O5.

526 39 7
                                    

"Aduh, liat nih murid baru."

Auranya berubah, mereka mendekatiku. Sepertinya ingin melakukan sesuatu padaku, lalu aku mundur perlahan. Tidakku sangka perempuan di sekolah ini sangat mengerikan.

"Kenapa mundur?" tanya salah satu dari mereka.

"Begini, apa kalian mau membully orang sepertiku juga?" tanyaku memastikan.

Memang menjadi orang buta tiba-tiba tidak menyenangkan. Rasanya ingin cepat-cepat mati saja kalau begini.

"Ah, tentu saja tidak."

"Kita tidak mungkin melakukan itu pada anak baru."

Mereka memberi isyarat satu sama lain, akhirnya mereka pergi menjauh. Aku merasa lega untuk sesaat.

Byuurrr....

Mereka menyiramku dengan air dari belakang. Hanya air.

"Itu karena Brian ikut campur."

Rasanya ingin kulempar mereka ke jalanan. Tapi bisa apa aku? Orang buta yang berjalan menggunakan tongkat.

Padahal dulu aku yang melakukan ini pada orang-orang. Dulu aku yang ditakuti. Tapi sekarang, bahkan aku tertindas oleh perempuan!

Apakah ini azab? Aku menggerutu terus dalam hati, karena kelemahan ku ini.

"Hmph!"

Aku hampir lupa korban masih ada ditempat. Segera aku menolong si korban. Ia dalam keadaan berlutut, dan seperti adonan.

Aku membuka tangannya yang diikat, sisanya dia bisa lepas sendiri.

"Lama sekali menolongku."

Bahkan kalimat seperti itu yang aku dapatkan setelah menolong dan kehilangan harga diri.

"Bilang apa dulu?" kataku.

"Sama-sama!" balasnya.

Pantas saja dibuat adonan seperti ini. Memang pantas, semestinya aku tidak usah menolongnya. Aku langsung mengambil tongkatku dan menjauhi perempuan aneh itu.

"Mau kemana kau?!"

"Pulang."

Sudah. Dia tidak berniat untuk menghentikanku, tidak berniat meminta maaf atas perkataannya, bahkan tidak untuk berterima kasih.

Kalau begini aku pilih kubu Thanos saja. Biar manusia seperti itu hilang.

Aku berjalan menuju kedepan sekolah kembali. Menunggu dan mendengarkan mesin-mesin kendaraan yang lewat.

"Brian! Dari mana kamu!?" suara tante dari dalam sekolah.

"Taman belakang."

"Astaga, tante panik sekali, masa hari pertama udah hilang."

"Aku bukan anak sd, Tan. Tenang aja." balasku.

"Yaudah, ayo pulang."

• • •

. Kami sampai dirumah, aku masuk duluan meninggalkan tante. Ia sibuk dengan beberapa barang bawaannya.

Aku duduk, kemudian tiduran disofa ruang tamu. Menunggu tante untuk bercerita bagaimana hari pertamaku.

"Brian, kenapa tiduran disini?" akhirnya tante masuk.

"Gendong aku ke kamar, Tan."

"Hmm, kamu kira kamu bayi?!" suara tante meninggi.

Astaga, dia persis dengan orangtuaku. Padahal aku hanya bercanda.

"Kamu abis olahraga atau gimana?" tanya tante.

"Kenapa emang?" aku ikut bertanya.

"Bagian punggung kamu basah."

"Ohh." aku teringat kejadian tadi.

Aku mengajak tante duduk, ada hal yang ingin bicarakan dengan serius. Untung saja tante menanggapi ku.

"Kenapa, Yan? Hari pertama kurang bagus?" tanya tante karena melihat ekspresiku.

"Ya," jawabku,
"Harga diriku hilang."

"Kamu dilecehkan?!" kata tante.

"Seperti itu bisa dikatakan," jawabku lesu, sambil memainkan tongkatku.

"Siapa yang berani, hah?!"

"Ga tau, soalnya aku buta."

Hening...

"Tante,"

"Aku mau operasi mata." Kataku setelah beberapa detik kami hening.

"Hah?"

"Ya, apalah. Ganti mata! Biar Brian bisa liat lagi!" kataku sedikit emosi.

"Brian ga kuat hidup kaya gini, Tan. Brian mending nyusul temen Brian aja!"

"Punggung Brian basah ini! Karena Brian buta! Buta!!"

"Astaga." hanya itu yang keluar dari mulut tante.

"Jadi gimana tan?! Bisa kan?! Ini demi kebaikan Brian! Terus Brian janji bakal fokus belajar, berprestasi, membanggakan keluarga!"

"Ngga bisa."

"Kenapa?" aku sudah menahan agar tidak menangis didepan tante.

"Kamu harus bicarain ini sama orangtua kamu. Dan tante ga berhak soal ini." jawab tante.

"Aku mau operasi, tante." aku memohon.

"Tante tolong operasi mata Brian!!!" aku akhirnya duduk dibawah, memegang kaki tante.

"Eh, Brian!"

"Tolong, Tan!"

"Ga bisa."

"Kenapa lagi?! Tante kan dokter tolong bantu keponakanmu ini, Tan!"

"Tante kan dokter kandungan."

Aku bangun dari posisiku, mengambil tongkatku dan masuk kekamarku. Harga diriku semakin jatuh.

Lihat saja saat aku bisa melihat nanti, akan aku balas perbuatan manusia-manusia yang membuat punggungku basah.

BUTA ((hiatus)) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang