1O.

365 27 2
                                    

     "Om jam berapa sekarang?"

     "Setengah empat."

     "Lama banget sih, mereka ini! Coba tolong teleponin yang namanya Nathan, om!"

     "Iya iya."

"Maaf pulsa anda tidak cukup—,"

     "Ga ada pulsa kamu ya?" tanya om supir yang berbaik hati mau menemaniku ini.

     "Hehehe, iya kayaknya om. Jarang pake teleponan sih."

     "Om, btw mau masak apa?" tanyaku.

     "Hah? Masak apa?"
  
     "Iya, mau masak apa?" tanyaku lagi.

     "Apaan sih, saya supir bukan tukang masak." katanya.

     "Loh, tante ga ada bilang ke om? Soal masak?"

     "Ga ada."

     Tante bilang gampang soal urusan makanan, tapi apa. Di dapur cuma ada bahan mentah semua, aku ga bisa masak, om supir juga gabisa.

     "Haduh om, gimana ini om! Temen temen saya mau makan apa!"

     "Yaudah ayo masak, liat google aja!" katanya langsung menuju dapur.

     "Oke, om."

     Aku langsung mengajak om supir ke arah dapur. Dia membuka handphone nya, dan mencari cara memasak omelette di internet.

     "Om, saya kan buta nih. Jadi saya bantu doa aja ya."

      Aku duduk di salah satu kursi yang ada di dapur. Mendengarkan om supir yang sibuk dengan acara masak memasak.

     "Pisau dimana?"

     "Laci kedua di bawah kompor."

     "Garemnya mana sih !?"

     "Itu loh om, di antara minyak bomilo sama tempat sendok sebelah kanan kompor, liat yang bener dong om."

     "Iya iya!" Dia mendengus kesal.

     Tak lama setelah menunggu beberapa menit dia meletakan hasil makanannya di meja makan.

     "Nih."

     Aku mencicipinya, lumayan.

     "Masak lagi om, masa cuma segini. Temen saya banyak loh om."

     "Ngga lah, cape saya."

     

     "Permisi! Brian! Ada orang ngga? Ninu ninu ninu!" teriak Nathan dari luar.

     "Suruh masuk aja mereka om, liatin dah ada berapa orang itu."

     Om supir pergi duluan ke depan, lalu aku menyusul setelah memakan masakan om supir.

     Mereka sudah duduk rapi di ruang tamu. Nathan, Rayhan, Fahri, Vana dan, Namika.

     "Halo guys, susah cari alamat atau gimana? Lama banget."

     "Kita berangkat bareng sama Vana, tapi ya nunggu si Nathan lama banget." kata Rayhan.

     "Laper nih ada makanan ngga?" kata Nathan.

     "Hush, Bang! Baru nyampe jugaan." Terlihat jelas adiknya lebih ber-attitude.

     "Masak sendiri mau ngga?"

     "Hah? Gimana-gimana?"

     "Vana mau! Aku suka masak kok Kak!"

     "Mau tapi cape nih."

     Semua memberikan pendapatnya masing masing.

     "Ada yang bisa masak ngga nih? Seriusan dari tadi om supir juga noob banget."

     "Aku bisa." kata Namika.

     Jadi mereka kerumah mau masak-masak deh. Lumayan lah, dari pada ngga ada kegiatan.

     "Semua masak ya, bahan bahan udah ada semua. Tinggal di olah aja. Silakan ke dapur guys." Aku memimpin jalan.

     "Jadi masak masak nih, mending tadi bawa indomi." kata Rayhan.

     Mereka semua sudah berada di dapur, dan membagi tugas.

     "Kak Brian! Duduk disamping Vana, Kak!" panggil Vana sembari memotong bawang.

     "Vana jago masak, ya."

     "Engga juga kak, ini kan cuma motong. Sisanya kak Namika yang ngurus."

     Kurasa mereka sibuk dengan tugasnya masing-masing. Mereka begitu menikmatinya.

     "Nathan! Woi apaan nih ayam masih ada darah!" Rayhan sedikit membentak Nathan.

     "Mereka susah dipisahkan, udah males aku. Mending situ aja yang bersihin." balas Nathan.

     "Fahri, tolong ambil sendoknya, ya." Itu Namika.

     "Iya."

     Aku cukup duduk menikmati suasana seperti ini. Bahagia merasakan suasana seperti ini, mereka juga sepertinya bahagia.

     Setelah cukup lama akhirnya meja makan sudah penuh dengan masakan mereka.

     "Akhirnyaaa." Nathan langsung duduk disampingku.

     "Kaya habis ngapain aja, cuma masak lagian." Kata Rayhan melihat Nathan.

     "Tau laper ga?"

     "Jangan berantem, nanti makananya keburu habis dimakan Brian." Mereka menoleh kearahku.

     "Apa?" kataku sambil memakan ayam masakan mereka.

     Akhirnya mereka makan tanpa suara, mereka fokus pada makanan mereka masing-masing. Nathan yang tadinya berisik, kini ikut diam dan makan dengan tenang.

•••

     Om supir pamit duluan, karena aku tidak berniat untuk pergi kemana-kemana lagi. Sekarang jam lima, satu jam lagi mereka akan pamit.

     Rayhan, Nathan, dan Fahri mereka mabar di ruang tamu. Sementara Vana membaca majalah-majalah milik tante.

     Aku keluar dari kamar, sepertinya semua pada sibuk dengan kegiatannya. Apalagi tiga orang itu, cukup berisik.

     "Nathan jaga bawah! Jangan ngikut aku terus!"

     "Ituloh bang, lawan Argus nya!"

     Sedikit melemparkan makian terhadap Nathan juga.

     "Sial, team noob semua." Aku hanya bisa diam dan menyimak.

     "Bri, emang biasa kaya gini?  Ga bosen apa?" tanya Namika.

     "Hah? Bosen? Ngga kok, tumben rumah rame kaya gini. Lebih enak kaya gini kan. "

     "Enakan juga tidur,  sendiri."

     "Mau tidur?  Tuh ke kamar aku. Tidur aja sana."

     "Dih! Apaan ngga lah."

     "Tidur aja,  atau mau dianterin?" tawarku sekali lagi dengan senyuman.

     "Gak!"

     "Dari pada bosen, kan?" Aku bangun dan menarik tangannya.

     "Woi, tolongin!" teriak Namika.

     "Ngga bisa!  Lawan epic comeback Cuy!" balas Nathan yang masih sibuk dengan permainannya.

     

BUTA ((hiatus)) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang