Rendy POV
Dari pertama masuk kelas tadi pagi sampai sekarang, teman-teman kelasku tidak berhenti "bercie-cie" untukku. Semua teman kelasku sudah pada tahu kalau aku baru jadian dengan Casie, bahkan kodok yang suka mojok di pojokan kelas juga ikut berbunyi mengucapkan selamat kepadaku. Sudah kuduga siapa yang menyebarkan berita ini.
Baru saja aku mendapat SMS dari Casie kalau dia tidak makan di kantin karena membawa bekal sendiri. Akhirnya aku mutuskan untuk menghampiri Casie saja. Baru beberapa kulangkahkan kaki keluar kelas, kurasakan ada orang yang menepuk pundakku yang praktis membuat langkahku terhenti.
"Eh, Ren, nggak ke kantin? Mau ke mana?" Arden menyejajari langkahku, sadar kalau aku tidak berjalan ke arah kantin mengikuti Deva dan Bhanu yang sudah lenyap di kelokan koridor menuju kantin.
"Lagi nggak pengin aja, sih, soalnya mau ke kelas IPA-C." Arden membuka mulut, bergumam 'O' mendengar penuturanku.
"Eh, aku baru ke inget, kemarin si Dino nanyain kamu kenapa nggak berangkat ekstra, soalnya kemarin ada briefing kalau sebulan lagi ada turnamen di Semerang. Nah, istirahat kedua nanti, kamu di suruh nemuin Mas Ozin di kelasnya."
"Kemarin mood-nya lagi ilang. Thanks buat infonya."
"Oke." Sekali lagi, Arden menepuk pundakku, berbalik badan untuk melangkah mendahuluiku dengan berlawanan arah.
"Eh, Ren!"
Spontan aku menolehkan badan. Arden menunjukan senyum miring, bibirnya terbuka untuk mengatakan sesuatu padaku, "Kapan-kapan traktir!"
Aku membalas dengan melayangkan tinju ke udara. Arden berlalu dengan terbahak sambil bersiul-siul. Kuteruskan langkah----ahhh! Aku melupakan sesuatu. Kubalikkan badan secepatnya dan langsung berlari menuju kantin. Aku kembali dari kantin dengan menenteng keresek berukuran kecil. Sepanjang berjalan melewati beberapa koridor, tak kutemukan koridor yang sepi (ya iya lah, namanya juga istirahat, mana ada koridor yang sepi).
Aku tercengang begitu sampai di pintu kelas IPA-C. Para penghuninya entah pada ke mana, dan kudapati Casie dengan Fello yang sedang duduk berdua! Berhadap-hadapan pula! Bayangkan itu! Apa yang sudah mereka lakuakan di dalam kelas yang sepi? Terdengar alay memang, tapi 'kan aku pacarnya (aku tahu walaupun pacaran tidak ada konstitusinya, tapi 'kan .... Ya, begitulah). Mereka berdua belum menyadari keberadaanku di sini.
Aku berdeham cukup satu kali, agak keras hingga membuat mereka menoleh. Casie termaggu mendapatiku sedang memergokinya berduaan.
"Kalian ngapain berduaan di kelas kosong? Berarti yang ketiganya setan, dong." Kata yang kukeluarkan terdengar sarkastik. Kutatap tajam Fello, tatapan mengintimidasi. Alih-alih tersinggung, Fello malah menderaikan tawa. Apanya yang lucu?
"Lah, nggak nyadar yang ketiga itu kamu? Berarti kamu setannya. 'Kan makhluk ketiga. Hahaha."
Eh, si anjirr.
Aku benar-benar mati kutu. Senjata makan tuan itu namanya. Bisa-bisanya tadi aku berkata seperti itu. Aku berdeham sekadar merilekskan sikap.
Fello beranjak berdiri, berjalan menghampiriku yang masih berdiri di tempat. Kulirik sekilas Casie, dari wajahnya dapat kulihat kalau tatapannya rikuh."Congrat's buat kalian berdua." Tangan Fello tiba di bahuku. Dapat kulihat dan kurasakan siakap mencemoohnya terhadapku. Senyum samarannya membuatku muak. Kusingkirkan tangannya dari bahuku secara kasar.
"Nggak usah drama kayak sinetron hidayah." Aku mendesis tajam bak ular yang siap memangsa katak. Casie sibuk mengamati kami berdua dari tempat duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara [On Going✔]
Roman pour AdolescentsDefinisi "aksara" dalam bentuk rasa. "Kamu pasti tahu kalau hubungan tanpa rasa saling percaya itu nggak akan bertahan lama," kata laki-laki yang rambutnya sudah beruban satu-dua. Rendy kalut. Apalagi ketika dia mendengar ucapan papanya itu. •••••••...