Part 25

226 45 3
                                    

Hari ini prom. Kegilaan anak perempuan mencapai tingkat yang paling tinggi. Bimo yakin ada yang menyebarkan virus baru. Virus ini menyebabkan anak perempuan lebih sensitif. Obrolan tentang baju semakin ramai. Ke salon mana, pergi dengan siapa dan nanti mau berpose seperti apa untuk foto.

Bimo menghempaskan diri ke kasur. Dia menutup matanya. Rasanya aneh melihat langit-langit kamar tanpa poster Loveyna. Ada bekas segiempat di langit-langit kamar karena cat yang tertutup foto Loveyna warnanya lebih terang.

Bimo tertawa getir.

Bahkan setelah dia membuang semuanya, Loveyna masih menghantui Bimo.

Pintu kamar diketuk.

"Aku tetap tidak akan pergi." Seru Bimo. Sedari tadi, Ibu memaksa Bimo untuk pergi ke prom.

"Oh ya, kamu tetap pergi. Kalau perlu aku akan seret kamu."

Bimo menegakkan diri. "Fran?"

Di pintu kamar Bimo, Fran berdiri dengan dandanan lengkap. Rambutnya sudah ditata. Riasan wajahnya penuh. "Cepat bergerak atau aku terpaksa menyeretmu."

*

Di sinilah Bimo, malas-malasan dengan setelan jas pilihan Loveyna. Pintu masuk aula dihias dengan bunga-bunga. Suara musik terdengar. Makanan ditata di meja panjang. Guru-guru berdiri di pojok seperti elang mengintai mangsa. Siapa saja yang memiliki gelagat mencurigakan langsung didatangi. Tadi ada siswa yang memakai baju terlalu terbuka. Dengan senang hati guru-guru meminjamkan slayer jelek untuk disampirkan di bahu.

Jangan harap bisa sebebas di luar negeri.

Anak-anak kelas bawah sengaja membuat karpet panjang. Konsep prom tahun ini ternyata pesta Hollywood. Dinding ditulisi dengan nama sekolah dan tema. Lampu kamera berkilauan. Mereka sibuk menjepret anak-anak kelas tiga. Beberapa menyuruh Bimo berpose.

Bimo menghalangi wajahnya dengan tangan. Konyol sekali. Pasti yang punya ide orang yang ingin jadi artis tapi tidak kesampaian. Bisa-bisanya dia membuat acara terakhir di masa-masa sekolah menjadi sirkus seperti ini.

Fran berdecak. "Aduh, jangan centil, deh. Sesekali kooperatif, bisa kan?"

Dia menahan tangan Bimo. Senyumnya lebar. Tangan Fran yang lain melambai ke kamera. Dia tertawa saat melihat Bimo cemberut. "Aku bisa membaca pikiranmu. Sama kok, aku juga merasa ini semua berlebihan."

"Sikapmu menunjukkan hal yang sebaliknya," omel Bimo.

"Nikmati saja." Fran menatap Bimo jenaka. Dia mengetatkan pegangannya, memaksa Bimo bergeser ke arah lain dan berpose. "Sekali-sekali bersikap manis tanpa sinis, bisa? Akan menyenangkan dilihat."

Cemberut Bimo semakin panjang. "Siapa yang sinis?"

"Ini maksudku." Fran menepuk pipi Bimo. "Kamu sedang sinis sekarang. Ayolah. Tidak rugi sedikit tersenyum."

Bimo memaksakan diri. Otot-otot pipinya tertarik hingga lebih mirip layaknya singa menyeringai. "Puas?"

Klik. Klik. Klik.

Tawa Fran tersembur. "Oh, ini akan jadi foto yang bagus." Dengan semangat Fran meminta kontak adik kelas yang mengambil foto tadi dan memastikan untuk mendapatkan hasilnya nanti.

Bimo ikut tertawa. Malam ini dia susah bersikap muram. Fran terlalu lucu. Sulit bersikap judes di dekatnya. "Baiklah. Aku akan berusaha menikmati-" tangan Bimo membuat tanda kutip, "-momen paling penting di masa-masa SMA."

"Ayo. Yang luwes," Fran menyelipkan tangannya. Dia menarik badan Bimo mendekat kepadanya. "Awas saja kalau sampai hasilnya jelek."

"Ah, aku hampir lupa. Tidak pergi dengan Jimi?" tanya Bimo setelah foto. Seingat Bimo Loveyna bilang Jimi akan mengajak Fran pergi ke prom. Itu yang membuat dia menangis. Itu juga yang membuat Loveyna bertekad menyatakan cinta. Itu juga yang membuat Bimo... lupakan saja. Mengingat ciuman antara Bimo dan Loveyna tidak akan mengubah apa pun.

Lo Dan Mo Dan Segala KemungkinanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang