2. Resah

61 8 1
                                    

Casie POV

Kebiasaanku bersama mereka setelah pulang sekolah kalau ingin makan bersama, ya, di sini tempat favoritnya: warung seblak.

Seorang pramusaji datang mengantarkan makanan yang kami pesan lengkap degan es teh yang terlihat segar. Kalau pikiranku tidak sedang mengawang ke satu orang, mungkin seblak di depanku akan cepat-cepat aku serobot karena bau dan sajiannya yang terlihat menggiurkan. Berbeda cerita jika pikiranku sedang tidak nyaman seperti ini. Pikiranku terus teringat pada kejadian tadi pagi. Seharusnya waktu kejadian itu aku langsung turun untuk meminta maaf. Tapi, saat aku mendengar dia marah-marah, aku jadi merasa ragu.

"Denger aku bicara nggak sih kamu, Cas?" Lisi memotong lamunanku. Memang sejak tadi aku sering melamun dan tidak mengacuhkan mereka yang sedang berbicara mengenai penambahan ekstrakulikuler baru.

"Iya nih. Tadi ngajak nyeblak, waktu udah di sini malah kayak orang kesambet." Keyra ikut memprotes dengan wajah yang berubah agak kesal.

"Pasti mikirin Rendy, 'kan?" tanya Lisi alih-alih menyelidik. Kuembuskan napas panjang. Iya. Aku memang sedang memikirkan Rendy.

"Apa mesti aku bilangin ke Rendy kalau kamu minta maaf buat kejadian tadi pagi."

"Eh, jangan macem-macem, ya, kamu. Entar jadi repot, siapa yang mau tanggung jawab?"

Enak saja, walaupun begitu, aku masih memiliki sopan santun untuk mengeluarkan kata maaf dari mulutku sendiri, tapi menunggu waktu itu yang sulit untuk mengucapkannya langsung.

Keyra yang duduk di sampingku cekikikan sambil meraih es-nya untuk disedot.

"Ohya, soal tambahan ekstrakulikuler yang baru itu apa aja?" segera kualihkan topik pembicaraan.

"Hmmm, cuma ada dua, sih. Katanya marching band sama taekwondo. Kamu mau masuk lagi nggak?" tanya Keyra.

"Nggak, ah. Aku mau pilih satu ekstra aja. English Club." Sebenarnya aku ingin ikut ekstra marching band, tapi siapa yang akan menjaga adikku di rumah. Mama biasa pulang jam 8 malam dari restoran. Aku harus bisa membagi waktu untuk keperluanku dan adikku.

Mereka berdua bergumam 'oh' mendengar jawabanku. Pastilah mereka sudah tahu alasannya. Setelah itu kami bertiga asyik melahap makanan di depan masing-masing sambil sesekali dibumbui topik seputar kegiatan sekolah.

"Kalian jadi ikut ekstra English Club, nggak?" tanyaku sambil mengelap bekas celemotan di sudut-sudut bibir setelah menghabiskan semangkuk seblak.

"Nggak jadi, ah. Lagian tutornya kakak-kakak senior yang galak-galak," jawab Keyra. Iya, sih, tutornya agak galak, tapi kalau kamu sudah jauh mengenalnya, akan kamu temui sisi humornya yang tidak kalah dari Raditya Dika.

"Nggak, ihh. Mereka tuh baik-baik, tahu. Orangnya humoris," sanggahku lagi. Bahu Keyra berkedik. Bunyi ponsel dengan getarannya membuatku merogoh saku seragam. Telepon rumah: Retha. Segera kutarik tombol hijau ke atas. Retha bilang kalau dia sudah ada di rumah dan memintaku untuk segera pulang. Sudah pukul 15.00 dan aku ... astaga! Lupa menjemput Retha. Langsung kubereskan barang-barang dan merogoh uang sepuluh ribuan dari saku baju. Mereka yang melihat gelagatku, memasang wajah heran. Kenapa aku bisa kelupaan begini, sih?

"Eh, aku pulang dulu, ya. Aku lupa jemput Retha." Aku bergegas berdiri sambil menyodorkan uang tadi ke arah mereka.

"Mau diantar, nggak?"

"Nggak usah, aku naik angkot aja."

Ah, lupa! Sebelum aku berlari ke arah jalan, aku segera teringat sesuatu.

Aksara [On Going✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang