Prom masih berbulan-bulan tapi anak perempuan di SMU Harapan sudah sibuk membicarakan apa yang akan mereka pakai.
Loveyna mengangguk-angguk bergumam ahh sambil tersenyum. Sepulang sekolah tadi, anak-anak cheerleader dan sebangsanya mengajak untuk keliling mall. Sebentar. Mengajak bukan kata yang pas. Lebih tepatnya ini adalah kegiatan wajib supaya Loveyna diterima pergaulan. Cewek-cewek itu mencegatnya di depan pintu kelas, lalu sepersekian detik secara bersamaan mengirimkan tekanan tak kasat mata. Loveyna langsung setuju meski sebenarnya dia lebih suka tidur-tiduran di kasurnya, membaca majalah dengan latar musik pop kesukaannya. Sekarang otot-otot pipinya terasa sakit karena dia memaksakan diri untuk ramah.
Loveyna mematut-matut diri di depan pilar yang dilapisi cermin dari lantai hingga langit-langit toko. Dia asal-asalan menarik satu gaun crepe biru gelap dengan renda putih buatan tangan. Kainnya terasa nyaman dan desainnya juga bagus. Mengerutkan kening, Loveyna menarik dan membaca tag harga. Yep. Nominalnya yang tidak menyenangkan.
Di belakang Loveyna, anak-anak perempuan saling berkomentar. Beberapa melakukan hal yang sama dengan Loveyna sementara yang lain berdiskusi di depan rak dan menilai setiap potong. Para penjaga toko sesekali melihat kelompok Loveyna lalu melayani pelanggan yang lain. Mereka sudah lumayan hafal dengan kedatangan anak-anak SMU yang melihat-lihat lama sekali tapi ujung-ujungnya tidak beli apa pun.
"Warnanya bagus." Rahmi mendekati, dia memandang pantulanku di cermin. "Serius. Bener-bener cocok denganmu."
Uangnya dari mana? Tidak jajan setahun?
Loveyna menggeleng. "Aku malah berpikir jodoh gaun ini justru kamu."
"Serius?" Rahmi mengambil alih dan menempelkan gaun itu di depan seragamnya lalu sedikit bergerak hingga bagian bawah gaun itu bergoyang. Dia kelihatan tertarik pada gaun itu setelah Loveyna menunjukan perhatian. Persis seperti gaun sebelumnya, gaun sebelumnya, dan gaun sebelumnya.
Sejujurnya ini sedikit tidak nyaman tapi Loveyna paham kenapa Rahmi bisa seperti begini. Rahmi bergaul lama dengan Patricia yang dominan dan opininya selalu dianggap sepele. Patricia punya cara pandai untuk membuat orang ketergantungan dan justru berterima kasih ketika dicerca dengan kata-kata sinis. Rahmi pelan-pelan tidak percaya diri dengan pendapatnya sendiri lalu akhirnya selalu bergantung opini orang lain.
Jadi ketika Loveyna datang dan tetap santai meski diterpa sikap judes Patricia, Rahmi seperti mendapatkan sosok pahlawan baru. Loveyna menjadi panutan. Berbeda dengan Patricia, Loveyna mencoba memberikan pendapat tanpa kalimat menusuk. Itu sudah cukup membuat Rahmi mengikuti hampir semua tindakan Loveyna.
Rahmi memperhatikan dengan seksama lalu menoleh pada Loveyna, "beneran bagus?"
Loveyna mengangguk. "Kalau kamu siap bobol tabungan. Labelnya kelebihan nol satu."
Rahmi melihat tag lalu mendesah kecewa. "Mending di toko sebelah enggak sih? Aku cuma sanggup beli sandal di sini. Atau sekalian aja beli berburu gaun bekas terus ramai-ramai cari cara bikin jadi kelihatan bagus lagi."
Mau tidak mau Loveyna tersenyum. Dia juga punya sentimen yang sama. "Hati-hati kedengeran Patricia. Bisa-bisa kamu dicakar."
Loveyna suka lihat-lihat dan keliling mall. Tapi kalau sampai berkali-kali dengan orang seperti Patricia, bisa-bisa Loveyna kena darah tinggi.
"Oh ya ampun." Patricia sedikit memekik. Dia muncul lalu tanpa permisi mengambil gaun yang dipegang Rahmi. "Bagus banget."
Loveyna dan Rahmi saling pandang.
Tidak berapa lama, kumpulan cewek-cewek bergeser ke sekeliling Patricia.
"Iya, ini bagus." Kata yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lo Dan Mo Dan Segala Kemungkinan
Fiksi RemajaBimo sadar sebagai cowok feminin dia akan selalu dianggap aneh. Tidak punya teman, tidak masalah. Dia bisa hidup sendirian. Sebagai cewek yang memenuhi segala jenis ceklis menjadi geng populer, Loveyna justru tidak menyukai status itu. Dia tidak suk...