak ada. Ngapain?"
"Beres-beres. Btw, kamu mau makan apa? Tapi belum ada apa-apa sih. Kan aku ke sini kalo dulu sering lembur aja."
"Ntar aku cari makanan di luar aja ya? Atau delivery order ? Ntar aku pesenin."
"Oke." dia kembali menyusun satu persatu baju dan barang-barang yang lain.
"Fel?"
"Iya? Jangan bilang kalo kamu lagi penasaran. Nanti aku cerita. Kamu tunggu di luar aja. Pasti bentar lagi makanannya datang." benar. Pesanan kami sudah datang. Feli langsung meletakkan hidangan di atas meja.
"Dim, Ibu bilang apa?"
"Aku udah kasih jawaban yang tepat kok. Sekarang aku tanya sama kamu, kenapa kamu keluar dari rumah? Kabur? Ibumu sempat berpikiran seperti itu."
"Kabur untuk sementara."
"Kenapa sayang?"
"Aku gak tahan serumah sama Kak Sully. Rasanya kayak di penjara. Aku dipaksa untuk menikah dengan laki-laki yang aku gak suka. Emang kamu rela? Enggak kan?"
"Hah? Nikah? Sama laki-laki lain? Keluargamu tau tentang hubungan kita?"
"Mungkin mereka tau. Tapi aku nggak pernah memberi tahu secara gamblang."
"Fel, mereka nggak suka denganku ya?"
"Kalo pun enggak, aku nggak peduli."
"Feli, kamu yakin? Aku ajakin nikah kamu nggak pernah mau. Selalu ada kata-kata kita beda. Beda itu memangnya salah?"
"Dim, harus ya kita bahas ini lagi? Boleh gak untuk sementara kita jalanin dulu aja. Sampai kita berdua benar-benar yakin hubungan kita ini sejauh mana."
"Aku yakin. Tapi kamu yang nggak yakin."
"Kamu pergi deh!"
"Feli ..."
"Pergi! Kamu itu gak paham sama keadaan aku. Kamu gak pernah berusaha memahami apa yang terjadi sama aku."
"Feli, tenang Fel. Iya, aku salah. Maaf ya, maaf. Jangan suruh aku pergi. Aku mau di sini sama kamu." aku memeluknya walau pun dia berontak. Namun akhirnya tenang, menangis. Aku baru pertama kali melihatnya menangis. Aku membawanya duduk di dekat tangga, kepalanya sudah bersandar di bahuku.
"Dim, aku bingung. Aku sayang sama kamu. Tapi, apakah perasaan yang aku punya ini cukup untuk membuat kita bersatu? Aku takut, Dimar. Aku takut kehilangan orang yang kusayangi. Kamu adalah lelaki yang hadir setelah kepergian Ayah. Kamu lelaki yang membuatku sadar bahwa ada lelaki lain yang bisa gantiin posisi Ayah ketika Ayah sudah tiada. Dimar, apa yang harus kita lakukan? Is it true that love will save it all? " aku terdiam. Yang kulakukan saat ini adalah menjadi pendengar dan mendampinginya. Sembari berkata dalam hati, haruskah serumit ini? Aku mencintainya. Aku ingin membuatnya bahagia. Tuhan, beri aku jawaban. Langkah apa yang harus aku lakukan?

the difference between us [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang