Casie POV
Pagi ini aku terbangun oleh cahaya matahari yang menyisip dari kosen jendela yang serta-merta menyilaukan mata. Hal yang langsung menyerbu otakku adalah tentang kejadian tadi malam. Aku mengucek mata. Yang kuingat, tadi malam aku tertidur saat perjalanan pulang. Senyumku merekah mengingat Rendy. Hari ini hatiku jauh lebih lega atas tanggapan Rendy yang membuatku bisa berpikir lebih bijak lagi. Ah, bangga sekali aku menjadi pacarnya.
"Kak, cepetan mandi! Rendy udah nunggu, nih!" seruan Mama langsung membuat khayalannku buyar. Aku serta-merta berlari-lari kecil mengambil handuk.
••••
Waktu istirahat pertama ini, Lisi dan Keyra sengaja mengasingkan diri ke kantin agar aku mempunyai waktu dengan Rendy berdua. Akhir-akhir ini aku memang lebih suka membawa bekal dari rumah dan dimakan berdua dengan Rendy, itulah sebabnya aku jarang ke kantin.
"Makasih, ya ...," ucapku sambil mengelap mulut bekas remah roti yang kumakan.
"Makasih buat apa, nih?" tanyanya.
"Makasih buat yang tadi malem."
"Oh, sama-sama. Tadi malem kamu tidurnya pules banget sampe ilernya kena jaketku. Untung kamu nggak jatuh."
"Hah, serius? Aku ngiler? Iihh, bohong kamu pasti." Aku meninju lengan Rendy pelan. Yang benar saja! Walaupun dia pacarku, tapi aku harus tetap jaga image. Malu dong!
"Ya, udah kalau nggak percaya." Rendy menunjukkan wajah sok biasa-biasa saja. Tapi setelah itu dia malah terbahak-bahak sambil menghentikan kunyahan rotinya.
"Mau banget sih dibohongin. HAHAHA!"
"Ihh, apaan sih kamu?!"
Aku memberengut. Kuedarkan pandangan ke beberapa penjuru taman. Dalam hati aku merapal doa: ya Tuhan, aku ingin seperti ini selamanya, waktu di mana aku bisa bahagia seperti ini tanpa perlu memikirkan masa lalu yang bagai hantu menyeramkan dan bayangan masa depan yang tidak pasti."Ada, ya, cewek yang berani embat dua cowok sekaligus. Heran! Malu-maluin kelas kita, tau nggak?! Anjir!" suara seseorang membuatku dan Rendy menoleh ke belakang.
"Biasalah panjat sosial. Norak, dasar!" Hannah bersama dua CS-nya pura-pura tidak melihatku dan Rendy yang ada di sini. Aku tahu mereka sedang menyindirku. Aku mengernyitkan dahi. Mereka mau apa sih sebenarnya?
"Eh, tahu nggak, kalau Why Don't We rilis album baru? Aku udah ada nih lagunya." Rendy mencoba mengalihkan perhatianku dari Hannah dengan memberikan earphone kepadaku, lalu memutar musik dengan volume paling keras. Aku hanya menurut. Kata-kata Hannah tergantikan oleh lagu yang mengalun di telingaku. Aku melepas earphone begitu lagu habis. Kupalingkan kepala ke belakang, Hannah dan dua kameradnya sudah tidak ada.
"Kalau mereka bicara yang aneh-aneh kayak tadi lagi, kamu tutup telinga aja. Ya, wajar sih kalau ngerasa tersindir, namanya juga manusia, tapi belum tentu juga sindiran itu ditunjukin buat kamu."
Aku hanya tersenyum sok mengemaskan.
"Jangan senyum, ah. Kamu nggak manis," katanya.
"Eh? ... Yang manis gula dong."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara [On Going✔]
Teen FictionDefinisi "aksara" dalam bentuk rasa. "Kamu pasti tahu kalau hubungan tanpa rasa saling percaya itu nggak akan bertahan lama," kata laki-laki yang rambutnya sudah beruban satu-dua. Rendy kalut. Apalagi ketika dia mendengar ucapan papanya itu. •••••••...